Menulislah, Seolah-olah Besok Kamu akan Melupakannya

Tuesday, March 24, 2015

Pentingnya Rasa Penting

Dalam hidup ini, apa yang paling dibutuhkan manusia ? Kalo kata orang banyak sih, kebutuhan manusia yang paling utama itu Sandang dan Pangan. Keduanya jadi kebutuhan terpenting manusia untuk bertahan hidup. Tapi kalo menurutku sih kebutuhan utama manusia tak Cuma sandang pangan. Dengan melihat realitas jaman sekarang, kebutuhan manusia itu ada 3 yaitu Sandang, Pangan, dan Nampang. Lha kok nampang? Maksudnya itu gimana kak? Gini gini, aku jelasin dulu...


Kenapa dengan Nampang? Nampang itu maksudnya bagaimana?
Nampang itu alat untuk membawa gelas ketika sedang menjamu tamu. Itu NAMPAN! Oke maaf, serius nih haha. Nampang dalam hal ini pembahasannya diluar bahasan akan Sandang dan Pangan. Ada perbedaan pembahasan besar antara Sandang pangan dan Nampang. Perbedaannya terletak pada kepuasannya, kalo sandang pangan itu kepuasannya lebih bersifat jasmani dan ragawi tapi kalo Nampang itu kepuasannya lebih bersifat Rohani. Rohani dalam hal ini lebih bersifat akan sisi manusiawinya. Sisi dimana manusia akan merasa senang, bahagia, sedih, gembira, dan tentunya sisi dimana mereka merasa penting. Sisi manusia yang mana dihasilkan lewat serangkaian penilaian dari orang lain akan dirinya sendiri, semacam bentuk eksistensi diri.
Read More

Thursday, March 12, 2015

Hujan Kata

Hujan datang menerjang senja yang kesepian, di baliknya muncul semburat senyum malam yang temaram. Semesta datang membawa berita, berita suram di balik kenangan masa lalu yang mencoba untuk mengulang. Mengulang-ulang layaknya komedi putar yang hanya berjalan di tempat namun rasanya kayak memutar jauh menerjang cakrawala, mendaki gunung melewati lembah... *oke kalo yang terakhir itu lirik ninja hatori*

Hujan deras tangan makin meremas. Meremas setiap helai rasa yang mulai menjadi kebas. Kebas tanpa rasa, hanya sesal yang terasa. Terasa begitu perih layaknya perut yang mulai menagih untuk diisi. Aku lapar, namun hatiku jauh lebih lapar. Rasanya kelaparan akan makanan jauh lebih menyenangkan dibanding kelaparan akan kurangnya kasih sayang. Kasih sayang orang tua yang mengurang akibat kejamnya dunia kerja yang saling menantang. Saling menantang hukum alam, layaknya hukum rimba yang saling mencincang. Tak ada yang tersisa, hanya gurat kesal dan marah tatkala jam pulang mulai berdentang. Memanggil pulang namun jiwanya terkekang. Terkekang dalam lingkaran setan yang tak berkesudahan. Mengorbankan aku, anak yang (katanya) paling disayang.
Read More

Wednesday, March 11, 2015

Renungan Hari Lahir

Bertambahnya usia bukan berarti kita mengetahui akan segalanya. Bertambahnya usia membuat kita paham, tentang arti waktu yang telah lalu. Arti waktu yang telah lalu ternyata terkadang menjadi cerminan untuk memulai sesuatu yang baru. Sesuatu yang baru untuk merubah perspektif yang (pernah) salah akan maksud tanggung jawab. Tanggung jawab sebagai seorang manusia, yang layaknya sehelai daun kering yang begitu rapuh di mata angin barat. Tanggung jawab bahwa semakin bertambahnya waktu, semakin pula bertambahnya kesadaran untuk menanggung tanggung jawab itu.

Tanggung jawab? Entah karena apa, akhir akhir ini sering lupa akan namanya tanggung jawab. Tanggung jawab sebagai seorang manusia, Tanggung jawab sebagai seorang mahasiswa, atau bahkan tanggung jawab sebagai sebagai umat beragama pun mendadak lupa akan semua tindakan konkritnyal. Semua terlihat kosong. Seketika pemenuhan tanggung jawab adalah sebuah wacana. Wacana yang jauh lebih mengerikan dibanding wacana pemberian subsidi 1 triliun per tahun buat partai politik di Indonesia. Aku tak tahu. Aku tak tahu terjadi karena apa. Karena terlena akan kebebasan semu. Kebebasan semu layaknya embun pagi yang hanya bisa dinikmati sementara waktu. Karena terlena akan wanita? Ah itu Cuma omong kosong. Wanita darimana? Wanita siapa? Aku tidak tahu. Mencari jawaban sampai ke pojokan jalanan pun tak ada gunanya.
Read More

Wednesday, March 4, 2015

Apa Gunanya?

Apa gunanya menabung mendung, jika hujan pun tetap datang tatkala langit tak lagi mendung. Semua tak bisa diprediksi, seperti alam semesta yang penuh misteri. Namun dibanding alam semesta, misteri akan senyumanmu jauh lebih sulit untuk aku pahami. Entah itu senyum bahagia, senyum luka, atau senyuman terpaksa, aku tidak tahu. Satu hal yang aku tahu adalah senyuman itu bukan untuk aku.

Apa gunanya menabung harapan, jika harapan itu sendiri datang hanya untuk menikam lebih dalam. Lebih dalam dari sebelumnya, dan meninggalkannya dengan penuh luka. Luka lebar menganga merobek tiap senti kepercayaan yang ada. Mendadak musnah tak berbekas, layaknya semilir angin malam yang datang hanya membawa kesegaran semu. Kesegaran semu yang justru membuatnya semakin parah. Semakin parah dalam berharap, berharap sesuatu yang tak pasti.

Apanya gunanya memiliki mimpi, jika ternyata itu semua hanya mimpi kosong. Mimpi kosong yang tak kunjung datang, layaknya anak pedalaman yang menginginkan pendidikan yang layak untuk mereka. Buat apa memiliki mimpi, jika itu semua hanya membuatnya takut, Takut untuk bermimpi. Mimpi hanya membuat mereka takut, takut akan kenyataan yang ternyata jauh dari angan, khayalan, dan mimpi mereka. Tak ada ketakutan yang lebih menakutkan dari sebuah ketakutan akan mempunyai mimpi. Takut akan sebuah mimpi sama saja merubah diri menjadi zombie.  
Read More