Nampak
di depanku terbentang sebuah koridor sempit yang memanjang, nampak gelap dengan
kanan kirinya penuh semak belukar. Hanya menatap ujungnya saja sudah membuat
banyak orang bergidik ngeri, apalagi sampai memasukinya, dan berjalan di
dalamnya?
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Adalah
sebuah kewajaran jika seorang lelaki biasa tergagap kehabisan kata-kata tatkala
ditatap oleh seorang wanita, dengan dua bola mata hitam, yang nampak
kepekatannya begitu kontras dengan kulit putihnya. Wajah cantiknya sudah
membiusku sejak pandangan pertama, apalagi kini dengan dua bola mata yang tertuju
kepadaku, rasanya seperti tertembus peluru kasat mata. Hanya kepasrahan yang
tersisa, menanti menunggumu bicara, sekedar melumerkan kebekuan logika,
melemaskan kekakuan lidahku, dan memberikan jeda yang berharga bagi paru-paruku
untuk menghela, sekedar mengambil udara baru.
Nampaknya
kamu masih saja betah dengan diammu, tatkala pelayan kafe mendatangi meja kita,
sekedar bertanya mau memesan apa. Aku pesan secangkir Kopi Bengkulu untukku,
dan secangkir Teh Madu untukmu, aku tahu itu minuman favoritmu, minuman yang
selalu kamu pesan sejak tiga tahun yang lalu. Semenjak kematian Linda, sahabatmu,
teman kuliahmu, teman satu divisimu. Hanya senyum tipis tanpa ekspresi yang
kamu berikan, tatkala aku berkata, jika aku sudah hafal apa minuman favoritmu,
hafal di luar kepala.
Jangan Lupa Baca Cerita Sebelumnya : Sebuah Pilihan Sulit
Malam
itu, kamu nampak sempurna dengan make up
halus yang menghias muka, dengan rambut panjang yang kau kucir seperti ekor
kuda. Baju putih dan rok hitam seolah melengkapi penampilanmu malam itu, dan
mengingatkanku pada waktu kita pertama kenal dulu, sewaktu orientasi pegawai
baru.
Kamu
nampak begitu cantik malam itu. Kamu adalah tipikal wanita yang jarang
tersenyum, karena menurutmu senyumanmu hanya untuk kekasihmu. Ah beruntung
sekali orang itu, bisa menjadi kekasihmu dan menikmati senyumanmu sepanjang
waktu. Kamu adalah tipikal wanita yang irit bicara, lebih banyak berkata dengan
tatapan mata. Oleh sebab itu, hanya sedikit orang yang mau menjadi rekan
kerjamu, salah satunya adalah aku.
Nampak
di depanku terbentang sebuah koridor sempit yang memanjang, nampak gelap dengan
kanan kirinya penuh semak belukar. Hanya menatap ujungnya saja sudah membuat
banyak orang bergidik ngeri, apalagi sampai memasukinya, dan berjalan di
dalamnya? Terkencing-kencing di celana mungkin adalah sebuah kewajaran yang
akan dimaklumi oleh mereka. Tak sedikit orang yang berusaha menaklukannya, tak
sedikit pula orang yang gagal menemukan ujungnya. Sebagian tersesat,
sebagiannya lagi berbalik arah, pulang kembali ke tempatnya bermula. Dan
beginilah yang sedang terjadi, nampak aku yang sedang berusaha keras
mengumpulkan keberanian untuk memasuki koridor sempit yang bermula dari kedua
mata hitammu.
Tatkala
aku mulai menyesap kopi pesananku, dan berpikir untuk pergi, kau pun
mulai membuka mulutmu untuk pertama kali :
“Rangga, sepertinya hatiku sudah mulai
terbiasa dengan lelaki, sepertimu.”
--------------------------------------------
Silahkan baca cerita sebelumnya : // Sebuah Pilihan Sulit //
Ceritanya bagus. :D Aku bayangin ceweknya cantik natural.
ReplyDeleteTokoh wanitanya siapa namanya? Aku jadi bayangin Dian sastro nih, gara2 dipercakpan si pria bernama rangga. Tp tkoh wanitanya berbeda karakter sm Cinta, Cinta wanita yang hangat sedangkan si tkoh wanita spertinya kebalikannya.
ReplyDeleteWaw, tiba2 namanya Rangga, udah mainstream iiiih...
ReplyDeleteBtw, banyak banget kata "nampak" ya😁😁
Kayaknya beberapa kata nampak bisa diganti terlihat, hmm apalagi yaaa 😂
Hehehe... Aku terkesima dan hanyut dalam kata2 sambil bayangin ceweknya (maaf, bayangin cewek orang) yang milih2 kepada siapa ia bakal senyum.
ReplyDeleteBanyak kata repititif Bro Van. Forza Milan lah pokoknya!
ReplyDeleteIni teh akhirnya twist? Wkwkwkw kenapa ngakak pas baca Rangga :( teh kayanya ini perempuan serasa aku banget, jarang senyum irit bicara. Kujadi bertanya2 apakah ada nanti lelaki yang menceritakan aku sedetail rupa seperti ini? Nyahaha XD
ReplyDeletekurang panjang ceritanya Uda. jadi baru mau menikmati, sudah habis saja
ReplyDeleteDuh... Rangga-nya keselek gak tuh? Hihihi.
ReplyDeleteBtw ini si Rangga tokoh aslinya pemilik sastraananta.com bukan, sih? :D
Rangga,
ReplyDeleteJadi yang dihadapanmu saat ini benar-benar wanita tulen, kan??
**kadang ku ragu dengan rasamu..😕
Siapa nama wanita itu kak? Sebenarnya dibayanganku wanita itu flawless dandanannya. Tidak menor hanya seperti terlihat dingin. Tapi ngebaca tulisan ini ngebayanginnya jadi kaya ke scene film AADC ya? Hehehe
ReplyDeleteLagi ngebayangin suasana di sana, mencoba menerka wajah gadis di depan Rangga ...eh, ceritanya udah selesai.
ReplyDeleteKayaknya lebih asik, kalau paragraf ceritanya lebih diperpanjang lagi, Kak...
Supaya gak selalu penasaran. hehehe..
Aku gak bayangin ada kata Rangga di situ, hahaha
ReplyDeleteKalau si cewek, mata hitam, kulit putih, natural, mungkin gadis asia, Natasa Nauljam karena drama bersetting Thailand
ceweknya sih aku bayangin seperti pevita pearce atau malah chelsea islan gitu ya mas.. point yang aku dapat, nih cewek akhirnya bersuara kalau dirinya mulai menyukai si cowok ... tapi cowoknya malah terdiam kaku gak bisa menjawabnya
ReplyDeleteSaya hanya mampu menangkap cerita diatas secara ambigu, antara penyaluran rasa yg kamu hadapi atau memang ini kisah tak kasat mata..bravo Fan. Kutunggu Ranggamu...eh cerita selanjutnya
ReplyDeletedalam bayanganku tu cewek kayaknya cantik banget deh, pandai makeup ala ala korea gitu
ReplyDeleteAku kok ngebayanginnya serem yak. ada cewek dikoridor sempit, kulit putih dan bermata bulat. dimalam hari pulak..... semoga bukan "sesuatu" yang harus dikhawatirkan ya :p
ReplyDeleteApakah rangga ini nama tokoh yg mengagumi gadis cantik itu ? Atau nama gadis cantik itu rangga ?
ReplyDeleteSy masih kurang paham meski sudah baca beberapa kali
Hehehe
Tsaaaahhhhh~~~
ReplyDeleteAkhirnya, aku membaca tulisanmu yang lebih mudah kumengerti maksudnya.
Tapi, Mas Fan, koreksi sedikit. Kamu terlalu banyak mengulang kata "nampak". Mungkin kamu bisa buka tesaurus untuk menemukan kata lain agar lebih bervariasi. Oh iya, nampak itu tidak baku. Yang baku adalah "tampak".
Kayanya cerita ini bersambung ya. Dan banyak pembaca yang terkesima dengan tulisan mas yang satu ini. Lanjutkan terus mas karya karyanya biar saya bisa baca dikala mumet kerjaan
ReplyDeleteCoba di balesin satu-satu yang komentarnya mas Fandhy :D
ReplyDelete