Salah satu cara terbaik untuk memulai menulis adalah dengan membayangkan apa yang hendak dituliskan. Namun, bagaimana apabila dirimu tidak punya bayangan tentang apapun, padahal dirimu ingin sekali menulis? Maka, meracaulah. Meracaulah, tulislah semua dengan bebas.
Anggap saja di depanmu adalah sebuah cermin, yang mana setiap kali dirimu memandang cermin, pantulan yang tercipta bukanlah dirimu, namun dirimu di masa lalu, atau bahkan orang lain. Maka bertingkahlah sesukamu, maka apa yang tertampil di cermin adalah gerakanmu. Iya, aku tahu, semua juga tahu, bahwa semua itu pantulan dirimu. Lucu saja, kalau menganggapnya begitu. Lain cerita kalau kemudian yang muncul adalah sosok lain.
Sosok lain yang memancingmu untuk mendekat, jauh lebih dekat dengan cermin, lalu tiba-tiba Ketika tersadar dirimu sudah tertukar. Dirimu yang asli terjebak di dalam cermin, dan yang seharusnya ada di dalam cermin menggantikan dirimu di dunia nyata. Membingungkan bukan?
Sensasi aneh perlahan merasuki bawah sadar, seolah hendak mengatakan padamu bahwa semua itu mimpi, namun setiap kali hendak melangkahkan kaki, tapi badanmu enggan beranjak pergi. Aneh sekali bukan? Untuk pertama kalinya, mungkin akan terasa begitu mengerikan, dan membuatmu panik. Apalagi Ketika melihat dirimu tembus pandang, melayang, sembari di bawahmu ada tubuhmu yang terlelap seolah sedang tertidur. Hendak kembali, namun belum waktunya kembali. Dan, Ketika berhasil kembali ke tubuhmu, rasanya itu seperti mimpi buruk, namun mimpi buruk yang menyenangkan. Bukan begitu?
Kemudian, Ketika dirimu menghadapi persoalan dan urusan duniawi setiap hari, rasanya dirimu ingin sekali kembali ke tempat itu, bukankah begitu? Meskipun mengerikan, namun ternyata dunia nyata jauh lebih mengerikan, begitu katamu. Sampai kemudian di waktu malam, tanpa sengaja dirimu terpejam sebelum waktunya, lalu terbangun di dunia kaca. Dengan rumah tua yang menjadi pantulannya, tidak ada apa-apa disana, hanya ada kamu dan rumah tua.
Sekarang atau tidak sama sekali, begitu pikirmu. Ketika perlahan kaki, melangkahkan Langkah pertama. Wah, tumben sekali bisa merasakan Langkah kaki?
Perlahan-lahan kakimu mendekati rumah itu, samar-samar terdengar suara dari dalam rumah. “Tutup matamu, anak muda. Tutup matamu.” Dan, Ketika dirimu menutup mata, maka kejutan yang lainnya pun tercipta. Seketika dirimu tersedot entah kemana, dan tiba-tiba bayangan rumah itu berpudar dan berganti dengan bayangan baru, bayangan di dalam rumah. Entah rumah yang mana. Semoga saja bukan rumah tua.
Interior rumahnya mengingatkanmu akan rumah orang tuamu, rumah tua tempatmu dilahirkan, rumah tua tempatmu beranjak dewasa, sampai suatu Ketika di lantai dua, dirimu mendengar suara dari luar. Kau pun beranjak mendekat ke jendela, dan menyibak tirai penutup jendela, seketika cahaya matahari menembus jauh, menyilaukanmu, sekaligus menarik segala kenangan tentang rumah itu sampai hari terakhirnya. Hari dimana rencana walikota meminta orang tuamu, untuk segera mengosongkan rumah. Belum juga dirimu habis bergerak, tiba-tiba rumah terasa runtuh, dan perlahan dirimu pun meluruh, luluh, dan bersimpuh, di depan cermin, bersimbah peluh.
Nafasmu belum teratur benar, sebelum dirimu mendengar suara, seseorang yang bertanya:
“Anak muda, maukah kau memberitahuku. Mengapa aku disini?” Dirimu masih belum sadar, darimana suara itu berasal, sampai kemudian dirimu menatap ke cermin, dan melihat sosokmu namun dalam versi tua, kembali bertanya pertanyaan yang sama.
“Anak muda, Anak muda, maukah kau memberitahuku. Mengapa aku disini?”
Setelah tahu darimana asal suara, dirimu pingsan seketika.
Samar-samar masih terdengar, suara-suara yang memanggilmu berulang kali:
Anak muda, anak muda,
anak muda,
sadarlah anak muda.
Anak Muda!
Dan begitulah, pada akhirnya dirimu terbangun di pagi hari. Hari yang baru, bulan baru.
Jadi keinget scene Bloody Mary di Film Paranormal Activities, hehehe.
ReplyDeleteAku suka heran, kenapa ya orang-orang bisa sering mengalami mimpi. Terus mimpinya seru-seru, sampai bisa diceritakan ulang.
Lha aku mah kalo tidur berasa kayak ke-skip aja gitu. tau-tau udah pagi.
Kalau lagi stuck mau nulis apa emang kudu setengah dipaksa free writing ya Kak. Biar keluar kata-katanya. Nanti diedit belakangan. Kalau gak gitu ya gak nuliis-nulis.
ReplyDeleteMenulis dengan bebas tanpa aturan. BIasanya memang bisa mendapatkan ide. Makanya, aku tuh kalau lagi nggak punya ide ya benar nyerocos saja terus ditulis gitu. Hehehe....
ReplyDeleteSeketika kalau stuck ide buat menulis. Memang benar jadi kebawa dalam imajinasi dan mimpi, membayangkan ide2 hadir dengan bentuk kita di masa kini, masa lalu, atau masa depan hingga kita bisa menulis bebas dengan berimajinasi.
ReplyDeleteWriter's Block sangat normal terjadi pada setiap penulis. Biasanya punya cara masing masing supaya bisa menulis lagi dengan lancar. Cara seperti dalam tulisan ini juga amat bisa dilakukan supaya imajinasi dan aliran tulisan lancaar
ReplyDeleteApakah ini mimpi dalam mimpi?
ReplyDeleteRasanya menjadi semakin nyata ketika terbangun di pagi hari. Memang sebaiknya menumpahkan ide dengan tarian pena yang kini bisa digantikan dengan menulis di lembaran digital. Semoga di hari yang baru, kita selalu memulai dengan semangat baru yang positif.
Stuck ide karena menulis?
ReplyDeleteWah keren juga meliarkan imajinasi seperti itu.. membuat khayalan menjadi sebuah umpan!
meracaulah seperti tulisan itu bukan dari diri kita, tapi sosok diri kita yang tersembunyi, kita bayangkan, atau kita impikan. kalau sudah terlalu nyaman seperti itu, kira-kira apa kita bisa kembali ke diri sendiri atau itulah diri kita yang sekarang? :)
ReplyDeleteBayanganku malah aku lagi nonton drakor baca ini mas hahahha. Keren ya imajinasi penulis tuh. Kalau lagi buntu aja begini apalagi nggak buntu tambah seru
ReplyDeletekadang mimpiku juga seru tapi kadang nge-blank aja gitu :D
ReplyDeleteDi saat bingung mau nulis apa, tulis aja apa yang ada di angan-angan, seketika ratusan kata pun tercoret di kanvas
ReplyDeleteAda kata-kata Mbak Virginia World yang amat menarik:
ReplyDelete"Kata-kata seperti halnya kita, untuk dapat hidup dalam ketenangannya, membutuhkan wilayah pribadi mereka. Kata-kata, menginginkan kita untuk berpikir, dan mereka menginginkan kita untuk merasa; sebelum kita menggunakannya; tetapi mereka juga ingin kita berhenti sejenak; untuk menjadi tak sadar. Ketidaksadaran kita adalah wilayah pribadi mereka; kegelapan kita adalah cahaya bagi mereka“