“Mulailah menulis, jangan
berpikir. Berpikir itu nanti saja. Yang penting menulis dulu. Tulis draft
pertamamu itu dengan hati. Baru nanti kau akan menulis ulang dengan kepalamu.
Kunci utama menulis adalah menulis, bukannya berpikir."
Terkadang, jauh lebih mudah menuliskan sesuatu
dengan bebasnya tanpa perlu memakai batas-batas tulisan yang bernama kerangka.
Seperti halnya dulu, ketika Gusdur masih menjadi orang nomor satu, Bahasa
Indonesia adalah pelajaran favoritku, mengarang bebas adalah keahlianku. Namun
dulu adalah dulu, dan kini adalah kini. Semakin banyak aku merasa tahu, semakin
banyak pula aku tidak tahu, salah satunya adalah tentang bagaimana menulis yang
baik dan benar. Baru sadar, ternyata tulisanku masih banyak kekurangannya.
Suatu waktu, seorang Lelaki Tua pernah berkata
kepada sahabatnya, “Barangkali aku harus
bercerita dengan duka suatu saat, pada umur kita, akan berjumpa persimpangan
seperti jalan bercabang dua. Dimana aku telah berjalan pada salah satunya,
jalan yang jarang sekali dilalui. Dan disitulah perbedaan kita...”*