Menulislah, Seolah-olah Besok Kamu akan Melupakannya

Saturday, September 19, 2020

One Week One Post : Pengarang Yang Menginspirasi

Negeri Senja,  

Negeri Senja, adalah buku yang ditulis oleh Seno Gumira Ajidarma; sebuah buku yang menceritakan tentang Negeri Senja dan segala kehidupan di dalamnya dari sudut pandang seorang pengembara. Negeri Senja merupakan sebuah negeri yang mana matahari tidak pernah tenggelam. Tidak ada pagi, siang, dan malam, karena sepanjang hari dilalui dalam keadaan senja. Namun di sebuah negeri dimana matahari tidak pernah terbenam, bagaimana caranya waktu berlalu? Tidak ada yang tahu.

Negeri Senja memberi pengaruh besar pada saya, terkhusus dalam hal gaya bahasa, gaya penulisan, dan pemilihan kata. Negeri Senja dituliskan dalam gaya bahasa yang mudah dipahami, dan banyak sekali kata-kata yang baru pertama kali saya temui. Selain itu, Negeri Senja memiliki Gaya penulisan cerita yang sedikit sekali dialog. Negeri Senja diceritakan menggunakan sudut pandang orang, yang mana hal ini menjadikan segala sesuatunya diceritakan secara naratif yang menjadikannya sedikit dialog dalam cerita.


Untuk gaya penulisan, Seno Gumira Ajidarma lewat Negeri Senja memberikan sebuah pencerahan sekaligus memberi saya cakrawala baru, sekaligus memberi kesadaran untuk saya. Bahwa saya tidak terlalu cakap dalam membuat cerita penuh dialog, setidaknya pada akhirnya saya menemukan gaya penulisan yang sekiranya sesuai dengan saya, Naratif.

Penulisan naratif memaksa saya untuk terus melatih kata, terus mengumpulkan kata, dan terus membiakkan kata. Caranya? Dengan banyak membaca buku. Semakin banyak buku yang saya baca, semakin banyak pula pemahaman yang saya peroleh. Cakrawala sudut pandang saya menjadi lebih luas, pikiran saya jauh lebih terbuka dari sebelumnya. Memang benar, jika buku adalah jendela dunia. Dan, dengan membaca buku, saya memperoleh banyak sekali manfaat yang bisa saya terapkan. 


Betapapun indah suatu dunia, bukankah kita selalu ingin memperluas cakrawala?
Negeri Senja

Negeri Senja, bagi saya adalah sebuah pijakan awal dalam membaca, dan menjadi pijakan untuk terus membaca, membaca, serta menulis. Seringkali kepala saya terasa begitu penuh dengan kata-kata yang tak bermakna, kata-kata yang belum menjadi kalimat, belum melekat seutuhnya dan belum lengkap, dengan menuliskannya kembali semuanya menjadi lebih jelas untuk dipahami oleh saya.

Negeri Kabut, Sepotong Senja Untuk Pacarku, dan beberapa buku-buku karya Seno Gumira Ajidarma kini sudah menjadi koleksi di perpustakaan pribadi. Dan, buku-bukunya memiliki tempat khusus di lemari buku, agar mudah dijangkau, agar lebih mudah ketika akan membacanya kembali.

Sungguh, buku-bukunya Seno Gumira Ajidarma begitu mempengaruhi saya. 

Membaca buku mengenalkan saya pada banyak hal. Salah satunya adalah buku-bukunya Seno Gumira Ajidarma, yang kemudian memberi pengaruh besar kepada hidup saya, kepada gaya penulisan saya. Namun, apakah hanya sampai sebatas membaca buku-bukunya Seno Gumira Ajidarma saja? Tentu saja tidak.

Buku-buku yang sudah saya baca setelahnya memberi jejak pada pikiran saya, yang selalu mengingatkan saya akan cerita yang sudah saya baca. Buku-buku yang sudah saya baca kemudian memberi gambaran jelas akan sebuah garis yang membentang dalam sebuah lingkup tali temali yang saling bertautan antara satu buku dengan buku yang lainnya. Seperti buku Sang Alkemis-nya Paulo Coelho, Cantik itu Luka-nya Eka Kurniawan, Tetralogi Buru-nya Pramoedya Ananta Toer, Tetralogi Laskar Pelangi-nya Andrea Hirata, Supernova-nya Dee Lestari, dan banyak lagi buku yang sudah saya baca.

Mereka kemudian menjadi satu, dan menjadikan sebuah kombinasi gaya bahasa penulisan. secara sadar dan tidak sadar telah memberi banyak pengaruh pada kehidupan saya, pada gaya penulisan saya, pada bagaimana saya melihat sesuatu di dunia ini, semuanya memberi saya perspektif dan cakrawala sudut pandang yang baru. Semuanya memberi ilmu baru.

Semua itu membuat saya berkembang. Dari yang awalnya tidak tahu apa-apa akan aksara, sastra, dan sebagainya, dengan membaca saya jadi mengetahuinya. Namun saya selalu ingat untuk tetap bertingkah seperti padi, menunduk dan merendah, karena semakin banyak buku yang saya baca, semakin banyak pula pengetahuan yang tidak saya ketahui.

Membaca buku membuat saya mawas diri, menulis membuat saya mengerti bahwa apa yang saya baca terkadang masih tidak cukup untuk membuat saya mengerti akan semuanya. Karena begitu banyaknya yang tak kuketahui tentang dunia, tentang hal-hal yang belum kutemui bahkan dalam sastra.

Pada akhirnya, buku-buku yang saya baca, telah meninggalkan jejak samar pada diri saya. Jejak yang tak terjelaskan oleh saya pada setiap tulisan yang saya buat. Namun satu hal yang pasti, gaya penulisan saya berevolusi setelah saya membaca buku Negeri Senja-nya Seno Gumira Ajidarma.


Tulisan ini disertakan dalam kegiatan One Week One Post di Warung Blogger, dengan tema:

Pengarang yang Menginspirasi Kehidupan Kita.

 

Karawang, 19 September 2020.

3 comments:

  1. Mantap Bang Famdhy. Seno Gumira juga sutradara bukan, sih? Mohon koreksinya Bang.

    Saya juga punya temen namanya Seno, Bang. Dia benci banget sama narkoba, pas dicek eh nama lengkapnya Seno to drugs. Maap, Bang lucunya segitu doang. Hehehe...

    ReplyDelete
  2. Tulisan dari buku-bukunya Seno Gumira Ajidarma kayaknya memang benar-benar mengidentikkan ke-sastra-an nya ya?

    "Bertindak seperti padi, menunduk dan merendah". Saya suka kalimat itu. Kita sebagai manusia memang penting untuk selalu teringat akan bertindak seperti padi karena memang itu tindakan yang baik dan mencerminkan sikap rendah hati ya.

    ReplyDelete
  3. Penulis baik nggak cuma bisa mahir menuangkan segala hal ke tulisan, tapi juga mahir mengajak pembaca untuk ikut menyelam ke tulisannya seakan pembaca itu mengalaminya sendiri. Terlebih kalo tulisan bisa menginspirasi pembaca, sangat bermanfaat.

    ReplyDelete