Menulislah, Seolah-olah Besok Kamu akan Melupakannya

Tuesday, November 30, 2021

Memilih Untuk Berhenti

Adalah kenyataan, yang membuatku tersadar bahwa banyak hal yang tidak bisa dilakukan ketika diriku ditimpa begitu banyak beban pekerjaan. Dengan waktu yang terbatas, tenaga yang lekas terkuras, hanya kesadaran akan kebutuhan keluarga yang membuatku tetap waras. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya jika harus menjadi sapi perah yang segala miliknya diremas hingga tuntas.

Tidak ada waktu untuk rekreasi dan menyalurkan hobi, bahkan untuk mengeluh pun sudah tidak punya waktu lagi, selengkapnya ada disini

Jikalau pekerjaan bisa sedemikian keras, apakah aku harus bertingkah sebaliknya? Memelas atau bertambah semakin keras? Ah entahlah. Saat ini, di kepalaku yang tersisa hanyalah gambaran-gambaran buram yang tidak jelas dan tidak terjelaskan.
Read More

Saturday, November 20, 2021

Tidak Ada Waktu

Akhir-akhir ini ada begitu banyak hal yang aku pikirkan. Mulai dari jam kerja yang semakin keterlaluan, beban pekerjaan yang semakin berat, serta mulai terasa merosotnya ketahanan tubuh dalam menghadapi semuanya. Aku merasakan begitu Lelah, baik secara fisik maupun psikis, sampai-sampai yang aku inginkan hanyalah tidur, tidur dan tidur. Apakah ini artinya aku sedang mengalami Burn-Out?

Hari demi hari, kondisi tidak semakin baik, apalagi jika ditambah dengan cuaca yang tidak menentu, kadang hujan gerimis kadang hujan badai, seringkali aku merasa begitu muak, ingin rasanya memberontak dan teriak. Tapi aku tidak bisa. Tubuhku menyerap semuanya, tubuhku meredam semuanya. Bahkan, untuk pertama kalinya, sholat malam dan tadarus membaca kitab suci, tidak memberi efek sama sekali. 

Apakah ini tandanya aku harus istirahat dan menghentikan semuanya? Berhenti sejenak, dan memberi jeda yang aku butuhkan selayaknya spasi di setiap kalimat yang aku tuliskan. Karena semakin tidak ada jeda, segala sesuatu semakin tidak jelas, dan tidak ada artinya, selayaknya menulis tanpa spasi.

Jangankan untuk menulis, untuk sekedar membaca buku atau bermain voli saja sudah tidak ada waktu. Bahkan tidak jarang, waktu makan dan sholat sering terlewati. Beban pekerjaan semakin banyak, tapi petugas semakin dikurangi. Bahkan seringkali petugas yang tersedia dimutasi ke tempat lain, dengan alasan tempat lain kekurangan petugas. Alhasil, beban pekerjaan milik petugas yang dimutasi itu mau tidak mau dilimpahkan ke petugas yang tersisa. Ya bayangkan saja sendiri, bagaimana rasanya. Cepat atau lambat, ketahanan tubuh akan runtuh juga. Cepat atau lambat, akan mulai muncul pemikiran; Sebenarnya, ini kerja apa dikerjain?

Tidak ada waktu untuk rekreasi dan menyalurkan hobi, bahkan untuk mengeluh pun sudah tidak punya waktu lagi.

Secara struktural, baik secara finansial, sosial, fisik maupun mental, semuanya mulai terasa goyah. Habis secara tenaga, waktu, uang, dan pikiran, dan tidak ada timbal balik yang jelas. Sedangkan apa yang didapatkan setiap bulan, itu sangat tidak sesuai dengan beban pekerjaan yang semakin hari semakin berat, belum lagi ditambah ketika cuaca sedang tidak bersahabat, rasanya mulut tidak bisa berhenti untuk mengumpat. 

Apalagi dengan beban pekerjaan yang ditambah terus menerus, semakin lama kesehatan fisik dan mental pun tergerus. Setiap hari tubuh terasa seperti dikeremus. Mencoba untuk terus professional mengerjakan segala sesuatunya, namun semakin lama kelamaan tidak ada upaya perbaikan yang berarti. Semakin lama terasa seperti zombie.

Hidup memang tidak adil; begitu kata mereka, tatkala mendengar aku mulai bercerita tentang kehidupan.

Bekerja memang melelahkan; begitu kata mereka, ketika aku mencoba bercerita tentang pekerjaan.

Ah kerjaan lu mah enak, lha gue?

Brengsek! Malah adu nasib.
Read More