Menulislah, Seolah-olah Besok Kamu akan Melupakannya

Wednesday, April 29, 2015

Pertanyaan Bodoh

Alangkah bodohnya pertanyaanku karena memaksa memilih sesuatu yang tak kamu suka, dan tak ada yang tepat bagimu untuk memilihnya. Memaksamu untuk memilih kanan atau kiri, buruk atau baik, salah atau benar, karena apapun pilihannya pada dasarnya semua akan tak berguna. Karena kau tak akan mampu untuk menjawabnya, karena kau bukan keduanya. Kau adalah sesuatu yang lain, sesuatu yang berbeda yang tak tertulis dalam enkrispi alam semesta, sesuatu yang lain yang mana tak akan mungkin keluar penjelasan yang sekiranya sesuai dengan jalan pikiranku, pikiranmu atau pikiran mereka. Semua jawaban tidak akan mungkin keluar kalau kau tidak diusut dengan pertanyaan yang sebodoh ini. Pertanyaan bodoh yang membuatnya makin terlihat bodoh.

Read More

Aku Tak Bisa

Aku tak bisa meraba pagi
Sesaat terang, menuai ceria
Kemudian mendung, mengurung hati.*

Aku tak bisa menerka hujan
Sesaat gerimis, membuatku melayang
Seketika menjadi deras, menerbangkan semua kenangan.

Aku tak bisa mengejar angin
Sesaat terasa sejuk, membuat terlelap
Seketika mengencang, membuatku terbang
Terbang menembus bayang-bayang.

Read More

Saturday, April 11, 2015

Apa Salahnya Memilih Diam ?

Apa salahnya menjadi diam? Jika diam menjadikannya tenang, kenapa memilih bersuara lantang yang hanya menciptakan perang. Diam bukan berarti kalah, diam juga bukan berarti mengalah, tapi diam itu mencoba untuk menjadi penengah. Menjadi diam itu tak salah, namun seringkali bernilai serba salah. Terkadang diam adalah pilihan terbaik tatkala mulut mulai enggan untuk berucap dan berkata.

http://riniyuvita.blogspot.com/2013_06_01_archive.html

Diam itu tak salah, namun juga tak benar. Diam itu menanti, bukan membisu. Menanti waktu yang tepat untuk berbicara, tak asal berucap bagai senar gitar yang acak bergetar. Jangan bicara tatkala jiwamu murka, jangan berjanji tatkala jiwamu sedang tak bernyali. Bukan bermaksud menghakimi tapi hanya untuk menjaga diri. Menjaga diri dari api janji yang begitu membakar hati. Terkadang aku memilih diam bukan karena tak tahu apa-apa, tapi aku memilih diam karena enggan untuk memperkeruh suasana. Sesungguhnya aku memilih diam ketika banyak pendapat yang ingin aku sampaikan namun oleh mereka ditanggapi layaknya sebuah umpatan. Tak berguna, dan tak diapresiasi. Jadi untuk apa aku banyak cakap?

Read More

Thursday, April 2, 2015

Enaknya Dikasih Judul Apa ?

Surga dunia itu banyak sekali macamnya, kamu salah satu contohnya. Kamu itu seperti setangkup roti tawar yang berisi berbagai macam daging dan sayuran, yang mana semuanya memberikan sensasi surga dunia. Surganya mata itu senyumanmu, dan surganya telinga itu rengekanmu. Rengekanmu yang begitu manja yang mana jika Hitler mendengarnya Perang Dunia ke Dua hanyalah sebuah hasil sastra semata.

Apalah arti manisnya madu, jika dibandingkan dengan senyumanmu semua itu tak ada artinya lagi. Semua terbanting akibat pesonamu. Tawamu serenyah rengginang hari raya, dan seringaimu itu kesukaanku. Seringai wajah yang nampak begitu misterius, layaknya sebuah amplop hari raya yang tak aku tahu seberapa banyak nominal uang yang ada di dalamnya.
Read More

Tuesday, March 24, 2015

Pentingnya Rasa Penting

Dalam hidup ini, apa yang paling dibutuhkan manusia ? Kalo kata orang banyak sih, kebutuhan manusia yang paling utama itu Sandang dan Pangan. Keduanya jadi kebutuhan terpenting manusia untuk bertahan hidup. Tapi kalo menurutku sih kebutuhan utama manusia tak Cuma sandang pangan. Dengan melihat realitas jaman sekarang, kebutuhan manusia itu ada 3 yaitu Sandang, Pangan, dan Nampang. Lha kok nampang? Maksudnya itu gimana kak? Gini gini, aku jelasin dulu...


Kenapa dengan Nampang? Nampang itu maksudnya bagaimana?
Nampang itu alat untuk membawa gelas ketika sedang menjamu tamu. Itu NAMPAN! Oke maaf, serius nih haha. Nampang dalam hal ini pembahasannya diluar bahasan akan Sandang dan Pangan. Ada perbedaan pembahasan besar antara Sandang pangan dan Nampang. Perbedaannya terletak pada kepuasannya, kalo sandang pangan itu kepuasannya lebih bersifat jasmani dan ragawi tapi kalo Nampang itu kepuasannya lebih bersifat Rohani. Rohani dalam hal ini lebih bersifat akan sisi manusiawinya. Sisi dimana manusia akan merasa senang, bahagia, sedih, gembira, dan tentunya sisi dimana mereka merasa penting. Sisi manusia yang mana dihasilkan lewat serangkaian penilaian dari orang lain akan dirinya sendiri, semacam bentuk eksistensi diri.
Read More

Thursday, March 12, 2015

Hujan Kata

Hujan datang menerjang senja yang kesepian, di baliknya muncul semburat senyum malam yang temaram. Semesta datang membawa berita, berita suram di balik kenangan masa lalu yang mencoba untuk mengulang. Mengulang-ulang layaknya komedi putar yang hanya berjalan di tempat namun rasanya kayak memutar jauh menerjang cakrawala, mendaki gunung melewati lembah... *oke kalo yang terakhir itu lirik ninja hatori*

Hujan deras tangan makin meremas. Meremas setiap helai rasa yang mulai menjadi kebas. Kebas tanpa rasa, hanya sesal yang terasa. Terasa begitu perih layaknya perut yang mulai menagih untuk diisi. Aku lapar, namun hatiku jauh lebih lapar. Rasanya kelaparan akan makanan jauh lebih menyenangkan dibanding kelaparan akan kurangnya kasih sayang. Kasih sayang orang tua yang mengurang akibat kejamnya dunia kerja yang saling menantang. Saling menantang hukum alam, layaknya hukum rimba yang saling mencincang. Tak ada yang tersisa, hanya gurat kesal dan marah tatkala jam pulang mulai berdentang. Memanggil pulang namun jiwanya terkekang. Terkekang dalam lingkaran setan yang tak berkesudahan. Mengorbankan aku, anak yang (katanya) paling disayang.
Read More

Wednesday, March 11, 2015

Renungan Hari Lahir

Bertambahnya usia bukan berarti kita mengetahui akan segalanya. Bertambahnya usia membuat kita paham, tentang arti waktu yang telah lalu. Arti waktu yang telah lalu ternyata terkadang menjadi cerminan untuk memulai sesuatu yang baru. Sesuatu yang baru untuk merubah perspektif yang (pernah) salah akan maksud tanggung jawab. Tanggung jawab sebagai seorang manusia, yang layaknya sehelai daun kering yang begitu rapuh di mata angin barat. Tanggung jawab bahwa semakin bertambahnya waktu, semakin pula bertambahnya kesadaran untuk menanggung tanggung jawab itu.

Tanggung jawab? Entah karena apa, akhir akhir ini sering lupa akan namanya tanggung jawab. Tanggung jawab sebagai seorang manusia, Tanggung jawab sebagai seorang mahasiswa, atau bahkan tanggung jawab sebagai sebagai umat beragama pun mendadak lupa akan semua tindakan konkritnyal. Semua terlihat kosong. Seketika pemenuhan tanggung jawab adalah sebuah wacana. Wacana yang jauh lebih mengerikan dibanding wacana pemberian subsidi 1 triliun per tahun buat partai politik di Indonesia. Aku tak tahu. Aku tak tahu terjadi karena apa. Karena terlena akan kebebasan semu. Kebebasan semu layaknya embun pagi yang hanya bisa dinikmati sementara waktu. Karena terlena akan wanita? Ah itu Cuma omong kosong. Wanita darimana? Wanita siapa? Aku tidak tahu. Mencari jawaban sampai ke pojokan jalanan pun tak ada gunanya.
Read More