Gulma tumbuh lebat di pekarangan depan rumah yang
tak terawat. Semak-semak tumbuh subur di lahan sawah yang kini tak ditanami
lagi, saling menyeruak di antara batang padi yang mengering. Gulma dan semak
sungguh tiada bedanya. Hanya satu perbedaannya, tempat mereka tumbuh. Jika
diibaratkan, halaman depan rumah itu seperti tampilan seseorang, sedangkan
lahan sawah yang tak ditanami lagi itu ibarat seperti akal pikiran. Gulma dan
semak sama merusaknya. Jika dibiarkan menyebar, mereka akan mengambil alih semuanya.
Menguasai semuanya. Hanya ada satu cara untuk menghentikan semuanya,
membabatnya. Menghabisinya sampai akar-akarnya. Agar tidak tumbuh lagi, agar
tidak muncul lagi. Bila perlu, dengan cara-cara revolusi. Membakarnya sampai
hangus jadi abu.
Kata orang, Banyak
Jalan Menuju Roma, begitu pula menuju Istana. Sungguh banyak jalannya. Ada
yang lewat jalur bawah, merangkak dari dasar, menabur suara di antara hiruk
pikut perkotaan, tiada yang sadar sampai suatu ketika dia muncul ke permukaan
pengaruhnya sudah begitu besar. Banyak partai besar yang mengincarnya, demi
ribuan suara yang mengikutinya. Namun ada pula yang lewat jalur atas, langsung
duduk di kursi kuasa tanpa perlu berusaha merintisnya dari bawah.
Siapakah dia?
Ah semua orang sudah tahu semuanya. Begitupula perihal nama pihak yang pertama,
semuanya sudah tahu. Bahkan di kalangan Gulma dan Semak-semak pun sudah tahu.
Mereka semua tinggal menunggu, pihak mana yang akan mendengar suara mereka.
Mendengarnya atau malah membungkamnya. Semua hanya bisa menunggu. Menunggu dan
menunggu.
Suara-suara itu perlahan mulai terdengar di
permukaan. Suara-suara yang selama ini terpendam di dasar lembah penantian kini
sudah mulai beranjak naik ke permukaan. Perlahan tapi pasti semuanya sudah
mulai bosan untuk menunggu. Gerakan pertama di mulai dari yang telah tidur
terlalu lama. Gerakan yang memicu semuanya. Dari satu titik, lalu menyebar ke
titik yang lainnya. Tanpa bisa dicegah, tanpa bisa dihadang, oleh siapa saja.
Menyebar secepat angin, melintasi ruang dan waktu untuk menyebarkan kabar
berita, kepada semuanya. Dan, tidak ada yang ditakutkan selain gerakan itu
musnah oleh sebuah gerakan lainnya, yang menunggangi, memanfaatkan kerumunan
hanya untuk kepentingannya. Semoga hal itu tidak terjadi. Setidaknya, tidak terjadi
di negeri ini.
Sedari tadi pagi, aroma daging hangus terbakar
menguar di udara. Tercium begitu pekat, terasa dekat, dan menyebar kemana-mana.
Entah darimana datangnya, mungkin dari rumah samping sekolah yang kini tampak
gosong, dengan beberapa titik asap masih bermunculan dari balik reruntuhan. Aku
tahu siapa pemilik rumah itu, karena aku sering duduk di teras rumah itu setiap
pagi. Duduk-duduk sendiri, sebatas menanti adzan shubuh, sebatas menanti
terbitnya mentari, sebatas menanti datangnya pagi. Tanpa terkecuali, menanti
sarapan pagi yang tidak pernah mengecewakan hati. Sungguh aku tidak tahu kenapa
sekarang rumah itu sudah hangus terbakar. Tampak kerumunan orang berkumpul di
depan rumah. Hanya sebatas menonton dari jauh, hanya sebatas melihat api
bekerja, menghanguskan semuanya.
Tanpa mereka pahami, aku berlarian kesana-kemari.
Meneriaki semuanya, mengumpati semuanya, dan kutanyai semuanya.
Dimana para
penghuni? Dimana Si Kembar? Dimana sarapan pagiku?!
Tapi mereka diam saja. Dengan tatapan bingung, mereka
menatapku penuh rasa heran, seolah bertanya kenapa aku ribut sekali? Kenapa aku
berlarian kesana kemari? Semakin kencang aku berteriak, semakin tidak jelas suara
yang keluar.
Dengan tatapan heran, salah satu orang di kerumunan
bertanya kepada orang sebelahnya;
Itu kucing kenapa ribut sekali?
Karawang, Setelah Sekian Lama.
Plot twist sekali, bung fandy!
ReplyDeleteTerima kasih wkwk
Deletecerita yang sangat bagus dan mencerminkan bahwa ada banyak cara untuk mendapatkan sesuatu hal ya kak
ReplyDeleteIya benar sekali
DeleteWaw... Ternyata ini si kucing. Cerita yang bagus sekaliii, amat tidak di duga hehe
ReplyDeleteHaha iya permainan perspektif saja
DeleteJadi ngakak bagian akhirnya. Ternyata kau kucing. Hahahha
ReplyDeleteMeong meoooonggg
DeleteKeren, kalo di buat kumpulan cerpen asik nih.
ReplyDeleteHehe terima kasih
Deletehadeuh....awalnya penasaran, akhirnya gemesiiin. Ternyata dirimu itu kucing!
ReplyDeleteIya kucing wkwkw
DeleteINI PASTI TERINSIPIRASI DARI KUCING RUSUH SQUAD KAN, YANG NAMANYA KAMBING, SAPI, KEBO, BOCAH ANGON, DAN SI KUPUNG OYEN ITU. Wkwk
ReplyDeleteHahahaha iya bener itu kucing geng rusuh
DeleteWah udah lama banget nggak baca tulisan fandy, jadi sekarang tokoh utamanya jadi hewan
ReplyDeleteHanya sedang berganti tokoh saja hehe
DeleteWahahaha boleh juga nih. Aku udah diajak mikir yang serius-serius ke mana-mana pas baca. Eh ternyata ujungnya jadi kucing. Bhaiqqqq!
ReplyDeleteHuehehehehe
DeleteKalau yang penuh kias seperti ini sih perlu dibaca 2-3 kali baru bisa paham mas, hehehe
ReplyDeleteIya permainan perspektif saja, jadi ya wajar kalau baca sekali tidak langsung mengerti alur ceritanya
DeleteWow!
ReplyDeleteAku rindu tulisan Fandi yang begini...
Balik nulis cerita lagi doonk...Fan.
Rutin.
Hehehe...
Hahahasiyap
DeleteJebakan betmen banget ini ceritanya mba. Aku udah baca serius-serius pakai horor-hororan eh end then finish kucianggg.
ReplyDeleteMba?
DeleteSaya ini lelaki mbaaaaakkk X)