Sore yang mendung. Sengaja ku pilih kalimat tanpa majas, biar dianggap tulus. Tulus dalam berkarya, meskipun mereka tahu bahwa hati dan raga tak ada untuknya. Mengepak sayap menembus awan mendung ibarat sebuah kemustahilan, kemustahilan untuk berhasil tapi alangkah bijaknya kalo mencoba, meskipun itu gagal dan jatuh tersambar petir. Pahit memang. Toh, kita bisa apa ? Manusia diciptakan memang untuk berjuang, berjuang melawan kekalahan, berjuang melawan takdir, dan berjuang melawan masa lalu. Iya, Masa lalu. Kenapa aku pilih masa lalu? Karena terkadang, berjuang melawan masa lalu adalah perjuangan yang tanpa batas, namun tentu selalu ada akhirnya. Dan, kita diciptakan untuk memilih akhir dari perjuangan tadi, mau bahagia atau menderita itu pilihan kita. Semua ada di tangan kita, termasuk kebahagiaanmu.
Ah aku memang tak ahli, tak ahli dalam merangkai cinta. Jangankan merangkai cinta, merangkai kata pun terkadang masih terbata-bata. Mencintai dengan tulus terkadang bukan jaminan bahwa kita akan dicintai tulus juga. Tak ada yang menjamin. Namun, yang aku tau dalam urusan mencintai itu cuma satu, Ikhlas. Mencintai seseorang terkadang perlu sebuah keikhlasan untuk menerima segala keadaan dia, termasuk masa lalu dia. Orang yang mencintaimu dengan tulus itu ikhlas dan terkadang cenderung tak peduli dengan masa lalumu, terkadang. Orang yang mencintaimu dengan tulus terkadang tak minta apa-apa darimu, yang mereka minta cuma satu, Balasanmu Akan Cinta Mereka. Masa lalumu bagi mereka (yang mencintaimu) itu tak penting, yang terpenting oleh mereka adalah seberapa besar kamu bisa belajar dari masa lalu.
Mendung masih terus menggelayut. Menggelayut penuh malas bagaikan sendu dibalik rindu. Rindu akan sosok dirimu, dirimu yang tersesat di masa lalu.
Tsah, mendung itu waktu yang tepat untuk sekedar mengingat masa lalu ya? *eh
ReplyDeletemendung adalah waktu yg tepat untuk menggalau :3
ReplyDelete