Orang yang gagal
terkadang terlalu banyak berpikir, termasuk orang yang gagal bangun pagi alias
kesiangan. Dari sekian banyak pikiran yang mengganggu ketika gagal bangun pagi ,
salah satunya adalah pikiran perihal “Alarmnya
kok gak bunyi ya?”. Kegagalan membangunkan diri di waktu pagi bisa merusak
suatu hari. Dan biasanya, gagal bangun pagi akan berbuntut panjang. Mulai dari
rebutan kamar mandi, sampai tak sempat membuat sarapan pagi. Perihal kegagalan
bangun pagi, maka saya adalah salah satu pelanggannya. Dan biasanya. Namun perihal
sarapan pagi saya jarang ketinggalan. Selalu tepat waktu.
Memulai hari
tanpa sarapan pagi terkadang seperti mandi tak pakai sabun mandi. Terasa ada
yang kurang, terasa ada yang janggal. Sarapan pagi itu sangat penting,
khususnya untuk membungkam cacing-cacing dalam perut yang kadang suka demo
minta kenaikan jatah makan ketika waktu siang. Dan efek dari kenaikan jatah
makan, biasanya berat badan pun ikut mengalami kenaikan. Semua akibat kekacauan
metabolisme tubuh, sirkulasi makanan, dan ketidakteraturan pola makan. Dan sarapan
pagi itu terkadang menjadi sebuah pencegahan, pencegahan akan ketidakteraturan
pola makan. Bukankah mencegah lebih baik daripada mengobati?
Pengalaman membuktikan,
seringnya mengabaikan sarapan itu lebih berbahaya dibanding mengabaikan
perhatian pacar. Mengabaikan sarapan itu terkadang suka mengundang gangguan
pencernaan, khususnya penyakit maag. Dan untunglah saya tak sering mengabaikan
sarapan, ya walau kadang kala masih saja terlupa efek dikejar kuliah jam tujuh pagi.
Untuk sarapan pagi, saya menggantungkan nasib perut saya pada Nasi Rames Bu
Yati yang ada di sekitar rumah. Dengan berbagai macam lauk-lauk yang menjadi masakan
khasnya, serta gorengan mendoan dan bakwan hangat yang jadi pegangannya, sarapan
pagi pun terasa begitu nikmat terasa.
Alangkah bodohnya
saya ketika mendapat pertanyaan yang sama setiap harinya. Pertanyaan “Mau pakai lauk apa?” ingin rasanya aku
jawab “Semuanya!” Namun demi keamanan
jatah pembeli yang lainnya, maka saya pun biasanya menjawab seperti biasa “Lauknya cukup tempe, telor balado, bakmi,
sayuran itu, ayam goreng satu, dan gorengannya dua”. Empat sehat, hampir
sempurna. Ah nikmatnya. Tanpa mereka, mungkin cacing perutku semakin menggila.
Kehadiran Nasi Rames Bu Yati memberi opsi bijak bagi sebagian ibu-ibu muda untuk
menyiapkan sarapan untuk keluarganya. Dan untuk para siswa yang tak sabar
menanti sarapan pagi siap sedia, maka nasi rames bu yati yang jadi idolanya.
Idola sejuta umat.
Lagi belum beruntung, yang ada cuma lauk begini
Nasi Rames Bu
Yati, memulai berjualan jualan di hari yang masih sepi. Jam 5 pagi adalah waktu
biasa beliau untuk memulai menggelar dagangannya. Bagi saya, membuat sarapan
pagi sendiri adalah sesuatu peristiwa yang langka. Dengan adanya Nasi Rames Bu
Yati, pasokan untuk perut saya pun akhirnya tertolong juga. Cukup bermodal 5
ribu rupiah, saya pun bisa mendapat satu porsi lengkap nasi sayur lauk pauk
beserta dua potong gorengan mendoan. Keberadaan Nasi Rames Bu Yati sangat membantu
saya, dan saya sangat berterima kasih sebesar-besarnya
atas keberadaannya. Tanpanya, mungkin nasib perut akan saya serahkan pada
segepok mie instan yang kurang begitu lengkap gizinya. Ah untungnya ada Nasi
Rames Bu Yati, pasokan pagi perut saya terselamatkan.
Entah benar atau
tidak, ketika menghadapi persoalan perut yang jadi acuan bukanlah harga atau
apa. Tapi terkadang semua kembali pada hal yang sederhana, soal rasa, perihal
selera. Dan entah kenapa bagi saya, sarapan dengan nasi rames adalah suatu hal
biasa. Dan saya mengucapkan terima kasih
atas Nasi Rames Bu Yati yang setiap pagi dengan rutin memasok tambahan
energi untuk memulai hari. Meskipun sederhana, namun rasa nikmatnya tiada
duanya. Ah memang begitulah bahagia, terkadang begitu sederhana. Bahagia itu
sederhana, cukup seporsi lengkap nasi rames dan pegangannya. Perut kenyang,
hati pun senang.
Mantan boleh dilupakan, Sarapan pagi? Jangan!
Terima Kasih
Nasi Rames Bu Yati. Terima Kasih Mass Market.
Purwokerto, Hari Valentine, 14 Februari 2016.
Wah nasi rames! Jadi inget dulu waktu SMK sering makan nasi rames di kantin, kalau sekarang di Jakarta adanya nasi uduk kalau pagi. Sebagai anak kosan yang ga masak juga, aku juga tiap pagi beli nasi dan kehadiran mereka emang sangat membantu. :))
ReplyDeleteBisa dibayangkan... btw... seporsi nasi ramesnya berapa sih? ._.
ReplyDeleteWah lapar :D
ReplyDeleteMenu sederhana menjadi menu sarapan yang mengenyangkan tentunya ya :G
ReplyDeleteIya, bener banget!
ReplyDeleteLebih baik melupakan mantan daripada melupakan sarapan.
Cukup hati yang sepi, perut harus selalu terisi.
Duh, liat foto nasi rames jadi baper. Eh, laper. Hahaha.
Btw salam kenal yaaa^^
Kalo lupa sarapan bisa bikin sarap ya, Fan? :p
ReplyDeleteBtw, gudlak! :))
Saya malah ga suka sarapan, sukanya ngopi doang kalo pagi plus cukup sepotong kue.. bareng temen-temennya, lemper, donat, semua kue basah deh. :D
ReplyDeleteSaya malah ga suka sarapan, sukanya ngopi doang kalo pagi plus cukup sepotong kue.. bareng temen-temennya, lemper, donat, semua kue basah deh. :D
ReplyDeleteItu sarapan lauknya banyak banget? set dah.
ReplyDeleteKalo sarapan, dulu jadi kewajiban gue sih. tapi sekarang mulai males sarapan gatau kenapa?
rasanya minum air putih aja udah kenyang. :D
Para penjual nasi rames kayaknya malaikatnya anak-anak kostan atau anak kuliahan ya wkwk :D aku kalau di kampus gitu belinya nasi rames, biar murah :)) dan enaaak kok tetep rasanya :D :))
ReplyDeletePenjual nasi rames kayak bu Yati ini emang harus dikasih penghargaan :))
Efek dari gak sarapa, bias seribet itu yah, hmmm...
ReplyDeleteSarapan yah. kalau gue sih biasanya sarapannya agak siangan, biar bias di rangkap gitu sama makan siang. Anak rantau harus hemat, broo.
Aduh jadi pengen sarapan pagi pake nasi rames bu yati
ReplyDeletewow lima ribu Rupiah dapatnya lumayan nendang juga tuh untuk sarapan.... !
ReplyDeletewoaahhh masih ada ya nasi rames 5 rb dpt begitu mas... di daerah rumahku udh ga bisa -__-..
ReplyDelete