Sungai kata, yang mengalir jauh menembus setiap
batas ideologi yang hampir sama namun nyatanya berbeda. Melarutkan berbagai
macam rasa, menghanyutkan berbagai macam jenis jiwa, mulai dari yang suka
mengembara, suka mencinta, dan mereka yang hanya suka menuliskannya saja.
Aliran katanya perlahan namun pasti akan mengalir dari setiap gurun gersang
sekalipun. Tanpa terkecuali.
Sungai kata, yang mengalir jauh dari puncak kebesaran logika dan bermuara pada samudra kedalaman jiwa. Kebesaran logika yang mengakui dirinya ada, kebesaran logika yang mengakui bahwa dirinya manusia, dan mampu membedakannya antara dia dan mahluk hina melata di seberang alam sana. Kedalaman jiwa, hanya ada kedalaman yang tersisa dari setiap kata yang mengalir lewat sepuluh jari yang dibantu dua mata, hanya ada sisa rasa yang tertinggal di dasarnya, membuat cerukan, menjadikannya hamparan pemahaman baru.
Sungai kata, alirannya bagaikan elok cahaya Sang
Surya yang terpantul dari cawan muka yang ada di tiap-tiap kerlip beningnya
aliran Sungai Zambezi di Benua Afrika. Berkelok-kelok menyusuri berbagai macam
ideologi jiwa, lalu berkelit masuk ke dalam jiwa masing-masing dari mereka yang
menepikan dirinya di sampingnya, lalu duduk dan meneguk nikmatnya pengetahuan
baru, dan wawasan baru. Segarnya ilmu yang terteguk takkan sama dengan apa yang
kau teguk tiap hari dengan mulutmu itu.
Sungai kata, antara kita semua tak akan bisa
melihatnya dengan cara yang sama. Melihat dengan cara berbeda, menganggapnya
sama tapi pemahamannya berbeda. Kamu melihatnya bagaikan ular yang mengular, sedangkan
Aku melihatnya bagaikan ideologi liar yang begitu menular. Menular lalu
mewabah, menyebar ke segala arah. Dari sudut hutan gelap yang tak tertembus cahaya
sekalipun, akan menjadi terang benderang jika cahaya pemahaman muncul di
dalamnya, itulah dia yang menganggapnya sungai kata bagaikan sebuah suryakanta
jiwa, yang memantulkan cahaya sang surya dan memfokuskannya pada satu titik
yang ada. Satu titik, diam, lalu seketika menyebar, dan berkobar. Terang benderang.
Tercerahkan.
Sungai kata, kanan kirimu penuh dengan bentuk alam
jiwa yang beraneka rupa. Ada yang berbentuk hutan gelap, gunung karang, gunung
bersalju, gurun pasir, sampai runyamnya sebuah kota nampaknya ada. Sekiranya
semua akan berakhir pada akhiran yang berbeda, kalau tak bermuara di kaki
cakrawala berbalut samudra kedalaman jiwa, ya tersesat dalam lingkup danau
nestapa yang menjebak jiwa, membungkam segala pembenaran, dan memaksanya bungkam.
Bungkam yang terdiam. Jiwa yang terbungkam. Entahlah.
Sungai kata, bagi yang tak mengerti akan maksudnya
niscaya akan menganggapnya tidak ada. Namun tidak bagi mereka yang melihatnya
sebagai sebuah sumber ilmu yang utama. Tak terkecuali mereka para penjebak
kata, para pesilat lidah, dan mereka yang sekiranya menganggap dirinya seorang
pemuja sastra, seperti saya? Sekiranya. Kata-kata, bagi sebagian orang itu
hanyalah sesuatu yang biasa, yang tak perlu diperhatikan sampai demikian rupa. Tapi
tidak bagi dia, dia menganggapnya sebuah senjata. Baginya, Segala macam senjata penghancur ciptaan manusia yang paling berbahaya
dan paling kuat, adalah kata-kata.~ Imam Agung, Halaman 92. (Paulo Coelho,
Gunung Kelima)
Sungai kata, tak bisa dijelaskan semudah mengulam
tawa. Banyak pemahama yang berbeda, banyak yang sama, namun tetap saja
bentuknya berbeda. Ada yang begitu luas, ada yang begitu dalam, adapula yang
begitu dangkal pemahamannya. Begitulah sungai kata, antara aku dan kamu tiada
bedanya, sama sama masih suka keliru ketika mencari arti yang utama. Tapi
terkadang saat kau melihatnya dengan seksama, ada lebih sekedar kelihatannya,
ada begitu banyak artinya. Terlalu banyak. Saya rasa.
Namanya juga sungai kata, sekiranya biarkanlah dia
mengalir sesuka hatinya. Tak usah kau atur, tak usah kau cegah mau mengalir
kemana, dia itu sungai kata bukan KPK yang bisa kau setir dengan kuasamu. Dia
bukan anggota dewan yang pura-pura terlelap tatkala berdebat soal rakyat jelata.
Bukan pula Kasus Hambalang, yang kabarnya sampai sekarang bagai terjebak di
Negeri Senja. Tanpa kabar, tanpa berita. Dia itu sungai kata, bukan Annisa
bukan pula Sonya, biarlah dia jadi idola. Idola para penggila sastra, bukan
idola para VVOTA yang entah kenapa mereka mereka begitu memujanya dengan begitu
gila (atau bodohnya) terhadap gadis-gadis idolanya. Sekiranya mereka butuh pintu surganya
Arman Maulana, agar tercerahkan logikanya. #DitekelVVOTA
Sungai kata, di tubuhnya merebah banyak aksara yang
lelah dan putus asa. Sembari menunggu senja, dia melepaskan jiwanya. Menuju
surga, menuju nirwana, menembus logika. Pencerahan logika.
Sekiranya sebagai sungai kata, mengalirlah engkau setiap waktu. Tanpa perlu pedulikan akan hal tabu. Sungai kata, di tubuhmu saya titipkan berbaris aksara pembawa segala rasa. Rasa duka, bahagia, kecewa, gila, dan cinta, sekiranya hanyutkanlah mereka. Leburkanlah mereka bersama ombak samudra kata. Samudra kata penuh harap dan cita-cita.
“Wahai sungai kata, carilah tempat yang lebih baik untuk airmu yang jernih, untuk memantulkan cahaya matahari, sebab suatu saat nanti padang pasir akan mengisap habis airmu.” ~ Paulo Coelho, Gunung Kelima, Hal 41.
Sungguh.. Gue kudu baca dua kali tulisan ini, otak gue gak terlalu paham sastra.
ReplyDeleteTapi setelah baca lagi, ternyata it's amazing...
Masih puyeng
Haha jangan dipaksa kalau masih terbendung, santai saja kak. Biarkanlah sungai kata mengalir ke dalam, sanubarimu, pemahaman logikamu :)))
DeleteSalam kenal
Sungai kata.
ReplyDeleterupa.
makna.
rasa.
Beda.
Sungai kata.
Retoris senjata utama.
Hahaha ..
Abis baca ini yg daku pikirkan lagi river jkt :D
hahaha kamu kebanyakan dengerin lagunya JKT48 X)
Deleteduh... kalimat kalimatnya indah merangkai jadi paragraf yang sungguh bermakna
ReplyDeleteterima kasih kak :))
Deletesukaaaaaak.
ReplyDeletetapi 'mengulam' apa ya, kak?
saya juga kurang paham tuh gan, menyulam kali!
DeleteMengulam tawa = Menebar tawa
DeleteMenyulam dan mengulam itu maksudnya sama saja kak, ya ibarat kata sinonim :)))
Aku keder baca ini, ampe harus ngulang beberapa kalimat.
ReplyDeletehahaha semoga sungai kata mengalir deras menuju pemahamanmu dib :D
Deleteseperti halnya sungai yg akan bermuara di lautan luas.pun begitu dengan aliran kata yang menganak sungai
ReplyDeletehaha terima kasih tambahannya kak siti :)))
DeleteKalau saya tidak begitu paham dengan yang namanya sastra, ini bukan puisi kan?
ReplyDeletehehe ini juga masih latihan kok kak :)))
DeleteMakin banyak diksimu, makin terasa alurnya. Keren...
ReplyDeleteterima kasih pak :D
DeleteKalau boleh saya nanya itu kira kira dalamnya berapa meter ya lihat luasnya saja sudah gak kebayang.
ReplyDeletehahaha kedalaman sungai kata itu dalamnya tergantung bagaimana kedalaman suatu pemahaman logika tiap manusia, dan semuanya berbeda-beda
DeleteWah, belum survei lokasi, nih. Parah. :D
Delete*sorry nyamber*
Gilaak ini mah :' nyastra abis :3 Selalu suka sama tulisan begini, tapi kurang bisa memahaminya secara cepat :D butuh waktu :'
ReplyDeletesemua butuh waktu feb, santai saja dan berlatih memahami :)))
Deleteaduh bahasanya... luaaar biasyasaaaa :D
ReplyDeletemuehehehe terima kasih
Deletesungai kata. semakin mengalir. semakin luas. dalam. hingga bermuara ke lautan.
ReplyDeletekeren kak.
terima kasih :D
DeleteFandyyyy... baca artikel ini ko berasa berat banget ya.. maaf gagal faham kontek yg dijadikan uraian... sekali kali coba bikin syair politik, eh hihihi
ReplyDeletehahaha kalo syair soal politik mah masih perlu belajar lagi mbak haha
DeleteFandyyyy... baca artikel ini ko berasa berat banget ya.. maaf gagal faham kontek yg dijadikan uraian... sekali kali coba bikin syair politik, eh hihihi
ReplyDeleteRiver words. I did understood. Halah, sok English gini. :')
ReplyDeleteGue cuma bisa nikmati tiap derasnya kata yang mengalir. Tak mampu berbicara banyak, sebab hatiku terhenyak. *ini apa coba?*
Biasalah. Emang mantap yang kayak gini. Sastrawi. Hehehey. :D
hahaha terima kasih rob X)
Deletehahaha ini masih belajar kak bimo :D
ReplyDeletetapi terima kasihh