Alangkah Lucunya
Lembar kosong, hanya lembar kosong yang masih terpampang di depannya. Setelah sekian lama duduk sendirian, disini, di pojokan Kafe Lagundi. Secangkir kopi hitam nampak di depannya, dingin, dan tak tersentuh. Seperti halnya gadget di sakunya yang terus bergetar sedari tadi, tanpa sempat dia angkat, apalagi dia jawab. Terpampang di layarnya, sebuah nama, nama seorang wanita yang lambat laun perlahan menjadi sebuah cerita lama yang terulang lagi dan lagi, di benaknya. Seperti hantu yang terus menghantuinya, meskipun dia sudah mengikhlaskannya pergi, kini dia muncul lagi, disini, di tempat yang sama, empat tahun lalu, dan kini dia menunggunya kembali. Waktu perlahan terus berputar, seperti halnya kepingan kenangan yang terus berputar di kepalanya, seperti sebuah proyektor yang menampilkan kilasan-kilasan akan masa lalu, yang sesungguhnya enggan untuk mengingatnya, namun juga senang untuk menontonnya berulang kali. Adalah sebuah alasan, tatkala dia memutuskan untuk enyah dari kota yan