Seribu bayangan terpantul di balik kaca, dengan
nada-nada ritmis yang mengalun di dalam kepala, seakan mengimbangi suara
gerimis yang perlahan semakin menjadi di atas kepala. Tiada hal lain yang bisa dilakukan,
selain melihat dan mendengar apa yang terjadi di luar kepala. Segala sesuatunya
terjadi begitu saja, semua pengulangan itu, semua pertanyaan itu, semua hal-hal
yang sebelumnya tak pernah terpikirkan olehku, kini kembali, dan membawa satu
pertanyaan untukku, Apakah Ada Bedanya?
Apakah ada bedanya? Jika hanya diam menunggu,
berharap ada sebutir peluru yang menembus kepalaku hanya untuk membuktikan
kepada dirimu bahwa isi kepalaku hanyalah otak yang terus menerus memikirkan
kamu. Jauh sebelum itu, aku selalu bertanya, apakah ada bedanya? Jika saja
semuanya itu hanyalah pertanyaan sederhana, atau setidaknya sebuah khayalan
menunggu jeda di waktu hujan yang tak kunjung reda? Yang membuatku terjebak di
depan pos satpam, yang mana lokasinya entah dimana.
Apakah ada bedanya? Jika pagi-pagi sekali aku ingin
mandi, sekadar untuk membasuh tubuhku dari segala mimpi-mimpi tentangmu. Jelang
dini hari, mataku akhirnya bisa terpejam. Terpejam dan terlelap sejenak barang
waktu sejam, hanya sekedar untuk berpindah dunia, bahkan di alam mimpi pun sosok
akan dirimu selalu mengejar. Apakah ada bedanya? Jika ternyata cinta adalah
soal kepasrahan, aku akan mengabdi kepada diam, diam malam yang selalu melarang
kedua mata untuk terpejam. Dalam kepasrahan, aku terdiam. Dalam gelap pagi, aku
terpejam.
Apakah ada bedanya? Jika aku ingin menuliskan segala
harapanku pada lembar-lembar buku pengharapan yang kau berikan dulu. Semestinya
kamu memberi tahuku akan aturan bahwa sebelum bertanya, aku harus paham apa
yang ingin aku tanyakan. Tapi, kamunya lupa untuk menjelaskan kepadaku, dan
tatkala aku terlanjur bertanya kepadamu, yang jadi jawaban ialah argumen yang
tak berujung. Aku ingin begitu, kamu ingin begitu, kita ingin menjadi satu,
namun masyarakat berkata nanti dulu! Jangan
begitu.
Apakah ada bedanya jika aku terbangun dengan
kekosongan yang ramai atau keramaian yang kosong? Jauh dari itu, segalanya
tampak abu-abu ketika kesadaran belum terkumpul seutuhnya. Tatkala aku
terbangun di rumahmu, di rumah dia, atau di rumah orang tua, semuanya tetaplah
sama, yang aku rindukan hanyalan sosokmu, sosok wanita yang memiliki nama berakhiran
huruf yang sama. Terlahir setahun lebih muda dari aku yang kini berusaha untuk mengingat
bagaimana sosok wajahmu. Namun bagaimana pun aku berusaha, segalanya tampak
masih tak teraba oleh logika kesadaran yang membutuhkan penyegaran. Setidaknya,
secangkir kopi hitam pahit dan panas itu sudah cukup membantu mengembalikan
kesadaranku. Aku tidak ingin yang lain, setiap pagi yang aku inginkan hanyalah secangkir
kopi, namun jauh dari lubuk hati, yang aku inginkan adalah kopi buatanmu, dan
pelukanmu. Itu saja. Namun, tahukah kamu akan semua itu? Tentu saja, kamu tidak
akan tahu.
Tempo hari aku terbangun dengan pikiran yang tidak
pernah aku mengerti sampai saat ini. Pikiran dimana aku terbangun dengan
setelan jas tanpa dasi, dengan seseorang yang menunggu di depan pintu, membawa
setelan tuksedo dan sebuah kotak, yang tidak pernah aku tahu isinya. Samar
samar terdengar suara orang tuaku sedang tertawa di luar ruangan. Sedangkan telepon
genggamku tidak pernah berhenti bergetar oleh ribuan pesan yang masuk sekedar
memberiku ucapan selamat.
Tapi, ucapan selamat untuk apa? Dan ini kotak isinya
apa? Kenapa dia memberikannya kepadaku? Lalu tuksedo ini untuk acara apa?
Kenapa aku ada disini? Ini dimana? Ketika aku berusaha untuk membuka kotaknya,
seketika kotak itu meledak dan melemparkanku kembali secara frontal pada kenyataan
yang mana ternyata dengan setelan lengkap, aku tertidur di depan pos satpam,
entah dimana. Sedari tadi, Telepon genggamku bergetar tanpa henti dengan
ratusan panggilan dengan nama yang sama, dengan ribuan pesan singkat di
baliknya. Terlihat, nama yang sama, yaitu kamu, wanita dengan nama yang terdiri
dari huruf depan dan belakang yang sama. Bertanya, kamu ada dimana?!!!
Kini segalanya terasa menjadi nyata, ketika
kesadaranku masih belum pulih benar, dan aku pun masih duduk di depan pos
satpam, tiba-tiba dari dalam gedung, muncul ratusan orang, dengan seorang
wanita berkebaya putih berada di baris paling depan. Dan, yang membuatku
semakin heran adalah wanita itu berdandan seolah dia hendak melangsungkan
pernikahan, dirinya memakai kebaya putih, salah satu tangannya membawa kembang,
dia berjalan tapi terlihat seperti berlari, berlari dengan sepatu berhak
tinggi. Aku membayangkan betapa fatal akibatnya jika sampai dia terpeleset
dengan kondisi kaki seperti itu. Minimal mata kakinya akan bergeser akibat
keseleo, atau terpelintir dan terparah mungkin salah satu kakinya patah. Belum juga
aku selesai membayangkan semuanya, dia sudah berdiri di depanku.
Tiada kemarahan di matanya, yang aku lihat hanyalah
kekhawatiran. Belum juga aku bereaksi, dia menjulurkan salah satu tangannya,
dan menarikku untuk berdiri. Jauh sebelum aku mengerti, dia malah memelukku dan
menanyakan pertanyaan yang sama, pertanyaan seperti isi ratusan pesan singkat
yang masuk ke telepon genggamku. Ah ternyata
yang mengirimkan ratusan pesan itu kamu, begitu tanyaku. Sebelum aku
bertanya lebih jauh, tampak di belakang dia, terlihat dua pasang orang tua berbatik
dan berkebaya yang tergopoh berlari ke arahku, dan menanyakan pertanyaan yang
sama, Kemana saja kamu?!!! Sebelum aku
menjawabnya, mereka sudah menyeretku ke dalam gedung, dan mengomel secara
bergantian perihal kenyataan bahwa penghulu sudah menunggu sedari pagi.
Lah, kenapa ini tulisan ceritanya jadi begini????
Ah apakah ada bedanya jika aku mengakhirinya sampai
disini saja? Tanpa perlu mengubahnya atau mengganti alur cerita yang tak sesuai
dengan alam pikiranku yang semakin tak tahu malu. Jauh sebelum aku ingin mengakhirinya,
ternyata memang benar di depanku kini sudah ada bapak penghulu yang menanti
kehadiranku.
Sebelum aku sadar akan semuanya, terasa sebuah
tepukan di pundak, dengan tangan kiri yang kini mengenggam tangan seorang wanita,
yang berhias henna. Dengan balutan kebaya putih, dia berjalan mengiringi tiap
langkah. Dengan kesadaran yang masih di awang-awang, dia menatapku, dengan tatapan
mata yang seolah sedang tersenyum kepadaku. Tanpa ampun bibirnya menyunggingkan
senyuman yang bisa membuat gula batu pensiun menjadi gula.
Aku tidak tahu, sejak kapan aku mulai melangkahkah
kaki, yang aku tahu kini tiba-tiba aku sudah duduk di depan penghulu yang mulai
melantunkan kalimat-kalimat yang harus aku ikuti dan ulangi kalimat demi
kalimatnya. Kesadaranku baru pulih benar, ketika seluruh orang di dalam ruangan,
secara serempak meneriakkan kata SAH! Lalu diakhiri dengan hamdalah, yang terus berulang-ulang.
Ah apakah ada bedanya? jika sepertinya, hari ini aku tidak akan pulang ke
rumah.
Karawang, 11
November 2018.
Pasti ada bedanya kak. Antara satu keputusan dengan keputusan yg lain. Tetap semangat, apapun pilihan yg diambil.
ReplyDeleteSelamat memulai hidup baru, hanya bisa mendoakan dari jauh. Semoga sakinah mawaddah warahmah, happy ever after. Akan ada banyak beda setelah ini. Beda kehidupan lama menjadi kehidupan baru..selamattt
ReplyDeleteSebenarnya, jika dilihat dari kronologi kejadian dan emosi yang menyertai kejadian tersebut, pasti ada bedanya. Pilihlah dengan hati yang bersih dan tetapkan pada itu. Semangat dan selamat!
ReplyDelete
ReplyDeleteenggak ada bedanya kalau enggak pernah dicoba buktinya dengan mencoba menulis apakah ada bedanya dirimu menghasilkan tulisan apakah ada bedanya. berbeda jika dirimu hanya mengawang-awang saja, mengkhayal tentang apakah ada bedanya
Kalo menurut gue, ya lakukan dulu biar tau. Kalo enggak dilakukan yaaa gak bakalan tau yaaa brader wkwkw
ReplyDeleteTiap hal pasti punya titik perbedaannya kak. Bergeser sedikit saja waktu, kejadian, pelaku dan penulisannya juga bakalan beda. Huhu
ReplyDeleteJalanin aja dulu, biar tahu hasilnya. Enak-gak enak jalanin aja. Hehe
Ya kalo nggak beda hidup ini basi banget, kak. Mknoton. Lempeng. Ngebosenin. Selamat memasuki dunia yg berbeda, karena di depan bakal lebih banyak lagi hal berbeda di hadapan
ReplyDeletehmm...
ReplyDeleteini tentang keraguan ya?
si cowok itu... yang dibayangin mantannya kah??
Ada pasti ada bedanya. Kuhanya ingin mengucapkan selamat bahagia dan selamat menempuh hidup baru. kehidupan yang pasti ada bedanya.
ReplyDeleteAku rada lemot. Tapi ya memang ada bedanya antara mimpi sama kenyataan. Antara harapan, bayangan, dengan yang dilakukan
ReplyDeletekarena Tuhan menciptakan perbedaan untuk menyatukan setiap ciptaannya mas.. Jadi jangan bertanya apakah ada bedanya, tapi syukurilah setiap perbedaan yang ada
ReplyDeleteTerkadang dalam hidup kita memang membutuhkan perbedaan, agar kita terus bergerak, berpikir dan melakukan yang terbaik setiap harinya. Yang terpenting jangan patah semangat untuk berusaha, tak harus sempurna... karena kesempurnaan hanya milik Tuhan ☺
ReplyDeleteJangan tanyakan bedanya...
ReplyDeleteTanyakan...apa yang bisa menyatukan... Ceileh
Dan jangan kebanyakan mabok ya.., biar sadar....n yang baca gak ikutan puyeng juga
Hahahahan
saya kira ini tentang seseorang yang mau kondangan ke kawinan mantan. aduh, ketipu saya.. haha.
ReplyDeletealhamdulillah gak ni?