Hidup adalah pilihan, begitulah katanya. Kata dia,
seorang gadis bermata biru yang sering aku sebut dalam tiap doa. Menerima
dirinya, menyatu pada dunianya, bagai menelan mentah buah simalakama. Terasa begitu
pahit, namun begitu legit, itulah kamu wahai gadis bermata biru. Nasibmu dan
nasibku bagai pinang dibelah kapak tumpul. Tidak rata, dan tidak seirama. Tak
bisa menyatu, tak bisa mencapai titik temu. Itulah kamu, sosok yang kini
menjadi abu-abu. Ada dan tiada, kini nasibmu tiada ada bedanya.
Hidup adalah perjuangan, begitulah kilahmu tatkala
aku tanya kenapa kamu memilih menjadi sosok seperti itu. Sosok yang banyak
orang mencibirnya, namun banyak juga orang yang mencarinya. Rela bayar mahal,
demi sekedar untuk mendengar desah nafasmu yang binal. Bagimu, kehidupanmu kini
adalah perjuangan, tak peduli seluruh dunia memakimu perempuan sundal. Bagimu
apalah arti dunia, yang hanya bisa memaki tanpa bisa memberi sedikit rasa
empati. Bagimu dunia itu tidak ada artinya, hanya sebatas tempat untuk mencari keping-keping
permata yang kau berikan pada rakyat jelata. Sebagai penebus dosa di waktu
muda, begitulah katamu. Selalu begitu. Di depanku, kau bercerita panjang lebar
tanpa terkecuali. Seluruh ceritamu bagaikan meluruh jatuh di hadapanku.
Begitulah katamu, selalu seperti itu setiap kali kita bertemu.
Hidup adalah roda yang beputar. Kadang di atas,
kadang di bawah, seperti yang sudah-sudah, pada akhirnya yang tersisa hanyalah
desah-desah pasrah. Semua posisi, seluruhnya aku sudah pernah, begitulah katamu
ketika lelah menjawab cercaan lebah-lebah. Antara bangga dan menyesal tiada
bedanya, tiada batasnya, sampai sampai aku pun tak bisa membedakannya. Ah siapa
peduli, toh aku begini tiada yang merugi. Justru kayak begini membuat mereka
makin menjadi-jadi, menggilaiku setengah mati, begitulah katamu waktu itu. Aku
masih ingat, di pojokan kafe di tepian Sungai Seine, kamu pernah menangis sebegitu
parah, seolah-olah kamu pasrah dan menyerah. Setelah itu semuanya berubah,
hanya ada diam dan diam, seketika kamu menghambur begitu saja, menuju
pelukanku, meminta aku menghiburmu. Selalu saja, hanya bisa diam tanpa kata,
lalu membalasmu, memelukmu, dan menghiburmu. Begitulah tugasku di depanmu, bukan
sebagai pelanggan tapi sebatas teman, teman meminta pelukan. Begitulah
julukanmu untukmu. Terdengar aneh, namun aku suka.
Baginya, segala gemerlap dunia sudah pernah
dinikmatinya. Emas permata, pakaian berbahan sutra, sampai lelaki bertenaga
kuda sudah pernah kau coba. Tiada bedanya, tiada rasanya, semua hanya sebatas
kewajibannya sebagai tokoh utama dalam hikayat nafsu para pelanggannya. Tiada
yang peduli, kecuali aku yang selalu ada untukmu, begitulah katamu. Kini dan
dahulu sekiranya sudah lain buku, dan kamu memilih untuk menggantinya dengan
buku baru. Buku baru, cerita baru! begitulah teriakmu tatkala di puncak Menara
Eiffel, minggu lalu. Pengampunan diri, pencerahan nasib yang hakiki. Sosokmu
kini, tak ubahnya seperti buku baru, putih bersih. Dua kalimat, penghapus
seluruh dosa yang pernah tersemat, begitulah dua kalimat syahadat.
Dulu dirimu adalah pemadat dosa, kini dirimu adalah
pemahat pahala. Dulu dikejar seribu serigala, kini menjadi manusia yang
merdeka. Dulu dirimu adalah sosok bermuka dua, kini dirimu adalah sosok beranak
dua. Dulu dan kini, gadis itu tetaplah gadis bermata biru yang selalu aku sebut
dalam doaku. Masa lalumu adalah rahasiamu, masa depanmu adalah tanggung
jawabku. Masa lalumu bukanlah hakku untuk mencelamu, namun masa depanmu adalah
kewajibanku. Sekiranya, jika Tuhan sudah berkata IYA niscaya langit runtuh pun
takkan bisa menolaknya. Sedihmu adalah sedihku, bahagiamu adalah bahagiaku,
tawamu adalah tawaku, anakmu adalah anakku. Dulu, kau dan aku menyebutnya dua
manusia. Kini, kau dan aku menyebutnya sebagai satu kata, Kita!
Hidup itu tergantung pada cara kita untuk menyikapinya. Ada hal-hal tertentu yang telah ditentukan bagi kita untuk dijalani. Segala sesuatu yang sudah terjadi, tak ada gunanya dibicarakan lagi. Rasa takut berhenti setelah mencapai titik yang tak bisa dielakkan. Mulai dari situ, rasa takut itu tidak lagi berarti, yang tersisa hanya harapan bahwa kita telah membuat keputusan yang benar.~ Paulo Coelho, Gunung Kelima.
Tepian Sungai Seine, Paris, 12 November 2015.
Jangan Diambil
Hati, Semua Cerita Hanyalah Sebuah Kisah Fiksi.
Jadi, gadis bermata biru sedang menelaah arti hidup
ReplyDeleteYa bisa dibilang begitu, haha tapi coba dibaca lagi kak alena :D
DeleteBukan cinta biasa :)
ReplyDeleteYa seperti itu, selami tiap kata dan tulisannya :))
DeleteSuka banget sama quotesnya :)
ReplyDeleteTerima kasih kak wida :D
Delete"Masa lalumu adalah rahasiamu, masa depanmu adalah tanggung jawabku."
ReplyDeleteSuka ya kata-kata itu :D
Well, agak terganggu dengan kata tergantung, tp gpp yang nulis paulo haha :))
hahha emang kenapa dengan sesuatu yang tergantung? Ya benar, tergantung memang tak enak. Apalagi jika yang tergantung adalah harapan dan cinta? Tentu saja hahaha
DeleteHahaha terima kasih gadis lampung X)
Hmm muantappp juga, ahi hi hi.
ReplyDeleteterima kasih
DeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeletehaha salam kenal kang..
Deleteiya ini bukan kisah nyata, cuma fiksi hehe
uhuk, bijak amat ya. ehem, gue setuju sama om paulo. hidup adalah bagaimana kita menyikapinya. dan saya pun setuju dengan anda tentang arti dari hidup di setiap pembuka pragraf. pilihan, perjuangan, roda yang berputar, uhuhuhu
ReplyDeletehahaha sebijak-bijak tulisan ini semua hanyalah tulisan biasa jev, anggap saja sebagai pemahaman dan pembelajaran
Deletebtw makasih :))
Si gadis ini dulunya kupu-kupu malam ya, Mas Fan? Trus ada segala kata bertenaga kudanya, bikin aku tersedak trus ngakak sih. :D
ReplyDeleteKata-kata di postingan ini indah. Puitis dan melankolis. Tapi yang paling suka, teman meminta pelukan. Sederhana. Tapi dalam maknanya. :)
Hahaha iya betul, dia dulunya wanita panggilan high class, tapi sekarang sudah tobat dan sudah menikah dan punya dua anak :)))
DeleteTerima kasih :D
agak kurang pas kayaknya tiba-tiba nyempil kalimat 'Justru kayak begini' di tulisannya. barangkali lebih enak kalau diganti, biar lebih pas dan waaaah cakep lho kak tulisannya. :D
ReplyDeletehahaha iya kak, terdengar agak janggal. Mungkin kemaren kelewat pas bagian revisi :D
DeleteIya kayaknya sih harus diganti dengan sesuatu yang enak didengar. terima kasih atas sarannya :D
Hehe makasih kak happy X)
sudah ku komen ya. hahahah.
ReplyDeletehaaha makasih mbak X)
DeleteEiffel, semua gemerlap dunia pernah dinikmati. Wow!
ReplyDeletehaha iya kak :D
DeleteBoleh kenalkan saya pada gadis itu?
ReplyDeleteeh jangan X)
DeleteMaaf, gue kayak pernah baca antara bait-bait atau paragraph nya.
ReplyDeleteIni karya asli bang fandhy apa bukan? Kalo iya. Ini keren banget... Sastranya.
ini karya asli tulisan saya mas, itu anda lihat dimana ya ?
DeleteYg bukan tulisan saya, itu cuma bagian quote-nya. Itu kutipan dari Paulo Coelho, Buku Gunung Kelima :)))
Mari belajar menyikapi hidup :)
ReplyDeleteiya mbak :)))
Deleteanak sastra ye bang? hehee two thumbs up :)
ReplyDeleteaku anaknya bapak ibu neng hahaha
DeleteMakasih
tulisan lu naek ye. ningkat gitu. dulu agak tersendat, sekarang bagus....ngalir.
ReplyDeletehahaha iya alhamdulillah, makasih mbak X)
Deletekeren banget bang, anak sastra kah, live like a wheel ,kadang di atas kadang di bawah, yuk berkunjung ke blog saya juhariblog
ReplyDeleteBukaaan mas, bukan anak sastra kok hehe
Deletemakasih
thank you :D
ReplyDeleteBaru pertama kali baca, ah tulisannya romantis dan melankolis. Bagus. :D
ReplyDeleteBtw salam kenal, kayaknya saya baru pertama kali mampir ke sini. :D
hahah iya salam kenal ya lu, kayaknya dulu udah pernah deh berkunjung kesini juga :D
DeleteCeritanya bikin baper, Argh...
ReplyDeletehahaha maafkan ya maafkan :D
Deleteoalah tulisannya mas fandy begini toh ngalir syurrr2 ceritanya, kutipan terakhirnya bagu sekaleeehh
ReplyDeletehahaha terima kasih kak :D
DeleteIni juga masih berlatih dalam menulis hehe
Bagus. Rimanya oke. Pilihan katanya tidak terlalu tinggi, yang mana membuatnya lebih enak dinikmati :3
ReplyDeleteEh, itu bagian lokasi dan tanggal yang berada di bawah termasuk fiksikah?
hahaha terima kasih kak jun, hehe ini cerita emang fiksi kok tapi ya fiksi fiksi dari kisah nyata :D
DeleteSedihmu adalah sedihku, bahagiamu adalah bahagiaku, tawamu adalah tawaku, dan ANAKKU BUKAN ANAKKU. <---serius gue bacanya gini
ReplyDeleteJadi keinget judul sinetron :") *yha malah ngomongin sinetron di post deep gini*
hahah ya ampun sampai ingat judul sinetron juga X)
Deletedalem banget maknanya, bikin baper dedek bang
ReplyDeleteduh dek, ya ampun deh ya.. maap kalo bikin baper :l
Deleteaku bukan bermata biru, cuma gadis bergincu merah XD *dijambak*
ReplyDeletescroll di atas, ternyata fiksi ya, kalau beneran soswet banget lagh, apalagi KITA dibold gitu :))
hahaha ya ampun mbak sari mah gitu X)
DeleteKirain gadis bermata biru itu gadis yang pake soflens biru ternyata ini gadis yang menelaah arti hidup :) dan benar Hidup adalah pilihan dimana kita harus bisa memilih untuk bertahan hidup
ReplyDeletehidup adalah memilih :)
DeletePengen nulis buku lalu punya buku yang disimpen dalam perpustakaan sendiri. Mudah2an terwujud. Aminnn
ReplyDeleteiya betul kak, punya perpustakaan pribadi itu idaman dari dulu :)))
DeleteBagus..tutur kata dan penjabaran kalimatnya. Banyak kiasan yg semakin memperkaya ranah bahasa.
ReplyDeleteterima kasih kak :D
Delete