Dalam usaha yang
sia-sia, sebaris kalimat dituliskan dengan tergesa. Seolah hendak menutupi kenyataan
bahwa segala sesuatu kini tak lagi sama. Beberapa kalimat yang terbaca terdiri
dari beberapa kata yang tak lagi memiliki makna. Jauh sebelum segala sesuatunya
menjadi nyata, namun kini tiba-tiba keputusasaan begitu terasa, dengan
kebangkrutan seketika menjelma menjadi burung bangkai yang terbang mengitari
dirinya yang kini penuh dengan rasa putus asa.
Putus asa yang tak terjelaskan oleh dunianya, dunia yang kini secara pasti nyaris ditelan bulat-bulat oleh kenyataan yang begitu pahit. Sebulan terakhir tidak banyak variasi yang muncul dari dunianya, selain tulisan bernada sama, dengan tema yang tak jauh berbeda, yang semuanya diakhiri dengan lampiran daftar riwayat hidupnya. Menulis lamaran kerja.
Mencari kerja, semakin hari terasa begitu tidak jelas akan hasilnya, walau beberapa menghasilkan panggilan-panggilan wawancara, tes-tes, dan bahkan beberapa diantaranya mencapai tahap wawancara terakhir, hanya saja, entah bagaimana, hasilnya selalu sama, kegagalan, kegagalan, dan kegagalan. Entah berapa banyak kegagalan yang sudah terjadi, bahkan jumlah jari di kedua tangan pun sudah tidak cukup untuk menghitungnya.
Kata orang berduit, bahagia itu sederhana, cukup bisa berkumpul bersama keluarga dan menikmati hidup yang sederhana. Mereka seolah lupa, bahwa kenyataan mereka sudah tidak lagi memikirkan duit untuk mengepulkan kompor mereka. Kata orang berduit yang lainnya, duit tidak menjamin kebahagiaan seseorang. Itu benar, namun celakanya hal itu hanya berlaku untuk mereka saja yang berduit. Mereka lupa, bahwa dengan adanya duit, akan dimudahkan segala sesuatunya, termasuk segala sesuatu yang berkaitan dengan kebahagiaan.
Coba tebak, berapa banyak orang yang memilih tersenyum di dalam bis kota daripada memilih menangis di mobil mewahnya? Jika hal itu bisa dijadikan ajang bertaruh, berani jamin, dengan taruhan potong telinga sekalipun, orang-orang akan memilih pilihan yang kedua. Persetan dengan dunia, persetan dengan rasa bahagia, asalkan jadi orang berduit, segala kebahagiaan dunia bisa diusahakannya. Memang benar, kebahagiaan tidak bisa dijamin dengan uang, namun dengan uang segalanya bisa diusahakan, termasuk usaha mendapatkan kebahagiaan. Dengan uang, segala pintu yang berisi kebahagiaan bisa dengan mudah mereka raih.
Tanpa ampun, mereka menggunakan frasa “Banyak Duit Tidak Menjamin Kebahagiaan” kepada orang-orang yang bekerja hanya untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sampai tanggal gajian berikutnya. Tanpa ampun, mereka memamerkan kemewahan hidupnya kepada orang-orang yang dia gencet hidupnya hanya untuk menjadikan dirinya semakin kaya. Banyak yang tidak menyadari semuanya, namun banyak pula yang menyadarinya namun tidak peduli akan hal itu, karena selama hidup mereka senang, persetan dengan urusan orang. Percayalah, tak banyak orang yang peduli apa pun yang bukan urusannya.
Malam semakin larut, namun pikiran semakin kusut. Segala sesuatunya semakin sengkarut bila dihadapkan pada kenyataan bahwa sebentar lagi dirinya akan bangkrut. Sungguh sebuah mimpi buruk yang bahkan tak pernah dimimpikan seumur hidupnya, hidup bangkrut, dengan menanggung vonis sebagai orang yang tak memiliki pekerjaan, menjadikan hal itu sebagai tontonan bahkan beberapa orang menjadikannya sebagai pelajaran, bahwa segala sesuatunya harus dilakukan, agar selamat, tidak peduli jika harus menjilat-jilat, kepada atasan mereka atau kepada siapa saja yang memiliki kuasa atas hidup mereka.
Sekali lagi, tidak banyak yang peduli, bahkan kata-kata pun sudah tidak dipedulikannyaa, sudah lama barisan prosa sudah ditinggalkannya, bahkan beberapa buku-buku koleksi sudah meninggalkanya, dan menukarkannya dengan beberapa lembar duit yang dibutuhkan di masa-masa penuh pailit. Lemari dan rak-rak buku kini terasa semakin lengang, begitu kosong, nyaris tidak ada lagi buku, yang tersisa hanyalah angin, angin, dan angin. Demi duit, segala sesuatunya kini diupayakan sedemikian rupa, semua demi duit.
Orang-orang hanya melihat dari sudut pandang mereka yang sempit, tidak pernah mencoba untuk merasakan bagaimana bila berada di posisinya, dan bila pun enggan untuk merasakannya, setidaknya mereka mencoba untuk melebarkan sudut pandangnya, agar segalanya tidak terlihat jelas. Namun apa peduli mereka, mereka tidak peduli, persetan dengan urusan yang bukan jadi urusannya. Selama perut kenyang, urusan lainnya peduli setan.
Sudah lebih satu bulan, usaha dalam pencarian sudah diupayakan. Benar kata orang, jaman sekarang, mencari pekerjaan tidaklah mudah, butuh beberapa lembar rupiah berwarna merah untuk melancarkan segala sesuatunya. Bilamana tidak memiliki itu semua, asalkan ada kenalan orang dalam, urusan mencari pekerjaan bisa menjadi mudah, begitu kata orang-orang.
Tidak mengiyakan, tidak pula menolaknya. Segala sesuatunya kini bisa terlihat abu-abu, tidak ada lagi garis batas yang membatasinya, semuanya bisa membaur menjadi satu. Tanpa terkecuali, sampai pada akhirnya tiba-tiba roda waktu datang, menerjang, dan menggilasnya tanpa ampun.
Terjaga, jam dua dini hari, suasana terasa begitu sepi, terasa begitu sunyi, tidak ada apa-apa, tidak ada suara, hanya rasa putus asa, yang terkadang mendenging mondar-mandir di dekat telinga, seperti nyamuk yang tidak lagi peduli akan hidupnya, seperti sedang menanti dua tangan menggamparnya. Meremukkannya dalam kepastian yang tak terbantahkan.
Dan, dalam usaha terakhir yang sia-sia, dengan tergesa dituliskannya beberapa kalimat yang tak lagi memiliki makna, dan hendak menyampaikan bahwa akhir tulisan sudah diratakan menjadi tanah, yang kini sudah tidak lagi basah oleh darah dan sumpah serapah. Namun terganti oleh doa-doa, dan semangat baru yang semakin membuncah.
Sebagaimana, kenyataan yang akhirnya menyadarkan, bahwa di dunia ini; Tidak ada yang benar-benar salah. Bahkan, jam rusak pun bisa benar dua kali dalam sehari.
Tulisan ini berat, tapi daging banget sih soal berduit ... sepertinya kebahagiaan dan kehidupan setiap orang berbeda. Berduit atau enggak seperti sudah ada masalahnya sendiri. Pada akhirnya enggak salah tentang persepsi apa pun karena tergantung yang mengalami. Terima kasih sharingnya!
ReplyDeleteKadang hidup di dunia ini memang tak selalu adil. Oleh karena itulah Tuhan mempersiapkan hari pengadilan kelak.
ReplyDeleteKita selalu didorong dan diberi mimpi, bahwa dengan bekerja keras semua pasti kan terpenuhi. Padahal di sistem awur-awuran seperti ini, sekeras apapun kita bekerja pada akhirnya hanya akan jadi manusia biasa saja.
Huahh memang rasanya melelahkan sekali terus melamar tapi tidak diterima dimanapun, entah apa yang salah sampai tidak ada kabar selanjutnya dari proses lamaran yang dilakukan. Tapi bagaimanapun caranya, seperti apapun bentuknya segala kegiatan, aktivitas harus bisa produktif dan menghasilkan walau tidak banyak. Bersyukur selalu, semoga dilain kesempatan bisa bekerja tetap seperti orang pada umumnya.
ReplyDeleteSetuju aku. Memang benar tak selamanya uang membawa bahagia. Tapi kalau kita ga punya uang itu malah lebih banyak atau cenderung ga bahagianya. Karena pasti menyesakkan kalau ortu butuh uang tapi kita tak bisa memberi. Itu cuma salah satu contoh saja
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteSejak pandemi, peluang bekerja memang semakin sulit. Lantaran perusahaan-perusahaan banyak yang mem-PHK karyawan, bukannya membuka rekrutmen. Mau gak mau, cari peluang sendiri untuk cari duit.
ReplyDeleteTulisannya lumayan berat tapi mengandung makna yang bermanfaat sekali. Saya setuju tentang masalah uang memang benar nggak selamanya uang bisa membuat kita bahagia tapi kalau kita nggak punya uang rasanya juga susah. Jadi menurut saya kita harus lebih mensyukuri apapun pemberian tuhan terhadap kita sih mau itu diberi rejeki banyak atau sedikit asal kita selalu bersyukur pasti mendatangkan nikmat dan kebahagiaan.
ReplyDeleteSudut pandang setiap orang memang berbeda. Ketika melihat orang lain biasanya akan meremehkan, namun saat mengalami sendiri suatu permasalahan atau kondisi dia melakukan hal yang sama, dan membela, kamu ga tahu sih rasanya. Mending lebih baik selalu bersikap positif kepada apa yang dialami orang lain ya, kak.
ReplyDeleteSejak tinggal di Cikarang saya semakin sering melihat orang-orang yang butuh pekerjaan butuh dilancarkan dengan beberapa lembar rupiah berwarna merah, persis seperti pada tulisan ini. Pekerjaan semakin sulit didapatkan tanpa mengeluarkan uang.
ReplyDeleteKita selalu berpikir salah padahal bisa jadi itulah yang paling benar diantara yang salah tersebut semoga tidak salah mengambil keputusan
ReplyDeleteTidak ada yg benar dan tidak ada yg salah, karena -menurutku- semua benar berdasarkan konteks masing2.. Bagaimanapun..mari tetap semangat berjuang..dan terus bersyukur..
ReplyDeleteSaya setuju bahwa "jika berduit, segala kebahagiaan bisa diusahakan". Orang yang berduit namun tidak bahagia adalah orang yang tidak mensyukuri nikmat dari Tuhan.
ReplyDeleteKadang manusia lupa ntu namanya bersyukur, perlu diingatkan kembali memang. Hal spele pun kadang jg diagggap remeh.
ReplyDeleteSetuju sama judulnya, tak ada yang benar-benar salah. Pun tak ada yang benar-benar benar. Semuanya relatif.
ReplyDeletePada kenyataannya ada orang yang bergelimang harta tapi tiap hari sakit hati karena tak nyaman tinggal bersama orang yang dibenci. Atau ada ibu yang pekerjaannya jualan hasil kebun di pasar dengan hasil yang sangat minim, tapi bahagia karena merasa cukup.
Semangat!
jauhkan lah kita dari kata putus asa kang, karena manusia itu bisa hidup dan kuat jika mampu beradaptasi. Semoga apa yang diusahakan sekarang akan memberikan kecerahan di masa yang akan datang. Penuh cita dan semangat baru yes!
ReplyDeleteMencari pekerjaan kini persaingannya makin ketat. Pernah merasakan berkali-kali melamar pekerjaan namun hasilnya nihil. Meski berat harus percaya bahwa segala sesuatu pasti ada hikmahnya.
ReplyDeleteAku merasakan hal yg sama saat kini, ketika mendapatkan pekerjaan tak mudah. Sekalinya dapat ada2 saja yg membuatku harus berhenti. Tapi gapapa mari kita nikmati kegagalan demi kegagala di masa muda ini. Tak ada yang benar-benar salah, begitu jga takdir kita skrg.
ReplyDeletePertanyaan memilih bahagia di bis atau menangis di mobil mewah akan mendapatkan jawaban beragam sesuai dengan definisi bahagia atau pengalaman yang spesifik. Mereka yang tangguh akan memilih yang pertama, menurutku. Dan ya memang salah benar itu bukan sesuatu yang ketat karena kita makhluk yang plural.
ReplyDeletePerspektif yang baik mengenai uang. Ini agak kontradiktif jika kita menggunakan sepatu orang lain yang sangat membutuhkan uang untuk melunasi hutang, misalnya..
ReplyDeleteJadi it's true.. Uang bukanlah satu-satunya sumber kebahagiaan. Tapi kalau gak ada uang, bahagia pun jadi terasa lebih berat.
Semoga kita termasuk orang-orang yang dimampukan untuk selalu lebih 'membumi', dengan apapun keadaan kita.
ReplyDeleteBetapapun, hati dan otak yang dikeraskan oleh harta benda duniawi, fitrahnya adalah menjadi manusia yang kering kasih sayang, kepedulian pada sesama, apalah lagi pada dunia yang ditinggalinya dan membantunya terjaga hidup.
part gagal dalam mendapat pekerjaan ini berkali-kali saya alami. dulu, sebelum diterima sebagai karyawan di kantor lama, puluhan kali saya mendapat panggilan tes dan wawancara namun gak satu pun yang berhasil. Pun demikian saat saya tes cpns, kurang lebih 10 tahun baru saya akhirnya dinyatakan lolos
ReplyDeleteAkupun sempat depresi masalah melamar kerjaan. Karena di saat teman-teman sudah diterima kerja dan menjalani kehidupan work lyfe, sedangkan aku masih sibuk print lamaran sana sini. Bener-bener melelahkan kalau diingat-ingat kembali.
DeleteBagi saya memang uang tak selalu memberi kebahagiaan, tapi tanpa uang juga tidak ada yg namanya kebahagiaan
ReplyDeleteSemuanya butuh buang, g hanya untuk menjalani hidup, orang mati juga butuh uang
Biaya kain kafan, makam, dll
emang suka dilema ya kak sama pilihan-pilihan di depan mata huhu, suka jadi jokes nih money can't buy happiness but everything needs money LOL
ReplyDeletegagal berkali-kali bukanlah alasan untuk kita berhenti mencoba dan berusaha yaa. saya adalah pejuang yang berkali-kali gagal sebelum akhirnya berhasil meraih cita-cita
ReplyDeleteMenariknya juga tulisannya, disusun dengan rima yang menghiburnya jiwa. Pada akhirnya memang soal sudut pandang, bagaimana kita melihat sesuatu dari ketepatan kacamata. Tapi adakah sesuatu yang disebut tepat, atau akurat sementara isi dunia ya timbang-timbang, ibarat bandul atau pendulum yang bekerja? Yang terjadi sekarang mungkin belum sesuai harapan, tapi jelas bukan hal yang menyebalkan walau kenyataannya jauh api dari panggang.
ReplyDeleteMenarik pula kalimat 'banyak uang tak menjamin kebahagiaan' karena faktanya mereka yang berduit tetap punya banyak pilihan, termasuk untuk memilih kutipan. Terima kasih sudah diingatkan!
Intinya uang jangan jadi patokan, tpi jangan dianggap remeh jg jadi ga ada usaha.karena apa2 sekarang butuh duit
ReplyDeletetamparan nih buat orang berduit..:D, salut sama mas fandhy..artikelnya unik dan realita banget sih..salam kenal
ReplyDeleteSaat lulus kuliah, aku sempat nganggur 2 bulanan. Selama 2 bulan ga kehitung berapa lamaran kerja yang kumasukkan dan berapa kali ikut tes. Kukira 2 bulan itu waktu yg lama, ternyata di luar sana banyak yg lebih dari itu. Lalu saat resign karena menikah, sebelum benar2 off dari pekerjaan pertamaku, aku udah lgsg dpt pekerjaan baru di kota suamiku bekerja. Jadi ya santai aja. Yang paling berat adalah ketika aku resign lagi karena fokus ke keluarga dan anak, lalu ketika anak2 sudah besar dan mau mencari kerja lagi, sudah lebih dari 3 bulan gagal trs. Yang aku terima adalah penolakan demi penolakan. Sampai wawancara pula hiks
ReplyDeleteTapi aku skrg tahu bahwa rezekiku yang berupa duit ga hrs dari bekerja ikut orang. Bisa aja dari pekerjaan lepas, atau ya rezekiku yang Allah titipkan melalui suami. Aku mulai melihat gambaran besarnya
ReplyDeletebanyak yang bilang "kebahagiaan tidak bisa dibeli dengan uang" tapi pengen apa tetep butuh uang
ReplyDeletelagi dan lagi yang yang berbicara.
Kadang memang kita acuh tak acuh dengan urusan lain, karena ngurusi urusan sendiri juga ribet. Acuh bukan berarti nggak peduli juga, selama masih biisa saling membantu, ya dibantu
Semangat ya Kak. Ada kalanya memang kita berada pada titik nggak ngenakin soal keuangan karena nggak semua kebahagiaan bisa didapat dengan uang tapi uang ya dibutuhkan. Ahhh terus bersyukur ajalah pokoknya.
ReplyDelete