Menulislah, Seolah-olah Besok Kamu akan Melupakannya

Showing posts with label Puisi. Show all posts
Showing posts with label Puisi. Show all posts

Saturday, May 2, 2020

Mencoba Menulis Kembali

Lantas apa lagi yang mesti kutulis, jika segalanya hilang dan tak terbaca
Kenangan lamat-lamat memudar, harapan hari esok hanya mimpi-mimpi mencekam
Sekali waktu, besok, lusa atau hari yang tak mengenal musim
Aku mungkin hanya bisa mengenangmu, hanya bisa mengenangmu.
(Nissa Rengganis, Tentang Mata dan Sebuah Kota Tak Bernama)

Lantas apa yang harus aku tulis? Jika rasa dan kata perlahan memudar, lalu lenyap dalam ketiadaan. Tiada lagi yang tersisa, selain abu dan remahan kalimat yang berserakan di dalam kepala. Hujan tidak mengenal musim, di dalam kepalaku, ia bisa menciptakan banjir bandang yang menghanyutkan segalanya, termasuk aku beserta kata demi kata, yang tidak sempat dituliskan oleh aku, dan menjadikannya niscaya lalu lenyap dalam ketiadaan yang nyata.
          Sepanjang malam, aku dan pikiranku saling berdialog, berdiskusi perihal segalanya, perihal semua kata-kata yang sudah dibebaskan, dan berbagai macam upaya yang akan dilakukan untuk menjemput lagi semuanya. Mengantarnya kembali kepada aku yang kini sedang berusaha mengingat lagi perihal caranya merangkai kata demi kata, kalimat tiap kalimat. Dan, semuanya dimulai tanpa aku sadari...

Read More

Saturday, September 10, 2016

Cerita Alena

Bukan bermaksud meratap, atau berharap ditatap, tapi sekiranya pernahkah mulutmu mengecap, kata yang tak pernah terucap?

Bagi setiap manusia, menangis adalah hal yang biasa. Tapi tidak dengan aku yang tak terbiasa untuk mencurahkan rasa lewat cucuran air mata. Aku hanyalah wanita biasa, yang lebih sering tertawa gila daripada berurai air mata. Aku wanita biasa, yang lebih mudah jatuh dari tangga daripada jatuh cinta. Jatuh cinta itu rasanya bagaimana? Apakah rasa sakitnya akan sama dengan jatuh dari tangga? Aku tidak tahu, dan aku ingin tahu. Sejak saat itu. Sejak kepergiannya dulu. Entah berapa lama waktu berlalu, aku tak tahu.

Read More

Wednesday, April 29, 2015

Aku Tak Bisa

Aku tak bisa meraba pagi
Sesaat terang, menuai ceria
Kemudian mendung, mengurung hati.*

Aku tak bisa menerka hujan
Sesaat gerimis, membuatku melayang
Seketika menjadi deras, menerbangkan semua kenangan.

Aku tak bisa mengejar angin
Sesaat terasa sejuk, membuat terlelap
Seketika mengencang, membuatku terbang
Terbang menembus bayang-bayang.

Read More

Wednesday, August 27, 2014

Kisah Sebutir Air

Sehelai daun bersolek butiran air
Berkilau diterpa cahya Sang Surya
Berbinar berucap, Tengoklah Aku!
Kini aku kecil, menebar di atas daun
Tapi darisetitik kan jadi sebutir
Menyatu jatuh ke bumi nan ramah.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi1u4mVBNDAwRLZ4SebUIHwLEuCyr2ds6R_2ZllljHqeYOw9KOqeb0HmR4yVNvdMzrNJ2M03cd2e522wigpAx14FiqKdH6YtO-b8yiVaVzTzsdKfKIGHO7A8w3X9IJtV8IT68mBl3aiM0l_/s320/red-rose.jpg


Disini aku berkumpul dan berbaur
Bersenda ria di karpet dedaunan
Mengikuti jalinan akar dan rumput
Berbaris, membesar dan mengalir
Ada yang di atas alur bebatuan
Ada yang di dalam kegelapan bumi.

Di riak tebing berbatu, aku bersorak
Dan terus membesar, saling sapa
Gemericik berubah menjadi gemuruh
Berdebur di arus gunung berbatu
Menerjang apa saja yang menghalang
Dan tak ada yang kuasa menghentikan.

Read More

Monday, August 4, 2014

Antara Aku, Kamu, dan Tempat itu

Indah, itulah namamu. Begitu indah untuk disebut dalam tiap bait doa.
Doa yang selalu dilantunkan dalam setiap kata.
Setiap kata yang terbalut akan puja dan rasa harap.
Harap akan cinta dan sejuta rasa.

Indah, begitulah suara candamu. Tawa canda bagaikan sebuah melodi.
Melodi, bagiku kamu adalah melodi. Melodi syahdu yang mengalun dalam setiap rindu.
Rindu akan kamu, rindu akan tatapan matamu, rindu akan senyummu yang malu-malu.
Malu, hanya itu yang ada di hatiku ketika melihatmu tersenyum padaku. Ah saya malu.

Dulu, tapi itu dulu. Sekarang kamu sudah beda.
Beda rasa dan beda raga, itulah kamu.
Kamu yang dulu hanya biasa ku lihat di pelataran sekolahmu.
Pelataran sekolah jadi saksi dimana kamu dan aku berpisah.
Berpisah bukan karena aku, tapi karena mereka.
Mereka yang berlagak layaknya jagoan telah merenggutmu pergi.
Pergi jauh, sejauh apapun itu tak akan pernah bisa aku raih.
Meraihmu laksana meraih buih dalam telaga, dan itu susah.
Begitu susah karena sekarang kamu sudah terkubur di dalam tanah.

-______________________________________________________-
Read More

Friday, April 18, 2014

Angin dan Pengembara

Angin pedih mencambuk wajah
Gerimis bertubi-tubi membasahi pakaian
Membawa dinginnya es dan salju
Hilang sudah lembutnya saat-saat indah.

Bebukitan dibungkus kemurungan
Sinar mentari redup dan suram
Pengembara berharap ada di rumah
Pelancong menyesal ada dalam kedinginan

Angin menambahkan dingin pada salju
Salju membuat angin menggigit lebih tajam
Seperti bulir bunga willow, butiran salju berputar
Menari liar bagaikan bulu-bulu angsa berterbangan berputar
Membuta arah menghapus bumi dan langit
Penyair pencari bunga plum mensyukurinya
Namun hati pengembara tersayat rindu
Read More