Suatu pagi aku terbangun dengan rasa aneh di kepala,
dengan sebuah rasa yang tak bisa aku jelaskan dengan kata-kata. Pagi itu,
umurku hampir dua puluh lima, umur dimana konon katanya bagi sebagian perempuan
adalah umur yang wajib untuk segera menikah, takut jadi perawan tua, begitu
kata para tetangga. Tapi setidaknya di umurku yang hampir dua lima tahun ini
sebuah cerita tiba-tiba berputar di kepala. Meskipun masih tampak samar-samar,
namun bayangan itu mengingatkanku akan sesuatu.
Sejenak memberi jeda kepada pikiranku untuk
memproses lebih jauh, aku putuskan untuk menjerang air, berharap secangkir kopi
hitam mampu membuat bayangan itu menjadi lebih jelas. Tak berapa lama,
secangkir kopi hitam tanpa gula sudah tersaji di atas meja. Aku rengkuh tubuh
cangkirnya sejenak untuk meresapkan hangat tubuhnya. Entah kenapa, ketika aku
sesap secangkir kopi hitam itu untuk kali pertama, seketika bayangan yang tadi
buram mendadak menjadi jelas. Membentuk sebuah cerita, membentuk sebuah nama, seketika menjelas menjadi sebuah roman muka, seorang laki-laki berkacamata.