Untuk Ibuku tersayang,
Sejak aku diajari menulis ABC, aku sudah membayangkan untuk menulis surat untukmu. Aku sudah menulis banyak sekali surat untuk ibu dalam setiap imajinasiku, dalam setiap anganku, dan dalam setiap mimpiku yang ku impikan adalah sosok dirimu, sosok seorang ibu. Aku membayangkan kalau ibu telah membaca setiap surat-surat yang aku kirimkan padamu, dan engkau akan terharu membaca setiap suratku, setiap kata-kataku, dan setiap bait rindu yang aku tulis semuanya dalam suratku, dan khusus hanya untukmu, Ibu. Dalam tidur aku membayangkanmu akan menangis tersedu setiap engkau membaca suratku yang telah aku kirim kepadamu. Dan melalui alunan lagu yang ku mainkan dengan sangat indah, aku yakin surat-surat itu telah memanggil ibu untuk kembali ke tempat ini, tempat penampungan anak ini. Tempat dimana engkau meninggalkanku dulu.
Pernahkah diriku terlintas di benakmu? Layaknya aku yang selalu memikirkan dan merindukan akan kehadiranmu, Ibu. Mungkin tatapan mataku ini akan mengingatkan ibu, pada tatapan seorang bayi kecil yang terakhir ibu melihatku dalam keranjang yang engkan tinggalkan di gerban penampungan anak ini.
Ketika aku sedang termenung di sebuah jendela gelap di malam hari, seringkali aku tertegun dan terperangah ketika melihat bayangan wajah seorang perempuan muda yang sedang melihat ke arahku, menatapku, dan tersenyum kepadaku, apakah itu engkau, Ibu? Dan apakah kau akan terkejut melihat banyaknya perubahan yang telah waktu berikan kepadaku?
Di sini, di balik tembok penampungan ini, tempat dimana engkau meninggalkanku dulu, aku tumbuh dewasa layaknya tanaman yang tumbuh dalam ruangan, dan dengan akar yang masih pendek ia terus berusaha mencuri cahaya matahari yang dicurinya oleh kuasa dari benderangnya kehidupan di luar sana.
Aku pernah mendengar jika anak-anak seringkali menyerupai dengan orang tua mereka. Dengan penasaran aku memandangi tanganku, dan bertanya apakah tanganku mirip denganmu, ibu? Apakah wajahku juga mirip dengan wajahmu, ibu? Apakah kau juga memiliki rambut yang berkilau layaknya rambut yang aku punya? Rambut hitam yang seakan-akan tidak selaras dengan dua bola matamu? Adakah kerinduan di kedua bola matamu pada diriku, layaknya aku yang selalu merindukanmu setiap waktu?
Sampai pagi ini, tak terpikirkan olehku bahwa surat-suratku yang aku tulis untukmu telah terkirim padamu, dan tak seorang pun yang dapat memberi kepastian apakah engkau masih hidup atau tidak, selain imajinasiku sendiri. Dalam imajinasiku engkau selalu hidup dan berharap engkau datang kesini untuk menjemputku kembali.
Anakmu, Marietta.
dikutip dan digubah dari surat Anna Maria della Pieta dalam buku Gadis-Gadis Vivaldi karya Barbara Quick
ah ibunda.. Kasihmu yang terindah yang pernah ku rasakan, engkaulah yang terbaik, temaniku selamanya. Ini hatiku bicara ibundaku
ReplyDeleteah ibuu :)
Deleteah jd kangen ibu...:)
ReplyDeletebtw aku ijin follow blognya yah, kalo berkenan silakan follow blog aku yah
http://catatandewisri.blogspot.com/
makasih, salam kenal ;)
:))
ReplyDeleteSalam Takzim
ReplyDeleteMohon izin untuk mendaftarkan link nya ke tulisan saya ya, agar mempermudah silaturahmi
Salam Takzim Batavusqu
iyaa silahkan mas, tapi sumber aslinya jangan lupa buat dicantumin :))
DeleteMaap bukan untuk menshare tulisan ini mas, namun untuk memasukkan link ini ditulisa saya yang tadi mas kunjungi. Sekarang mas Fandhy bisa cek karena nama mas Fandhy sudah ada, terima kasih ya
DeleteSalam Takzim Batavusqu
okeeehhh :))
Deletekeren :)) kalimatnya mengalir ;)
ReplyDeletealhamdulillah yahh sesuatu :))
DeleteSurat yang indah dengan bahasa yang indah...
ReplyDeleteterima kasih kakakk :))
Deletewaah bener-bener menyentuh buat dibaca. sering banget nyusahin orang tua, tapi mereka tetep sayang sama kita.
ReplyDeletewalaupun berbuat banyak tetep gak bisa membalas kebaikan mereka :((
nice post :3
iya saya juga masih suka menyusahkan orang tua -.-
Delete