Setumpuk buku
dipegangnya begitu saja, dengan satu tangan sekaligus lima buku dalam
tangkupan. Tangan yang satu sibuk mencari buku baru, tangan yang satu sibuk
menjaga lima buku calon ladang ilmu. Matanya menyapu ke segala penjuru,
mengamati tanda, mengamati pola, menjadikannya almanak yang kelak akan
dipungutnya, dibacanya, dihisap sari pati ilmunya. Perlahan tapi pasti
langkahnya perlahan menjadi gontai, bukan karena kesulitan membawa beban buku
yang terlalu banyak, tapi karena beban pikiran yang menumpuk bertumpuk
menjadikan pikirannya lapuk, layaknya kerupuk yang sudah tak berbentuk.
Membaca, mungkin
hanya itu pelariannya. Dengan kacamata minus yang jadi ciri khasnya, dengan
belang warna di antara kedua frame lensanya, dia perlahan beringsut menyeret tubuhnya
menjauhi segala keriuhan sekitarnya. Tercatat lima belas buku berada di
tangannya, berbagai macam jenis, komik, novel, cerpen, sampai resep makanan pun
dia bawa. Nampaknya dia mengambil buku secara acak, menjadikannya ajang
penghiburan diri. Kadang tertawa, kadang terbahak, kadang tergugu, kadang
tersenyum getir, begitulah dia ketika sedang membaca bukunya. Tanpa peduli
tatapan aneh orang-orang sekitar, lembar demi lembar buku pilihannya telah
habis dia babat, dia baca, dia kelumat segala maknya, dia resap segala ilmunya.
Ah baginya, bahagia itu sederhana. Cukup membaca berbagai macam buku, tak
peduli buku baru ataupun lama, toh nikmatnya tetap sama.
Membaca, hanya
dia yang bisa setelah kehilangan semuanya. Kehilangan keluarganya, kehilangan
kekasihnya, kehilangan dunianya, semuanya lenyap ditelan angkara semesta. Hanya
dia yang tersisa di desanya, desa di pinggiran kota tua, kota tua yang perlahan
ditinggal penduduknya pergi ke ibu kota. Tanpa pilihan, tanpa tujuan, hanya
mengikuti langkah kaki menuntunnya kemana, dia memutuskan untuk membaca.
Membaca setiap tanda alam, membaca setiap pola, membaca buku biasa. Pembaca
dari desa, begitulah orang-orang memanggilnya. Tanpa malu salah, tanpa malu
benar, padahal bisa saja mereka menjuluki dirinya sebagai pembaca dari kota.
Tapi apa daya, keperluan mencari harta jauh lebih berharga dibanding hanya
dihabiskan dengan membaca, begitu kilahnya mereka.
Perpustakaan
kota, surga tersembunyi di belantara gedung-gedung yang menjulang seolang
menopang langit. Tempatnya terjepit di antara dua gedung berpuluh tingkat,
sekali saja kepala mendongak, seketika pula terasa sesak, melihat tingginya
gedung pencakar langit di kanan kirinya. Perpustakaan kota, tempat pertama yang
didatangi ketika dia sampai di kota. Tak banyak pengunjung yang datang waktu
itu, tanpa banyak tanya dia berbalik ke arah pintu dan memasukinya. Kamar
mandi, tempat pertama yang dipilihnya ketika memasukinya. Entah kenapa? Mungkin
dia ingin membasuh mukanya, membersihkan sisa-sisa duka yang tersisa, menghapus
jejak luka yang terlihat menganga di jiwanya, tapi bisa apa air kran
membersihkannya? Nyatanya dia tak peduli, yang terpenting aku mandi dan
mengganti setelan bajunya, begitu pikirnya. Dia tahu, tampilan luar jadi ajang
penilaian pertama ketika di kota. Sekiranya hanya itu saja yang dia tahu
tentang hidup di kota.
Perlahan,
setumpuk buku tua sudah jadi temannya. Setumpuk ensiklopedi menjadi kawannya.
Dan buku resep makanan sebagai teman tidurnya. Lucu memang, melihat buku resep
makanan dijadikan teman tidurnya. Tapi apa mau dikata, kata Pak Darman, lelaki
tua penunggu perpustakaan kota mengijinkannya menjadi penjaga perpustakaan
bersamanya. Ah pucuk dicinta ulam pun tiba, bak gayung bersambut dia pun
menerimanya. Tiada hari tanpa membaca, begitulah prinsip hidupnya. Mulai dari
pojokan sana, sampai pojokan sini, seluruh penjuru perpustakaan pernah
dijajahnya. Hampir seluruh koleksi buku sudah dibacanya, dari buku yang
beraliran kanan, beraliran kiri, sampai resep makanan pun sudah dilahapnya.
Kalau pun ada yang menantangnya beradu ilmu, mungkin dia yang jadi pemenangnya.
Sang pembaca,
begitulah para pengunjung menjulukinya. Dengan senyum ramah yang jadi andalan,
dia membantu setiap pengunjung mencari buku pilihannya tanpa terkecuali. Perlahan
tapi pasti, di tangannya perpustakaan menjadi arena belajar bagi semua. Menjadikannya
seperti surga, menawarkan bahagia kepada semuanya, tanpa pandang bulu, tanpa
pandang strata, semua bebas membaca di tempatnya. Ah rasanya, jika saja sekolah
formal begini suasana mungkin negeri ini tak perlu pusing mencari para calon
penerusnya. Ah memang benar, selalu ada pelangi di balik hujan badai. Masa
lalunya yang kelam, perlahan tergerus lepas dibalik tawanya yang lepas. Sapa
ramah, rasa antusias kepada setiap pengunjung, kepada setiap buku yang
dibacanya telah merubah banyak dirinya. Dari yang dulunya tak tahu apa-apa,
menjadi sosok yang tak banyak kata. Layaknya padi yang makin menguning, makin
berisi makin menunduk, menjadi bijaksana. Baginya membaca adalah segalanya. Karena
dia tau, tanpa membaca mungkin dia tak akan pernah ada, takkan pernah menjadi
Sang Pembaca.
Dengan membaca
sepahit apapun masa lalumu, semua terasa akan baik-baik saja. Karena dengan
membaca jiwamu menjadi seluas samudra, menjadi bijaksana. Membaca, membuat masa
lalumu terasa seperti latihan berjalan untukmu. Dengan membaca semua terasa
baik-baik saja. Karena membaca bisa membuat kita bahagia, membuat lebih bijaksana, dan banyak manfaatnya.
Jadi, membacalah!
membaca memang banyak manfaat nya, selain menambah pengetahuan juga banyak banget manfaat nya, kadang kalo saya lagi stres atau galau mending blog walking atau gramedia aja
ReplyDeleteIya betul mbak, kadang pas kondisi hati dan pikiran lagi tak karu-karuan biasanya sih aku larinya kalo gak ke gramedia ya perpustakaan daerah. Ya sekedar untuk membaca, menguras masalah
Deletejadilah pembaca yang baik :D
ReplyDeleteiya, karena membaca adalah kegiatan menyingkap tabir dunia lewat buku
DeleteThe power of 'membaca'. Ya setuju, membaca awalnya semacam pelarian, makin ditekuni makin di dalami banyak hal yang dapat dipetik dari membaca. Hinga kita menemukan apa yang kita inginkan. Termasuk kebahagiaan.
ReplyDeleteSemangat membaca :)
Iya, karena menurut saya kebahagiaan yang sederhana adalah dengan membaca buku :))
DeleteDengan membaca sepahit apapun masa lalumu, semua terasa akan baik-baik saja. Karena dengan membaca jiwamu menjadi seluas samudra, menjadi bijaksana. Membaca, membuat masa lalumu terasa seperti latihan berjalan untukmu. Dengan membaca semua terasa baik-baik saja. Karena membaca bisa membuat kita bahagia, membuat lebih bijaksana, dan banyak manfaatnya.
ReplyDeleteGood Article :)
iya terima kasih kak rara :))
DeleteBijak amat....
ReplyDeleteklo pernah denger mambaca itu adalah jendela dunia, gw setuju banget, klo jendela hati kamu apa kabarnya?
hahahaa kalo seputar jendela hati saya masih tertutup pak haha
Deleteburuan dibuka deh...
Deletemasih betah sendiri?
Selow pak selow haha
DeleteJadi inget tumpukan buku di rak, banyak yang belum kubaca :)
ReplyDeleteDibaca lagi aja bu, kalo gak dibaca lagi ya bisa nih dibagi-bagi ke saya saja :D
Deletesetuju, deh. Dengan membaca kadang imajinasi kita bermain. Perasaan kita pun ikut terbawa. *makanya saya paling gak suka baca cerita tentang selingkuh. Suka pengen banting bukunya hahhaa
ReplyDeletehahaha kalo buku soal selingkuh mah iya, yg ada malah greget X)
Deleteapa ini penggambaran tentang kamu? :)))
ReplyDeleteada kata kacamata minusnya :))
haha bisa jadi begitu mbak :D
DeleteJd kangen perpusda
ReplyDeleteya berkunjung saja kak :D
DeleteDengan membaca saya bisa memilih dunia mana yang enak untuk disinggahi.
ReplyDeleteDengan membaca kita bisa menjadi sang traveller, time traveller X)
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteWah tulisan yang menarik hari gue untuk membuka link postingannya, walah setelah dibuka ternyata temanya tentang membaca buku. Dulunya gue adalah seorang yang gak terlalu suka buku, tapi lambat laun gue biasain buat membaca lebih rileks dan fokus, ternyata ada khasiat tersendiri dan perasaan senang jika membaca buku. Selain bisa menambah pengetahuan, membaca buku juga bisa membuat hati lebih tenang dan sejuk :)
ReplyDeletesalam kenal mas:)
hahaa iya kak, begitulah manfaatnya membaca
Deleteiya salam kenal kembali X)
Tidak bisa membayangkan orang bisa bijaksana tanpa membaca :)
ReplyDeleteTanpa membaca, kedalaman ilmu seakan terlihat begitu nyata, Begitu dangkal
Deletemembaca itu bagaikan mesin waktu yang membawa kita ke dimensi lain. Melepas kita dari raga kita, terbawa bersama alur cerita menuju tempat-tempat dan kisah yang gak pernah kita tau kapan kisah itu akan berakhir. Yap, itulah hebatnya membaca. Ada yang bilang sebagai jendela dunia, tapi aku lebih senang menyebutnya sebagai pelarian :)
ReplyDeletesalam kenal ya mas :D
saya setuju dengan anda :))
DeleteDengan membaca bisa memperoleh ilmu dari berbagai sumber tapi tidak semua orang menyukai baca buku, hmmm. :|
ReplyDeleteya tak apa, tetaplah membaca dan tetaplah bergembira dalam membaca :))
Deletebaca baca baca...
ReplyDeleteyou are right.. book is a life..
my great gift from god is book..
yeah, that;s true!
Deletehaha perbanyak membaca biar tak banyak lupa :D
ReplyDeleteKini membaca sering di kompi dan HP, dulu hanya tok baca di buku, saat nyusun skripsi rajin bingit ke perpustakaan, kini sudah tak pernah lagi masuk ke perpustakaan. Tehnologi sdh memudahkan segalanya :))
ReplyDeleteIya betul mbak, dan karena teknologi pula yg membuat perpusatakaan kota menjadi sepi. Apalagi semenjak ada google, semua materi sangat mudah dicari, tak perlu baca buku..
DeleteKalo kata ERK: Karena setiap lembarnya mengalir berjuta cahaya. Karena setiap aksara membuka jendela dunia.
ReplyDeleteSelain menulis, ya harus membaca. Nanti seret ide kalo kurang bacaan. Hehe. :D
Tapi kadang kalo baca buku yang sastra banget, otak gue ngebul. Nggak kuat. Hahahaha.
hahhaa betul nih yog..
DeleteAsik baca postingannya. :)
ReplyDeleteSeperti self reminder.
Dulu hampir sebulan sekali rajin banget beli buku baru buat dibaca.
Sekarang malah di rak banyak buku masih disegel belum sempat dibuka
:(
Hahaaha daripada tak dibaca, bisa disumbangin itu bukunya mbak haha
Delete