Menulislah, Seolah-olah Besok Kamu akan Melupakannya

Sunday, November 11, 2018

Apakah Ada Bedanya?

Seribu bayangan terpantul di balik kaca, dengan nada-nada ritmis yang mengalun di dalam kepala, seakan mengimbangi suara gerimis yang perlahan semakin menjadi di atas kepala. Tiada hal lain yang bisa dilakukan, selain melihat dan mendengar apa yang terjadi di luar kepala. Segala sesuatunya terjadi begitu saja, semua pengulangan itu, semua pertanyaan itu, semua hal-hal yang sebelumnya tak pernah terpikirkan olehku, kini kembali, dan membawa satu pertanyaan untukku, Apakah Ada Bedanya?

Apakah ada bedanya? Jika hanya diam menunggu, berharap ada sebutir peluru yang menembus kepalaku hanya untuk membuktikan kepada dirimu bahwa isi kepalaku hanyalah otak yang terus menerus memikirkan kamu. Jauh sebelum itu, aku selalu bertanya, apakah ada bedanya? Jika saja semuanya itu hanyalah pertanyaan sederhana, atau setidaknya sebuah khayalan menunggu jeda di waktu hujan yang tak kunjung reda? Yang membuatku terjebak di depan pos satpam, yang mana lokasinya entah dimana.


Apakah ada bedanya? Jika pagi-pagi sekali aku ingin mandi, sekadar untuk membasuh tubuhku dari segala mimpi-mimpi tentangmu. Jelang dini hari, mataku akhirnya bisa terpejam. Terpejam dan terlelap sejenak barang waktu sejam, hanya sekedar untuk berpindah dunia, bahkan di alam mimpi pun sosok akan dirimu selalu mengejar. Apakah ada bedanya? Jika ternyata cinta adalah soal kepasrahan, aku akan mengabdi kepada diam, diam malam yang selalu melarang kedua mata untuk terpejam. Dalam kepasrahan, aku terdiam. Dalam gelap pagi, aku terpejam.

Apakah ada bedanya? Jika aku ingin menuliskan segala harapanku pada lembar-lembar buku pengharapan yang kau berikan dulu. Semestinya kamu memberi tahuku akan aturan bahwa sebelum bertanya, aku harus paham apa yang ingin aku tanyakan. Tapi, kamunya lupa untuk menjelaskan kepadaku, dan tatkala aku terlanjur bertanya kepadamu, yang jadi jawaban ialah argumen yang tak berujung. Aku ingin begitu, kamu ingin begitu, kita ingin menjadi satu, namun masyarakat berkata nanti dulu! Jangan begitu.


Apakah ada bedanya jika aku terbangun dengan kekosongan yang ramai atau keramaian yang kosong? Jauh dari itu, segalanya tampak abu-abu ketika kesadaran belum terkumpul seutuhnya. Tatkala aku terbangun di rumahmu, di rumah dia, atau di rumah orang tua, semuanya tetaplah sama, yang aku rindukan hanyalan sosokmu, sosok wanita yang memiliki nama berakhiran huruf yang sama. Terlahir setahun lebih muda dari aku yang kini berusaha untuk mengingat bagaimana sosok wajahmu. Namun bagaimana pun aku berusaha, segalanya tampak masih tak teraba oleh logika kesadaran yang membutuhkan penyegaran. Setidaknya, secangkir kopi hitam pahit dan panas itu sudah cukup membantu mengembalikan kesadaranku. Aku tidak ingin yang lain, setiap pagi yang aku inginkan hanyalah secangkir kopi, namun jauh dari lubuk hati, yang aku inginkan adalah kopi buatanmu, dan pelukanmu. Itu saja. Namun, tahukah kamu akan semua itu? Tentu saja, kamu tidak akan tahu.

Tempo hari aku terbangun dengan pikiran yang tidak pernah aku mengerti sampai saat ini. Pikiran dimana aku terbangun dengan setelan jas tanpa dasi, dengan seseorang yang menunggu di depan pintu, membawa setelan tuksedo dan sebuah kotak, yang tidak pernah aku tahu isinya. Samar samar terdengar suara orang tuaku sedang tertawa di luar ruangan. Sedangkan telepon genggamku tidak pernah berhenti bergetar oleh ribuan pesan yang masuk sekedar memberiku ucapan selamat.

Tapi, ucapan selamat untuk apa? Dan ini kotak isinya apa? Kenapa dia memberikannya kepadaku? Lalu tuksedo ini untuk acara apa? Kenapa aku ada disini? Ini dimana? Ketika aku berusaha untuk membuka kotaknya, seketika kotak itu meledak dan melemparkanku kembali secara frontal pada kenyataan yang mana ternyata dengan setelan lengkap, aku tertidur di depan pos satpam, entah dimana. Sedari tadi, Telepon genggamku bergetar tanpa henti dengan ratusan panggilan dengan nama yang sama, dengan ribuan pesan singkat di baliknya. Terlihat, nama yang sama, yaitu kamu, wanita dengan nama yang terdiri dari huruf depan dan belakang yang sama. Bertanya, kamu ada dimana?!!!

Kini segalanya terasa menjadi nyata, ketika kesadaranku masih belum pulih benar, dan aku pun masih duduk di depan pos satpam, tiba-tiba dari dalam gedung, muncul ratusan orang, dengan seorang wanita berkebaya putih berada di baris paling depan. Dan, yang membuatku semakin heran adalah wanita itu berdandan seolah dia hendak melangsungkan pernikahan, dirinya memakai kebaya putih, salah satu tangannya membawa kembang, dia berjalan tapi terlihat seperti berlari, berlari dengan sepatu berhak tinggi. Aku membayangkan betapa fatal akibatnya jika sampai dia terpeleset dengan kondisi kaki seperti itu. Minimal mata kakinya akan bergeser akibat keseleo, atau terpelintir dan terparah mungkin salah satu kakinya patah. Belum juga aku selesai membayangkan semuanya, dia sudah berdiri di depanku.

Tiada kemarahan di matanya, yang aku lihat hanyalah kekhawatiran. Belum juga aku bereaksi, dia menjulurkan salah satu tangannya, dan menarikku untuk berdiri. Jauh sebelum aku mengerti, dia malah memelukku dan menanyakan pertanyaan yang sama, pertanyaan seperti isi ratusan pesan singkat yang masuk ke telepon genggamku. Ah ternyata yang mengirimkan ratusan pesan itu kamu, begitu tanyaku. Sebelum aku bertanya lebih jauh, tampak di belakang dia, terlihat dua pasang orang tua berbatik dan berkebaya yang tergopoh berlari ke arahku, dan menanyakan pertanyaan yang sama, Kemana saja kamu?!!! Sebelum aku menjawabnya, mereka sudah menyeretku ke dalam gedung, dan mengomel secara bergantian perihal kenyataan bahwa penghulu sudah menunggu sedari pagi.

Lah, kenapa ini tulisan ceritanya jadi begini????

Ah apakah ada bedanya jika aku mengakhirinya sampai disini saja? Tanpa perlu mengubahnya atau mengganti alur cerita yang tak sesuai dengan alam pikiranku yang semakin tak tahu malu. Jauh sebelum aku ingin mengakhirinya, ternyata memang benar di depanku kini sudah ada bapak penghulu yang menanti kehadiranku.

Sebelum aku sadar akan semuanya, terasa sebuah tepukan di pundak, dengan tangan kiri yang kini mengenggam tangan seorang wanita, yang berhias henna. Dengan balutan kebaya putih, dia berjalan mengiringi tiap langkah. Dengan kesadaran yang masih di awang-awang, dia menatapku, dengan tatapan mata yang seolah sedang tersenyum kepadaku. Tanpa ampun bibirnya menyunggingkan senyuman yang bisa membuat gula batu pensiun menjadi gula.

Aku tidak tahu, sejak kapan aku mulai melangkahkah kaki, yang aku tahu kini tiba-tiba aku sudah duduk di depan penghulu yang mulai melantunkan kalimat-kalimat yang harus aku ikuti dan ulangi kalimat demi kalimatnya. Kesadaranku baru pulih benar, ketika seluruh orang di dalam ruangan, secara serempak meneriakkan kata SAH! Lalu diakhiri dengan hamdalah, yang terus berulang-ulang.

Ah apakah ada bedanya? jika sepertinya, hari ini aku tidak akan pulang ke rumah.


Karawang, 11 November 2018.

14 comments:

  1. Pasti ada bedanya kak. Antara satu keputusan dengan keputusan yg lain. Tetap semangat, apapun pilihan yg diambil.

    ReplyDelete
  2. Selamat memulai hidup baru, hanya bisa mendoakan dari jauh. Semoga sakinah mawaddah warahmah, happy ever after. Akan ada banyak beda setelah ini. Beda kehidupan lama menjadi kehidupan baru..selamattt

    ReplyDelete
  3. Sebenarnya, jika dilihat dari kronologi kejadian dan emosi yang menyertai kejadian tersebut, pasti ada bedanya. Pilihlah dengan hati yang bersih dan tetapkan pada itu. Semangat dan selamat!

    ReplyDelete

  4. enggak ada bedanya kalau enggak pernah dicoba buktinya dengan mencoba menulis apakah ada bedanya dirimu menghasilkan tulisan apakah ada bedanya. berbeda jika dirimu hanya mengawang-awang saja, mengkhayal tentang apakah ada bedanya

    ReplyDelete
  5. Kalo menurut gue, ya lakukan dulu biar tau. Kalo enggak dilakukan yaaa gak bakalan tau yaaa brader wkwkw

    ReplyDelete
  6. Tiap hal pasti punya titik perbedaannya kak. Bergeser sedikit saja waktu, kejadian, pelaku dan penulisannya juga bakalan beda. Huhu

    Jalanin aja dulu, biar tahu hasilnya. Enak-gak enak jalanin aja. Hehe

    ReplyDelete
  7. Ya kalo nggak beda hidup ini basi banget, kak. Mknoton. Lempeng. Ngebosenin. Selamat memasuki dunia yg berbeda, karena di depan bakal lebih banyak lagi hal berbeda di hadapan

    ReplyDelete
  8. hmm...
    ini tentang keraguan ya?
    si cowok itu... yang dibayangin mantannya kah??

    ReplyDelete
  9. Ada pasti ada bedanya. Kuhanya ingin mengucapkan selamat bahagia dan selamat menempuh hidup baru. kehidupan yang pasti ada bedanya.

    ReplyDelete
  10. Aku rada lemot. Tapi ya memang ada bedanya antara mimpi sama kenyataan. Antara harapan, bayangan, dengan yang dilakukan

    ReplyDelete
  11. karena Tuhan menciptakan perbedaan untuk menyatukan setiap ciptaannya mas.. Jadi jangan bertanya apakah ada bedanya, tapi syukurilah setiap perbedaan yang ada

    ReplyDelete
  12. Terkadang dalam hidup kita memang membutuhkan perbedaan, agar kita terus bergerak, berpikir dan melakukan yang terbaik setiap harinya. Yang terpenting jangan patah semangat untuk berusaha, tak harus sempurna... karena kesempurnaan hanya milik Tuhan ☺

    ReplyDelete
  13. Jangan tanyakan bedanya...
    Tanyakan...apa yang bisa menyatukan... Ceileh

    Dan jangan kebanyakan mabok ya.., biar sadar....n yang baca gak ikutan puyeng juga
    Hahahahan

    ReplyDelete
  14. saya kira ini tentang seseorang yang mau kondangan ke kawinan mantan. aduh, ketipu saya.. haha.

    alhamdulillah gak ni?

    ReplyDelete