Lembar kosong, hanya lembar kosong yang masih
terpampang di depannya. Setelah sekian lama duduk sendirian, disini, di pojokan
Kafe Lagundi. Secangkir kopi hitam nampak di depannya, dingin, dan tak
tersentuh. Seperti halnya gadget di
sakunya yang terus bergetar sedari tadi, tanpa sempat dia angkat, apalagi dia
jawab. Terpampang di layarnya, sebuah nama, nama seorang wanita yang lambat
laun perlahan menjadi sebuah cerita lama yang terulang lagi dan lagi, di
benaknya. Seperti hantu yang terus menghantuinya, meskipun dia sudah
mengikhlaskannya pergi, kini dia muncul lagi, disini, di tempat yang sama,
empat tahun lalu, dan kini dia menunggunya kembali.
Waktu perlahan terus berputar, seperti halnya
kepingan kenangan yang terus berputar di kepalanya, seperti sebuah proyektor
yang menampilkan kilasan-kilasan akan masa lalu, yang sesungguhnya enggan untuk
mengingatnya, namun juga senang untuk menontonnya berulang kali. Adalah sebuah
alasan, tatkala dia memutuskan untuk enyah dari kota yang sama dengan dirinya.
Empat tahun, bukanlah waktu yang sebentar, namun juga bukan waktu yang lama,
untuk sekedar mengeringkan sisa luka yang menjaram dalam dada. Tanpa terobati,
hanya bisa tertutupi, tertutupi oleh beberapa wanita yang datang silih berganti,
singgah sejenak untuk mengisi hati. Lalu pergi tanpa permisi.
Kadangkala segala sesuatu di dunia ini terjadi
begitu tiba-tiba, tanpa kabar berita, tanpa sebuah tanda, seperti halnya kamu
yang tiada angin tiada api, tiba-tiba mengabari dirinya bahwa kamu rindu
kepadanya,. Alangkah degilnya kenyataan hidup ini, tatkala kau sudah berlari
kencang untuk melupakan akan sosoknya, eh tak tahunya kamu datang begitu saja,
menawarkan kenangan lama. Seolah memaksanya untuk berlari dalam keadaan
terseret, seperti permen karet yang terus menempel, seolah enggan untuk
dienyahkan dari alas kaki. Ya itulah kamu. Namun sialnya, dia masih tetap
mengharapkan kehadirannya.
Pengangguran, mungkin bagi sebagian orang adalah
mimpi buruk, tak terkecuali dengan kamu, yang menganggap pengangguran adalah
hal terlaknat dari seorang lelaki,seperti dirinya, waktu itu, empat tahun yang
lalu. Adalah omong kosong, tatkala kamu pernah berkata bahwa kamu akan setia
selamanya, menunggunya sampai mendapat perkerjaan. Namun nyatanya, tak sampai
tiga bulan, dengan entengnya kamu pamer kemesraan dengan orang lain, yang
nyatanya adalah kawan lama. Sudah jatuh tertimpa tangga, sudah kehilangan
kekasih, disikat kawan lama, begitulah nasibnya. Tanpa kabar, tanpa kepastian,
dia angkat kaki dari kota itu, kota yang pada akhirnya membawanya pada satu
kata, pulang.
Pulang, adalah sebuah satu kata yang bagi sebagian
orang adalah hal yang biasa, namun tidak bagi dirinya, yang kini memilih untuk
berhenti sejenak di sebuah kota kecil, di tepian Ibu Kota. Pulang, adalah kata
yang sama dari sebuah judul novel yang jadi favoritnya. Novel favoritnya, yang
dia baca berulang kali, sekaligus mengingatkannya akan sebuah arti kata pulang,
yang menyorot pada tempat, pada seseorang, yang kini telah hilang, diambil
orang.
Bukan bermaksud berpamer harta atau apa, tapi kini
setidaknya penderitaan empat tahun silam telah mengajarkannya akan sebuah
perjuangan, perjuangan untuk melupakan, perjuangan untuk memaafkan. Setidaknya
kini, dia tidak lagi menjadi seorang pengangguran yang pernah kamu labelkan
pada dirinya. Sesungguhnya, di dalam dirinya tidak pernah ada yang berubah,
masih seperti lelaki yang sama, empat tahun lalu, tampilan luar hanyalah
sebatas kamuflase, sebatas topeng, sebatas pengalihan. Bahwa sesungguhnya di
dalam dirinya, terdapat kapal yang telah kehilangan dermaganya.
Gadget di sakunya kembali bergetar, sebuah panggilan
masuk, tanpa melihat nama, dia langsung saja menjawabnya, ya seperti kalian
duga, di seberang sana terdengar suara seorang wanita. Wanita yang sama, yang
dulu menjadi alasan dirinya enyah dari kota ini. Wanita yang sama, yang pernah
menjadi dermaga tempat melabuhkan hatinya. Wanita yang sama, yang kini tanpa
berselang lama, sudah duduk di depannya. Masih dengan senyum yang sama, dengan
nada suara yang sama, hanya saja yang menjadi pembeda kini dia datang bersama
suaminya.
Lembar kosong, ditatapnya sekali lagi lembar kosong,
tanpa sadar jemarinya mulai bergerak menuliskan sebuah kalimat biasa, perihal
betapa ironisnya sebuah nasib lelaki, yang bertemu dengan wanita lama, wanita yang
pernah jadi idamannya, yang kemarin berkata rindu, namun kini datang bersama
suaminya, lengkap dengan dua anaknya.
Alangkah lucunya, betapa ironisnya.
Faaan....kamu ga nyoba jadi bedebah.. Tapi hebat ya mampu bergelut dengan kenangan lama.. Mup onlaah
ReplyDeletesabar ya Uda. Insyaallah akan ada wanita baik-baik yang telah disiapkanNya untukmu. btw, aku kok terpikir untuk bertemu mantanku juga ya. hihihi
ReplyDeleteKalau dia udah ada gandengan, ya mari tunjukkan diri sebagai mantan yg tabah. Mau nyari pasangan tp blm ketemu, kita bs apa coba?!
ReplyDeleteKadang perempuan berpikir realistis. Cowok yg lbh mapan kemungkinan besar utk dipilih. Yg tabah
ReplyDeleteWah Wah, bingung mau komen apa.
ReplyDeleteSemoga lekas ketemu wanita lain yang insyaAllah jauh lebih baik ya :)
Btw kalau aku sih ogah berhubungan sama mantan, I don't care n enggak mau tau kabarnya, jd kalau ada kabar mungkin kucuekin, kalau akuuu hehehe :P
Aduh, kesian si aa' tapi hidup memang berputar, dan tak mengapa menyimpan kenangan. Pada suatu waktu, kita memerlukan waktu, sedikit saja, untuk mengenang masa lalu dan setelahnya, kembali ke masa sekarang. Lumrah, dan jadi hal yang membuat rileks.
ReplyDeleteDuhh Fan, kamu masih mengenang masa lalu. Jadikan itu salah satu kenangan indah dalam hidupmu. Yuk beraksi untuk hidup lebih baik
ReplyDeleteKalau saya, gak pernah sedikitpun terbersit dalam pikiran saya untuk bertemu dengan mantan. Males....hehehehe..
ReplyDeleteLebih baik melihat ke depan, daripada selalu mengingat masa lalu.
Yakinlah, Allah memberi pasangan yang terbaik untuk diri kita di waktu yang paling tepat.
Semangaat ya...
Ayooo balesss.. Jangan mau kalah. Tunjukkan pengangguran ini akhirnya berpenghasilan, punya jabatan, yang lebih daripada calon suaminya. Biar dia nyesel, pernah mutusin karena enggak setia pada keterpurukan. :D
ReplyDeleteAyolaaahhh... dunia yang indah banyak yang perlu dieksplorasi. ayo mengintip dan taklokkan. pasti banyak menemukan sesuatu baru ntar :)
ReplyDeleteAdakalanya memang harus berdamai masa lalu. Mau ditolak atau gimanapun juga itu bakalan selalu menjadi bagian dari hidup kita. Yang terpenting keep moving forward dan ikhlaskan semuanya. Soalnya kalau udah ikhlas, semuanya akan terasa lebih mudah. Sebenarnya sih ga ada yang salah kalau jadi pengangguran selama ga pernah berhenti berusaha. Yang salah itu kalau jatuh cinta pada pemalas. Intinya, tunjukan pada dunia mas. Mas Fandy pasti bisa melewatinya :)
ReplyDeleteMembayangkan hal itu terjadi jadi "nyesek" gitu, tapi ya jadikan kenangan terindah saja. Seperti judul lagu Raisa, Mantan Terindah dan saatnya terus melangkah untuk masa depan yang lebih baik.
ReplyDeleteIni dr sudut pandang orang kedua. Untuk menasihati orang pertama plus membela orang ketiga.
ReplyDeleteEhehe kompleks ya. Di beberapa bagian jadi bingung antara kamu dia dan -nya.
Btw, gue tau, kok, ini bukan tentang lu.
Lu, kan, ga punya mantan. #blush
Doohh... Fan. Nulis tentang masa lalu aja bisa sepuitis ini. Semoga cepat move on dan mendapat pencerahan untuk masa depan.
ReplyDeleteKeliatannya ini merupakan pengalaman pribadi ya mas fan hehe..harusnya malah bs menunjukkan walau tanpa dia, kita tetap bisa maju.. lah ini malah galauu
ReplyDeleteHmmm...selalu ada jalan ya untuk kehidupan menunjukkan warnanya. Semoga nanti ada hal yang lebih besar yang membuat dunia dan si mantan bergetar.
ReplyDeleteDan lelaki itu, yang memilih tinggal di pinggiran kota bisa mengepakkan sayap dengan bangga. :-)
Antara sedih dan ingin memberi semangat.
ReplyDeleteTapi aku akan bilang bahwa "Semua ada saatnya."
Sabar yaa, Fan.
Ini cerpen bukan kisah nyata, kan? Wkwk, kalau kisah nyata cuma bisa bilang, bini orang jangan dicolek. Kalau cerpen, sebaiknya paragrap yang bawah ke 7 kalau enggak salah, kalimat terakhirnya disatukan dengan paragraf berikutnya, biar twistnya enak. Hehe IMHO
ReplyDelete