Perihal sebaris
kata yang tersisa dari sebuah kisah lama, tentang sebuah cinta yang tak pernah
terungkap jati dirinya. Selalu tersimpan jauh dalam benak sosoknya, ketinggian
ego-nya menjadikannya bisu laksana dalamnya samudra. Tak beriak, tak berombak,
hanya terlihat datar tanpa tanda, tanpa suara. Lalu pergi ke dalam surga kata,
surga para pemuram durja.
Perihal sebaris
kata yang tertunda, tak sempat diungkapkan, tak sempat diutarakan. Hanya menjadikannya
bait-bait indah yang tersemai liar dalam benaknya, memupuk mimpi menebar badai
prahara. Prahara cinta antara dia dan ego-nya akan sosok wanita yang selalu
dicintainya. Tanpa sempat bicara, tanpa sempat mengutarakannya, cintanya kandas
seketika tatkala undangan nikahan sang wanita sudah sampai di tangannya. Begitu nelangsa, begitu menderita.
Perihal
sebaris kata, tentang apa yang harus dilakukan tatkala titik dan koma dibawa
kabur semua oleh dia, sang tanda tanya? Perihal tanda tanya, yang selalu
menjadi akhir dari setiap kata. Kata yang terucap olehnya, kata yang terbalas
darinya. Kata sesal, hanya itu yang tersisa dari kisah cintanya. Cinta yang tak
pernah jadi nyata, selalu menjadi mimpi dalam tidurnya. Cinta yang bertepuk
sebelah tangan, cinta yang lepas dari genggaman. Selalu begitu, sepanjang
waktu. Ah begitulah cinta, selalu saja penuh derita.
Perihal
sebaris kata yang selalu ditunda, perlahan waktu membuatnya lupa, bahwa ada
sosok lelaki yang menanti jawabannya, jawaban atas lamaran untuk meminangnya.
Semesta menjadi saksi, perihal sosok wanita yang enggan menjawabnya. Selalu
menunda, selalu berkata “Ah nanti saja.
Saya belum bisa menjawabnya.” Lalu seketika menjadi terlambat, tatkala dewa
cupid mengalihkan panah cintanya, menjurus nyasar pada sosok wanita biasa.
Sosok biasa namun begitu bersahaja, yang tanpa ragu dia menjawab lamaran
lelakinya. “Iya, saya bersedia” hanya
tiga kata, tiga kata penuh makna, tiga kata yang menjadikan sang lelaki sosok
paling berbahagia. Hanya sesal yang dirasa, tatkala berlian lepas dari
tangannya. Oh wanita, sesalmu tiada guna.
Perihal sebaris
kata yang akhirnya menyatukannya, tak lagi menjadi pemisah antara dia dan mimpinya.
Perihal cinta, yang tumbuh lewat sebaris kata, lalu melebur lewat sebuah tatap
mata. Tatap mata untuk kali pertama, membuat hatinya berdebur bagai ombak
samudera. Merdu tutur katanya, riuh derai tawanya, dan sopan tingkah lakunya
seketika melumerkan hatinya. Hati yang beku, semenjak kekasihnya dibawa lari teman
dekatnya. Lewat sastra dia menemukan prosa terindahnya, lewat sebaris kata
tanpa makna, dia menemukan sosok bidadarinya. Begitulah semesta kata,
keajaibannya tak pernah ada lawannya.
Perihal sebaris
kata yang tertinggal di ujung senja. Tentang sebaris kata yang perlahan menjadi
cinta, menghias jelas di balik matanya, tercetak jelas dalam setiap tulisannya.
Menjadikannya seperti penggila kata, tiada hari tanpa menebar kata, tiada hari
tanpa mengucap doa, doa untuknya, sosok wanita yang menjadi pujaan hatinya.
Perihal detik yang menjadi menit, lalu melebur menjadi percik masa ketika
dirinya dan dia bersanding dalam satu kursi yang sama, kursi pelaminan idaman
keduanya.
Perihal sebaris
kata, yang pada akhirnya menjadi akhir kisah pencariannya. Perihal sebaris
kata, yang tak sengaja dia tulis dalam kolom linimasanya, mempertemukan dia
dengan wanita yang dicarinya. Wanita biasa, namun selalu tegas dalam tiap
tindakannya, tak seperti sosok dia (wanita sebelumnya) yang selalu menunda dan
selalu berkelit tatkala dia tanya perihal jawaban akan lamarannya. Sekiranya
memang benar kata pepatah lama, kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda.
Tidak dengan dia (wanita sebelumnya), namun justru dengan wanita biasa yang tak
pernah dia kira. Terima kasih sebaris kata, terima kasih semesta kata, dan terima
kasih sang pencipta.
Perihal sebaris
kata, sekian dari saya, terima kasih dan sampai jumpa.
"Kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda" masih percaya dengan pepatah nya, yang jelas kita mencoba, ttg hasil urusan belakang. Semoga wanita yang baru bisa diajak ke pelaminan ya.. hahaha
ReplyDeleteHaha memang kak, itu pepatah lama yang awet sampai jaman kapan pun X)
Delete"Hati yang beku, semenjak kekasihnya dibawa lari teman dekatnya."
ReplyDeleteBeh, kemarin aku baru nulis pernah pacaran sama mantan pacar teman, berarti kalau sampai pelaminan bisa dikatain gitu juga, "bawa lari", bhahaha. *Untungnya nggak sampai, hehe*
Selamat ya yang udah ketemu wanita idaman barunya! Semoga lancar dan langgeng yakkk...
haha btw ini bukan cerita saya mbak endang, ini semacam tulisan biasa hehe
Deletetapi terima kasih X)
Dan pada akhirnya happy ending menemukan sosok yang jauh lebih baik dari seseorang sebelumnya, asik dah (y)
ReplyDeleteterima kasih kak wida :D
Deletekeren!
ReplyDeletekamu juga!
Deleteperihal sebaris kata yang menjelaskan segalanya : asa, pengakuan, penolakan, kekecewaan, keteguhan, dan akhirnya kebahagiaan. waduuh.. kenapa saya jadi latah ikut-iktan ber'perihal sebaris kata' :)
ReplyDeletehaha iya gakpapa kak :))
DeletePerihal sebaris kata yang menceritakan semuanya ya :") gilak, ini keren banget mas :D
ReplyDeletehehe terima kasih :D
DeleteMantap juga mas :)
ReplyDeleteterima kasih
DeleteWoah... ada sesuatu yang utuh di balik perihal sebaris kata ini. Cerita dan emosinya serasa nyampai, Mas. Btw, selamat, ya... berkah selalu. ^^
ReplyDeletehehe makasih kak, iya semoga keberkahan juga menyertaimu
Delete"Perihal sebaris kata yang tertinggal di ujung senja. Tentang sebaris kata yang perlahan menjadi cinta," gak tau kenapa, suka banget sama kalimat ini
ReplyDeletehehe terima kasih
DeleteIni lu berhasil ngelamar siapa, Fan? Atau fiksi? Ehehe. Tapi apa pun itu, gue suka sama diksinya. Cocok! :))
ReplyDeletefiksi kok yog, fiksi! hehe bukan kisah nyata
DeleteHmhm sebuah asa yang tertunda karena tak mampu menggapainya ya gan
ReplyDeleteiya bisa dibilang seperti itu
DeletePuitis sekali. Bagus.
ReplyDeletemakasih :D
DeleteCiyeee yang udah menemukan dambaan hatinya. Semoga selalu memberikan yang terbaik untuk dia. Sebaris kata, aku ingin mengusik pikirmu di antara rasa dengan asa. Biarlah rindu menjadi tiang atas rasamu, supaya keabadian rasa menyertaimu.
ReplyDeleteduileehhhh pangeee!! X)
Deletewahai pujangga, perihal kata yang selalu ditunda memang terkadang menyesakkan. terkadang waktu membuatnya lupa untuk sementara, hingga pada akhirnya semesta dengan izinnya membuat lupa selamanya.
ReplyDeletehaha bisa juga nih jev
Delete