Seorang anak
muda tak sengaja terjebak dalam guyuran hujan sore hari. Hujan sore hari yang
mendadak datang mengguyur segala badan, tanpa sempat berkelit, dan basah
seketika. Hanya bisa mengumpat, “Persetan keparat!” begitu teriaknya.
Sumpah serapah begitu saja tercelat keluar dari mulutnya. Tak peduli pada
langit, tak peduli pada bumi, baginya hari ini adalah hari yang berat. Setelah
tercelat dari pekerjaannya, terpegat dari kekasihnya, dan kini digapyak dengan
hujan deras yang menambah derita. Ah konspirasi semesta, begitulah dalihnya. Ah
persetan tak peduli, kapan lagi menikmati hujan dua ruangan. Ruang hati dan
ruang semesta. Baginya itu terasa seperti menebar mimpi di antara tidurnya.
Gratis tak perlu malu pada gadis manis yang pernah jadi kenangan termanis.
Menangis dalam gerimis, ah nikmatnya.
Namanya Sastra
Ananta, tampan parasnya, santun sikapnya, baik budinya, namun sial nasibnya.
Selalu saja jadi bahan guyonan Dewi Fortuna, selalu diberi harapan
keberuntungan namun nyatanya selalu saja hasil buruk jadi akhirnya. Entah kenapa
selalu saja begitu, ah mungkin sudah jadi garis takdirnya. Kelengkapan dan
kelebihan jasmani seolah tak ada gunanya, rupanya yang tampan menawan selalu
saja jadi bahan gunjingan orang. Sikap yang kelewat santun kadang jadi bumerang
di lingkungannya. Kebaikan budinya selalu saja jadi bancakan kawan-kawan
palsunya, meminjam uangnya, menyedot hartanya, lalu meninggalkannya. Begitu
pula soal asmara, kisahnya selalu berakhir tragis layaknya cerita klasik yang
ironis. Selalu saja diputuskan, dijadikan nomor tiga, korban nomor dua, dan
selalu ditikam dari belakang oleh temannya, sampai ditinggal kawin pun pernah
dirasakannya. Ah malang nian nasibmu nak.
Namanya Sastra
Ananta, begitulah kawan lama memanggilnya. Kawan terakhir yang tersisa, kawan
utama yang jelas keasliannya. Punya banyak teman tak sama dengan punya banyak
kawan. Teman dan kawan rasanya sama, berarti sama, namun punya sisi makna yang
berbeda. Hanya akan tahu keasliannya tatkala semesta menunjukkannya, tinggal
hitung saja berapa banyak kawan yang tersisa tatkala sedang menderita. Jika dia
tetap ada di sisi kita tatkala keadaan penuh derita dan susah gulana, jangan
pernah lepaskan dia. Karena orang seperti itu adalah sesuatu barang langka yang
tak ternilai oleh harta seluruh dunia.
Namanya Sastra
Ananta, banyak orang menyebutnya gila, kurang harta, tak punya pekerjaan, namun
penuh cinta dan rasa setia. Namun apa daya, mata mereka suka tertipu melihat
setiap sisi sampulnya. Dia gila karena dia menanggap dunia akan membosankan
ketika tampil biasa. Kurang harta, dia kurang harta bukan karena tak punya
harta tapi untuk apa hidup jika hanya diperbudak harta? Di depan dunia, mungkin
dia terlihat kurang, tak punya pekerjaan. Namun nyatanya dia mungkin
satu-satunya orang merdeka yang tersisa. Seperti kata Pramudya Ananta Toer, “Orang
merdeka adalah orang yang memilih pekerjaan yang disukainya”. Tak
peduli dia disebut gila, kekurangan harta, tak punya pekerjaan yang nyata,
namun bagi dia berbagi cinta, berbagi tawa, berbagi senyum bahagia pada dunia
nyatanya sudah cukup berharga. Ah idealis sekali dia.
Namanya Sastra Ananta,
seorang lelaki penyuka sastra, pembaca setia setiap karya-karya Pramudya
Ananta. Baginya lebih baik puasa makan sehari daripada puasa membaca walau
sekejap saja. Tiada hari tanpa membaca, tiada hari tanpa mengulam kata. Bait
demi bait dia santap, dia kelumat dengan segala rasa, mengolahnya dan
menjadikannya sajian karya yang tak ternilai hebatnya. Tapi begitulah dia,
setiap karya yang dia cipta selalu saja terlempar begitu saja ke alam dunia.
Tanpa bukti karya, tanpa peninggalan nama, hanya berbentuk karya tanpa nama. Ah
rasanya menjelaskannya pun tak ada gunanya, setiap kali dijelaskan soal hak
cipta karya dia hanya tertawa sambil berkata “Ah biarkan saja, toh semesta tahu
siapa penulisnya”.
Ya sudah, aku
bisa apa? Biarkan semua jadi urusan dia dan semesta. Semesta Kata.
Tertanda Kata, Kawan Lamamu.
Mahmud Arabika
Sama ky nama blognya berarti kn
ReplyDeletehaha iya sama, tapi ini versi orangnya. Kalo ini blog versi nama tulisannya
DeleteAh malang benar nasib anak itu :-) Tapi perlu diingat, hidup penuh dengan perjuangan :-D
ReplyDeleteYeah bener pak, hidup adalah perjuangan :')
DeleteSebagai pembaca aku cuma mau bilang: "Hallo, Sastra Ananta! Semangat ya!" :D
ReplyDeleteHaha makasih kan anggi X)
Deletebuset pemilihan katanya ngeri... makin jago aja, mantab bro :)
ReplyDeleteHahaha makasih pak
Deletega ada update nih?
Deleteudah tuh pak haha
Deletesegala bentuk perjuangan sekecil apapun demi sebuah cita-cita patutlah dan pasti akan mendapatkan balasannya...bukan begitu ya kak?
ReplyDeleteIya betul sekali kakak:)))
Deleteberarti sis atra itu menantu idaman. tampan, santun, enggila sastra pula..
ReplyDeleteHarusnya sih begitu, tapi sayangnya belum rejekinya wkwk
Deletemungkin krn dia terlalu baik dan tampan, makanya ce2 itu ga bisa setia ;p.. terkadang, ce itu suka ama co yg sedikit nakal loh ;p ..biar ga bosenin hihihi
ReplyDeleteApa iya harus begitu? Pantesan saja banyak alasan pas putus "kamu terlalu baik buat aku" -___- ternyata begitu toh
DeleteEh .. Sastra Ananta itu Fandhy, kan? :D
ReplyDeleteHaha ya semacam begitu, anggap saja sebagai nama pena XD
DeleteWow, diksinya makin keceh nih. Gue suka yang "Gratis tak perlu malu pada gadis manis yang pernah jadi kenangan termanis. Menangis dalam gerimis, ah nikmatnya."
ReplyDeleteItu Sastra Ananta si Mahmud Arabika apa elu, Fan? :/
Hahaha makasih yog,
DeleteBukan bukan, itu cuma fiksi kok.. kalo sastra ananta bisa disebut sbg nama pena-ku hehe
Namanya Sastra, ya. Makanya pilihan katanya juga sastra banget.
ReplyDeleteItu harus banget ya yang nulis Arabika -_-
Hahaha itu sahabatnya, namanya mahmud arabika.. kisah cintanya ada di postingan sebelumnya
Deleteini ceritanya lagi menceritakan diri sendirii pake sudut pandang ke-3 ya? awkwkwk...
ReplyDeleteMas, kuliah jurusan apa, sih? Kok bisa banget merangkai katanya? Bisa merangkai masa depan juga gak? wkwkwkw
Husss bukan bukan Haha lagi kepengin aja bikin cerita lewat orang ketiga X)
DeleteMantan jurusan ilmu politik, Haha insyaalloh bisa kok
Keren, seandainya bisa seperti Sastra Ananta :D
ReplyDeleteHehe makasih makasih
DeleteSalam buat si Mahmud Arabika dari Torabika #eh :D
ReplyDeleteHaha dikira kopi -_-
DeleteIni kayaanya certanya pengalamaan bangeeet daaah :-D pengalaman yg nulis wkwkk :-p yaaa berarti belum jodohnya dan sie gadis itu bukan yg terbaik , kalau selalu ada ajaa halangan untuk mendapatkannya gadis itu bukan yg terbaik
ReplyDeleteDuuh kakak yg satu ini makin jagoo ajaa, bukaan efeek dari menyendiri kan hahaha
Pengalaman yg nulis? Pffff -_-
DeleteHaha makasih makasih, ah bisa aja .. kagak kok, cuma banyak latihan dan baca X)
Seriously ? Bilang ajaa iyaaa gtu laah , biaar bombong hahahahaa
DeleteIyaaa iyaaw , yang rajin bacaa samaa nulis bagus baguuus kataa katanyaa :-) ajarin dong wkwkk
Ini cuma tulisan biasa kok mit, bukan pengalaman pribadi Hahaha
DeleteHaha mau diajarin nulis? Berlatih nulis dulu, nulis di buku atau kertas haha
Sastra Ananta, kamu itu suami-able banget lho! Sayang ngenes banget ya tuh idup, :(
ReplyDeleteBtw, tulisan kamu emang kayak anak sastra, Fan! Sukak deh..
hahaha makasih deh mbak endang.. haha iya nasibnya kasian, ngenes banget :(
Deletedan semesta akan mengingatmu... keren :)
ReplyDeletehaha makasih
Deletewah keren tulisan fiksinya, bukan pengalaman pribadi kan? :D
ReplyDeletehehehe ya begitulah hehe
Delete