Pada tempat
yang tak tercatat, dalam setiap perjalanan waktu. Ada saja satu atau dua doa
yang tersesat dan menetap, enggan beranjak, hanya untuk memberi jejak, bahwa
ada anak muda yang melintas dan menitipkan mereka pada tempat yang tak
tercatat. Jauh sebelum dia melanjutkan langkah, ada setitik harapan yang
perlahan memijar dari balik kegelapan matanya, yang bahkan orang buta pun tetap
bisa melihat betapa terangnya pijar yang kian membesar. Dalam setiap tindakannya,
harapan itu tampak nyata, namun apakah dia berhak untuk tetap memperjuangkan
harapannya? Meski tanpa kata, dia tetap saja diam dalam usahanya? Anak muda itu
adalah Aku.
Jauh dan
dekat adalah sebuah jarak yang relatif dan begitu tampak bentuknya oleh mata,
dan bisa diukur dengan angka-angka. Lalu, bagaimana dengan jarak antara harapan
dan kenyataan yang terkadang terasa begitu jauh dan dekat dalam satu waktu? Aku
seringkali bertanya-tanya, dan mengutarakannya pada setiap kata-kata yang tak
sempat aku ucap ketika aku merindu akan sosokmu. Namun, tahukah kamu? Jika aku
mengatakannya padamu, adalah suatu tindakan yang tak perlu. Itu akan terlihat seperti
sedang menggarami lautan, sungguh tindakan yang tidak perlu.
Malam ini aku bisa menuliskan bait-bait yang paling
sedih. Menyadari bahwa aku tak lagi memilikinya. Merasakan bahwa aku telah
kehilangannya, dan mendengarkan suara malam yang tak bertepi, tapi makin tak
bertepi tanpanya.*
Perlahan
dalam hingar bingar yang berubah menjadi sepi, jauh di lubuk hati, aku berdoa
tanpa henti, kepada Ilahi, bahwa esok pagi aku akan menemukannya lagi.
Menemukan keyakinan, bahwa aku bisa melakukannya, aku bisa mewujudkannya.
Mewujudkan apa yang menjadi harapan, akan sebuah pernikahan, yang sesuai dengan
keinginan hati, untuk menghindari caci maki dari masyarakat, yang terkadang tak
punya hati, dan mewajibkan setiap pernikahan harus ada pesta resepsi, yang
terkadang aku melihatnya seperti adegan harakiri. Namun, jika aku menolak
semuanya, sungguh aku tak sampai hati untuk melakukannya. Aku sungguh tidak
tega, maka biarlah aku menanggungnya, kamu doakan saja aku agar aku tetap tabah
dan kuat hati.
Aku sering merasa kesal serta bosan menunggu matahari
bangkit dari tidur. Malam terasa panjang dan tak berarti, sementara mimpi membawa
pikiran makin kusut. Maka wajar saja bila aku berteriak di tengah malam hanya
sekedar untuk mengurangi beban yang memberat di kedua pundakku.**
Seringkali,
pundakku terasa sudah tidak sanggup lagi. Sejenak aku melepaskannya,
menitipkannya pada bumi, pada waktu dini hari. Dengan bersujud, semuanya rubuh,
meluruh menjadi satu.
Tiada lagi
yang bisa aku lakukan selain meratap dalam kata-kata yang tak terucap, berdoa
dalam senyap, dan memberi waktu lebih lama tatkala sedang bersujud, semuanya
aku lakukan agar beban tiada lagi terasa menjadi beban yang membebani. Hanya
dengan begitu, aku bisa tabah dan tahan menahan segala keluhan yang terkadang
tak terkawal, meluncur begitu saja dari mulutku, dan membuatmu semakin pusing
akan keluhanku yang terkadang tak tahu malu. Tapi sayang, tahukah kamu? bahwa
aku hanyalah aku, lelaki biasa yang sedang berusaha untuk segera meminangmu.
Ingin segera memanggilmu dengan sebutan istriku. Tapi, Tahukah kamu? Tahukah
kamu??
Bagaimana caranya agar aku bisa mengenyahkan wajahmu
dari dalam kepalaku? Jika setiap kata yang aku tulis selalu mengingatkanku akan
sosokmu. Mengingatkanku pada kalimat yang menjadikannya abadi dan tidak
terganti. Dan perlahan, detik beranjak menjadi detak yang memberinya jejak,
akan pengulangan hari, yang mengulang kembali seperti di waktu dini hari.
Seperti tadi pagi, aku masih terduduk di kursi yang
sama, tempat aku mengulang kembali kenangan akan perjalanan yang telah aku
lalui. Hanya saja, kini ada satu pembeda besar antara dini hari tadi pagi
dengan dini hari yang ini, yakni secangkir kopi yang kini sudah tersanding di
depanku. Dibuat oleh dirimu, ketika terbangun pertama kali, menemukanku sendiri
terduduk di atas kursi, memandangi wajahmu, tanpa suara aku dekap dengan erat buku
yang aku cari selama ini. Buku yang menjadikan warna sampul buku sebagai
pembedanya.
Karawang, Minggu
Dini Hari.
Catatan:
(*) Kutipan dari Pablo Neruda.
(**) Dikutip dari salah satu penggalan lirik lagunya
Ebiet G. Ade yang berjudul Kontradiksi di Dalam
rangakaian kalimat yang ntah kapan aku bisa buat, belum pernah aku membuat tulisan seperti ini
ReplyDeleteMenikmati masa tunggu, memang berat namun nikmatilah rasa bersabar itu. Lagi-lagi, sudah lama tak membaca tulisan semenyenangkan ini :)
ReplyDeleteWah gila, membacanya serasa aku orang paling jones sedunia. Ceritanya cantik dan apik banget. Romantisme yang kental, membuat aku merasa bahwa aku ikut-ikutan menunggu, ikut-ikutan sedanh jatuh cinta, dan ikut-ikutan merindu. Kurang-kurangin lah Kak, ngebuat aku galau kayak gini :"(
ReplyDeleteAda atau tidaknya resepsi kadang jadi perdebatan yang menguras emosi, bahkan orang lain sering lupa bawa resepsi hanya etalase semata.
ReplyDeleteYang terpenting bukanlah etalase yang terlihat indah, tetapi apa apa yang terjadi setelahnya.
Yang dimaksud, buku nikah ya? Keren sastranya kak Fandhy. Aku suka diksi-diksinya. Keep writing and sharing.
ReplyDeleteUsaha keras tidak akan menghianati lika liku seorang lakilaki untuk meminang seorang wanita yang dicintai begitu berat akan berasa sekali dan terukir dalam senuah rangkaian cerita
ReplyDelete"Hanya dengan begitu, aku bisa tabah dan tahan menahan segala keluhan yang terkadang tak terkawal..."
ReplyDeleteHmmm tahan menahan itu kayak double ya. Sepertinya akan lebih bagus kalo diganti "mampu menahan"
Hmmm gimana???
Selebihnya udah guuuuuuuut
Tapi aku kurang begitu paham yg paragraf akhir.
Katanya buku nikah, tapi kok hmmm aku belum sambung sih. Hahaha
Apakah akhirnya akan seperti sebuah elegi?. Oh, dan tata paragraf ada yang miss sedikit. :D
ReplyDeleteJadi ceritanya sekarang sudah tak sendiri lagi ya kak. sudah ada yang ngebuatin kopi di pagi hari :) tapi yaa....bukunya jangan dipeluk kak, istrinya duooong hehehe
ReplyDeleteJadi itu teh foto dalam buku, apa gimana? Apa orangnya udah beneran muncul dihadapan.
ReplyDeleteAtau karena kangen jadi cuma bisa pandangin wajahnya dlm buku?
BROKER TERPERCAYA
ReplyDeleteTRADING ONLINE INDONESIA
PILIHAN TRADER #1
- Tanpa Komisi dan Bebas Biaya Admin.
- Sistem Edukasi Professional
- Trading di peralatan apa pun
- Ada banyak alat analisis
- Sistem penarikan yang mudah dan dipercaya
- Transaksi Deposit dan Withdrawal TERCEPAT
Yukk!!! Segera bergabung di Hashtag Option trading lebih mudah dan rasakan pengalaman trading yang light.
Nikmati payout hingga 80% dan Bonus Depo pertama 10%** T&C Applied dengan minimal depo 50.000,- bebas biaya admin
Proses deposit via transfer bank lokal yang cepat dan withdrawal dengan metode yang sama
Anda juga dapat bonus Referral 1% dari profit investasi tanpa turnover......
Kunjungi website kami di www.hashtagoption.com Rasakan pengalaman trading yang luar biasa!!!