Menulislah, Seolah-olah Besok Kamu akan Melupakannya

Thursday, March 27, 2014

Fenomena Deja Vu

Selamat malam pembaca. Pernahkah kalian mengalami perasaan pernah melakukan kegiatan yang sama persis sebelumnya atau merasakan pernah berkunjung ke suatu tempat tapi entah kapan dan dimana? Hal ini memang terkadang sangat membingungkan karena pada saat itu pula kita tidak mampu mengingat kapan dan dimana pernah melakukan kegiatan tersebut. Hal tersebut seolah-olah ada dalam mimpi namun kenapa bisa benar-benar terjadi. Inilah misteri yang biasa disebut orang dengan Deja Vu.
http://terungkaplagi.blogspot.com/2013/10/fenomena-dejavu.html

Deja vu berasal dari kata Perancis yang berarti "telah melihat". Kata ini mempunyai beberapa turunan dan variasi seperti deja vecu (telah mengalami), deja senti (telah memikirkan) dan deja visite (telah mengunjungi). Nama Deja Vu ini pertama kali digunakan oleh seorang ilmuwan Perancis bernama Emile Boirac yang mempelajari fenomena ini tahun pada 1876. 

Selain deja vu, ada lagi kata Perancis yang merupakan lawan dari deja vu, yaitu Jamais Vu, yang artinya "tidak pernah melihat". Fenomena ini muncul ketika seseorang untuk sementara waktu tidak dapat mengingat atau mengenali peristiwa atau orang yang sudah pernah dikenal sebelumnya. Saya rasa sebagian dari kalian juga sering mengalaminya. Namun, disini yang saya akan bahas hanyalah seputar deja vu.


Sebelum kita mengenal deja vu lebih jaug, pertama, kita perlu mengetahui apa yang disebut dengan "Recognition Memory", atau memori pengenal. Recognition Memory adalah sebuah jenis memori yang menyebabkan kita menyadari bahwa apa yang kita alami sekarang sebenarnya sudah pernah kita alami sebelumnya.

Otak kita berfluktuasi antara dua jenis Recognition Memory, yaitu Recollectiondan Familiarity. Kita menyebut sebuah ingatan sebagai Recollection (pengumpulan kembali) jika kita bisa menyebutkan dengan tepat seketika itu juga kapan situasi yang kita alami pernah muncul sebelumnya. Contoh, jika kita bertemu dengan seseorang di toko, maka dengan segera kita menyadari bahwa kita sudah pernah melihatnya sebelumnya di bus.

Sedangkan ingatan yang disebut Familiarity muncul ketika kita tidak bisa menyebut dengan pasti kapan kita melihat pria tersebut. Deja Vu adalah contoh Familiarity. Selama terjadi Deja Vu, kita mengenali situasi yang sedang kita hadapi, namun kita tidak tahu dimana dan kapan kita pernah menghadapinya sebelumnya.

Percaya atau tidak, 60 sampai 70 persen manusia di bumi ini paling tidak pernah mengalami deja vu minimal sekali, apakah itu berupa pandangan, suara, rasa atau bau. Jadi, jika anda sering mengalami deja vu, jelas anda tidak sendirian di dunia ini.

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah mengapa déjà vu bisa terjadi? Jangan dulu berpikiran bahwa ini adalah fenomena alam yang tidak mampu dijelaskan secara ilmiah karena para ilmuan telah menemukan jawaban akan fenomena yang ada dalam alam pikiran manusia tersebut. Déjà vu terjadi karena adanya gelombang yang diantarkan ke dalam otak. Gelombang tersebut tercipta setiap tindakan yang dilakukan oleh manusia. Gelombang ini lalu diterjemahkan ke dalam bentuk impuls listrik lalu dikirim ke otak dan dibaca. Tapi ada kalanya otak kita memiliki sensitivitas tinggi sehingga gelombang yang dibaca berupa amplitudo dan frekuensi tertentu tergantung dari kualitas otak kita.

Contoh sederhananya suatu waktu kita dalam hati mendendangkan sebuah lagu. Lalu kita menyalakan radio dan di radio sedang dimainkan lagu yang sedang kita pikirkan tadi. Langsung kita berpikir “déjà vu”. Padahal, ini menunjukkan bahwa gelombang radio yang dikirim oleh stasiun pemancar, selain diterima oleh radio kita, juga dibaca oleh otak kita karena sifat otak kita yang super sensitive dalam menerima gelombang listrik itu tadi. Ada lagi teori lain yang menjelaskan bahwa deja vu terjadi ketika sensasi optik yang diterima oleh sebelah mata sampai ke otak (dan dipersepsikan) lebih dulu daripada sensasi yang sama yang diterima oleh sebelah mata yang lain, sehingga menimbulkan perasaan familiar pada sesuatu yang sebenarnya baru pertama kali dilihat. Teori yang dikenal dengan nama “optical pathway delay” ini dipatahkan ketika pada bulan Desember tahun lalu ditemukan bahwa orang butapun bisa mengalami deja vu melalui indra penciuman, pendengaran, dan perabaannya.

Teori-Teori Deja Vu

Walaupun Emile Boirac sudah meneliti fenomena ini sejak tahun 1876, namun ia tidak pernah secara tuntas menyelesaikan penelitiannya. Karena itu, banyak peneliti telah mencoba untuk memahami fenomena ini sehingga akhirnya kita mendapatkan Paling tidak 40 teori yang berbeda mengenai deja vu, mulai dari peristiwa paranormal hingga gangguan syaraf.

Dalam Tulisan ini saya tidak mungkin untuk membahas secara keseluruhan teori-teori deja vu. Jadi saya akan memilih beberapa teori yang saya anggap perlu diketahui. Pertama, saya akan mulai dari teori psikolog legendaris, Sigmund Freud. Tapi sebelum itu, saya ingin menunjukkan kepada kalian sebuah gambar yang sangat terkenal. Ini dia :
http://terungkaplagi.blogspot.com/2013/10/fenomena-dejavu.html

Foto di atas adalah foto ilustrasi "Puncak gunung es" yang terkenal. Para ahli "otak" sering menggunakan ilustrasi di atas untuk menunjukkan seperti apa pikiran kita yang sebenarnya. Permukaan air adalah batas kesadaran kita. Pikiran Sadar kita adalah bongkahan yang muncul di atas permukaan laut. Sedangkan pikiran bawah sadar adalah bongkahan raksasa yang ada di dalam laut.

Menurut mereka, sesungguhnya sebagian besar informasi yang kita terima tersimpan di pikiran bawah sadar kita dan belum muncul ke permukaan. Hanya sebagian kecil dari informasi yang kita terima benar-benar kita ingat atau sadari. Prinsip ini adalah kunci penting untuk memahami Deja Vu.

Memori dari sumber lain
Ada lagi teori yang lain. Teori ini percaya bahwa otak kita menyimpan banyak memori yang datang dari berbagai aspek kehidupan kita, seperti film yang kita tonton, gambar ataupun buku yang kita baca. Informasi-informasi ini kita simpan tanpa kita sadari. Sejalan dengan lewatnya waktu, maka ketika kita mengalami peristiwa yang mirip dengan informasi yang pernah kita simpan, maka memori yang tersimpan di bawah sadar kita akan bangkit kembali.

Contoh, sewaktu kecil, mungkin kita pernah menonton sebuah film yang memiliki adegan di sebuah tugu atau monumen. Ketika dewasa, kita mengunjungi tugu ini dan tiba-tiba kita merasa familiar walaupun kita tidak ingat dengan film tersebut.

Teori Ponsel (Perhatian Terpecah)
Seorang peneliti bernama Dr Alan Brown pernah melakukan sebuat riset untuk menciptakan de javu. Dalam percobaanya dia memberi sugesti subliminal pada subyek penelitiannya. Subliminal berarti beroperasi di bawah kesadaran. Dr Alan menunjukkan beberapa foto dengan lokasi yang berbeda-beda pada sekumpulan pelajar dan mereka tak pernah melihat foto itu sebelumnya.Tapi sebelum uji coba dilakukan, terlebih dulu foto tersebut ditayangkan pada layar dengan kecepatan 10 milidetik. Kecepatan yang cukup bagi otak manusia untuk menyimpan sebuah informasi, tapi tak cukup bagi para pelajar itu untuk menyadari foto yang tayang sangat cepat tadi.

Setelah itu, pelajar tersebut ditanya tentang foto lokasi itu dan mereka mengatakan pernah melihatnya tapi tak bisa menyebutnya dengan pasti kapan dan dimana. Contoh pehatian terpecah ini gampang kita temui di kondisi sekeliling kita, contohnya : ketika kita sedang ngobrol dengan teman kita di rumahnya, perhatian kita tidak akan hanya berfokus pada teman kita. Kadang mata kita melihat bentuk rumah dan benda-benda disekitarnya. Informasi tentang rumah itu, masuk ke otak tapi kita tak menyadarinya karena fokus kita adalah berbicara dengan teman. Informasi tadi akan masuk ke alam bawah sadar, dan bisa terpanggil lagi saat beberapa lama kita tak mengunjungi tempat itu,lalu melihat rumah itu lagi.

Teori Pemrosesan Ganda (visi yang tertunda)
Dalam banyak hal, teori-teori mengenai penyebab Deja Vu tidak berbeda jauh dari yang diajukan oleh Sigmund Freud. Namun seorang peneliti bernamaRobert Efron berusaha melihat lebih jauh kedalam mekanisme otak, bukan sekedar pikiran sadar atau tidak sadar. Walaupun sangat teknikal, teori yang diajukannya dianggap sebagai salah satu teori Deja Vu terbaik yang pernah ada.

Teori Efron ini berhubungan dengan bagaimana cara otak kita menyimpan memori jangka panjang dan jangka pendek. Ia menguji teori ini pada tahun 1963 di rumah sakit Veteran Boston. Menurutnya, respon syaraf yang terlambat dapat menyebabkan deja vu. Hal ini disebabkan karena Informasi yang masuk ke pusat pemrosesan di otak melewati lebih dari satu jalur.

Efron menemukan bahwa Lobus Temporal dari otak bagian kiri bertanggung jawab untuk mensortir informasi yang masuk. ia juga menemukan bahwa Lobus Temporal ini menerima informasi yang masuk dua kali dengan sedikit delay antara dua transmisi tersebut. Informasi yang masuk pertama kali langsung menuju Lobus Temporal, sedangkan yang kedua kali mengambil jalan berputar melewati otak sebelah kanan terlebih dahulu. Jika delay yang terjadi sedikit lebih lama dari biasanya, maka otak akan memberikan catatan waktu yang salah atas informasi tersebut dengan menganggap informasi tersebut sebagai memori masa lalu.

Adapun teori aneh lain yang menyatakan bahwa Déjà vu terjadi Pada saat diri kita di dalam dimensi kita, melakukan hal yang sama dengan diri kita di dimensi lain. Déjà vu juga bisa berdurasi panjang sekitar 3-5 menit karena seringnya kita melakukan astral projection. Bagaimana dengan penjelasan rasional dan ilmiah?

Para ilmuwan science tidak setuju dengan pernyataan yang tidak masuk akal itu. Para ilmuwan menduga bahwa Déjà vu terjadi pada saat sel-sel otak kita berjalan lebih lambat daripada mata kita. Jika kita teliti lebih lanjut, Déjà vu bukan terfokus pada apa yang dialami tapi merupakan ‘perasaan aneh’ yang dialami seseorang. Perlu diketahui bahwa memori manusia bekerja dengan cara asosiasi. Kita mengingat hal hal baru dengan cara mengaitkannya dengan apa yang sudah kita ingat sebelumnya. Kita tentu pernah secara tiba tiba mengingat sesuatu, seperti ketika kita mengingat nama seseorang saat kita sedang melihat membaca majalah. Atau bagaimana huruf K mengingatkan kita pada pulau Sulawesi. Ini menunjukkan bahwa memori kita memang bekerja secara asosiatif. Pada fenomena Déjà vu, terkadang apa yang kita barusan alami memicu sebuah fragmen di masa lalu yang serupa namun gagal teridentifikasi sehingga yang tersisa hanyalah ‘perasaan pernah mengalami’ hal tersebut.

Proses Déjà vu merupakan proses aktivitas kimia pada syaraf otak yang memungkinkan munculnya perasaan ‘pernah mengalami’. Pada umumnya setiap aktivitas terekam pada memori sementara selagi otak secara konstan mengakses memori jangka panjang sebagai pembanding. Layaknya prosesor pada komputer yang mengakses Harddisk dan RAM. Adakalanya pada saat mengakses memori jangka panjang (memori lampau) muncul sebuah persamaan pola yang tidak bisa diingat secara penuh untuk menampilkan informassi lebih lanjut. Ini akan menimbulkan sensasi ‘pernah mengalami’.

Ada pula yang beranggapan bahwa déjà vu ini adalah sebuah penyakit dalam ingatan sehingga semakin tua umur seseorang maka akan semakin sering pula terjadi déjà vu. Seorang ilmuwan asal Jepang dan juga merupakan seorang neuroscientist MIT, Susumu Tonegawa, melakukan eksperimen terkait fenomena ini pada tikus dengan membandingkan ingatan pribadi (episodik) dengan ingatan baru yang tercatat dalam dentate gyrus. Ia menemukan bahwa tikus yang dentate gyrus-nya tidak berfungsi normal kemudian mengalami kesulitan dalam membedakan dua situasi yang serupa tapi tak sama. Hal ini, tambahnya, dapat menjelaskan mengapa pengalaman akan deja vu meningkat seiring bertambahnya usia atau munculnya penyakit-penyakit degeneratif seperti Alzheimer. Kehilangan atau rusaknya sel-sel pada dentate gyrus akibat kedua hal tersebut membuat kita sulit menentukan apakah sesuatu ‘baru’ atau ‘lama’.

Pernahkah, kalian mengalami Deja Vu? :))

Referensi

4 comments:

  1. dan saya sering mengalaminya, tapi keuntungan sih buat saya mas. soalnya feeling saya kuat, biasanya kalo nebak2 hal yg belum terjadi juga tepat -

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya juga sering mbak.... tapi kadang langsung lupa -.-

      Delete
  2. saya juga sering, terutama kalau berhadapan dengan rangkaian kegiatan yang rutin dilakukan

    ReplyDelete
    Replies
    1. iyaa mas bener, terkadang sering ngrasa udah pernah ngalami tapi dimana haha

      Delete