Selalu ada titik
dimana sesuatu bermula...~ Jazuli Imam, Pejalan Anarki
Dari balik tenda yang bergetar hebat tergoyang angin
kencang pegunungan, nampak di dalamnya ada seorang lelaki, meringkuk dalam sleeping bag-nya, berbalut jaket tebal,
bergetar, menggigil kedinginan.
--------------------------------------------------------------------------
Di dunia ini, selalu ada titik dimana sesuatu
bermula, termasuk sebuah langkah kecil yang mengawali sebuah pendakian penuh
makna. Penuh makna karena itu adalah pengalaman pertamanya mendaki sebuah
gunung. Dan, nama gunung tersebut adalah Gunung Cikuray. Gunung setinggi 2821
Mdpl, yang berdiri menjulang ke angkasa, seakan menantang siapa saja untuk
mendakinya. Dan, pada tanggal 2-3 September 2017 yang lalu, bersama kawan-kawan
satu divisi kerja, dia memiliki kesempatan untuk melakukannya.
Dengan memilih Jalur pendakian Bayongbong, nampak di
kejauhan, Gunung Cikuray terlihat seperti segitiga raksasa, dengan kerucut yang
mendominasi puncaknya. Di bawah kakinya, nampak tersaji pemandangan hijau permai
beraneka ragam ladang sayur-mayur. Sebuah pemandangan yang menyejukkan mata.
Namun sayangnya waktu itu mereka mendaki di waktu dini hari, jadi yang terlihat
hanyalah hitam pekat khas kegelapan dini hari, dengan desau angin dini hari
yang tak begitu kencang, namun terasa begitu menggigit sampai ke tulang. Dan
beruntungnya ia sudah memakai pakaian tebal.
Tanjakan Ombing
Tanjakan Ombing sudah menanti di depan mereka,
sebuah tanjakan panjang yang kemiringannya nyaris empat puluh lima derajat. Namun
beruntunglah, gelapnya pagi dini hari mampu memanipulasi mata, sehingga tak lagi
dipedulikan betapa menanjaknya, betapa jauhnya tanjakan yang menantinya. Tiada
yang bisa mereka lakukan, selain terus melangkah, langkah demi langkah, dan
untuk menjaga tubuh tetap hangat. Dengan harapan, sudah sampai di Pos 2 di
waktu pagi. Dan ketika waktu pulang, semua terjelaskan, ternyata memang benar
Tanjakan Ombing itu treknya begitu panjang, dan menanjak.
Tatkala mereka sampai di Pos 2, nampak matahari pagi
sedang berbahagia. Dia bersinar dengan begitu terangnya, namun terasa begitu
lembut di kulit mereka. Secara perlahan, cahayanya mampu membelah kabut pagi,
melunturkannya, lalu membawanya turun menjadi embun pagi. Tanpa mereka sadari, di
balik punggung mereka nampak begitu indah panorama Gunung Papandayan yang
puncaknya menjulang menyembul dari lautan awan. Berdiri gagah, seolah menyambut
mereka dengan semburat senyumannya yang ramah. Diputuskannya bahwa mereka akan
beristirahat sejenak di Pos 2, sejenak untuk sarapan pagi.
Berbeda dengan yang lainnya, dia memilih untuk
menikmati indahnya pemandangan pagi di Pos 2 dengan membaca buku. Iya membaca
buku. Suatu kebiasaan aneh yang nampak begitu ganjil, namun begitulah adanya.
Dia terbiasa pergi kemana-mana dengan selalu membawa buku di tasnya, dan tak
terkecuali waktu itu pun dia membawanya, satu. Di dunia ini ada berbagai cara
dalam menikmati keindahan alam, namun khusus bagi dia, dia menikmatinya dengan
cara membaca buku sastra. Paradisa!
Nampak kawan-kawannya sudah mulai berkemas, dan dia
pun sudah menyantap sarapan paginya, dia pun lantas berkemas, mengikuti yang
lainnya. Pendakian Gunung Cikuray yang sesungguhnya sebenarnya baru dimulai
setelah Pos 2. Hal itu nampak dari jalur pendakiannya yang begitu berbeda,
dibanding jalur pendakian dari Pos 1 ke Pos 2 yang didominasi ladang
sayur-mayur, jalur pendakian menuju Pos 3 dan seterusnya lebih didominasi oleh
jalur menanjak menembus pepohonan, mendaki di antara akar pohon yang mengular.

Jalur pendakian menuju Puncak Cikuray setelah Pos 2
bagi dia itu selayaknya ujian yang sebenar-benarnya. Ujian untuk melatih
ketahanan tubuh, ujian untuk melatih mental juangnya, serta melatih ketabahan
hatinya. Apakah akan terus melangkah atau memilih menyerah kalah? Namun dia
terus melangkah, tanpa peduli beban berat di punggungnya, dia terus berjalan
perlahan, meski terkadang dia berjalan merambat menyusuri akar pepohonan agar
selamat. Dengan sesekali dia berhenti di tengah jalan, sejenak untuk beristirahat
sembari membasahi tenggorokannya dengan air yang dibawa kawannya.
Dia merasa pendakian menuju puncak begitu lama, namun
dia terus melangkah. Sembari terus bersabar, mengatur nafas, dan tidak
tergesa-gesa. Dia percaya, dia tidak perlu tergesa-gesa dalam melangkah, karena
Tuhan selalu punya jeda yang pas untuk setiap langkahnya. Kaki-kakinya mungkin
sudah begitu menderita, apalagi dengan kedua pundaknya yang terus memanggul carrier yang cukup berat, belum lagi
ditambah dengan jalur pendakian yang terjal dan menanjak, namun opsi yang dia
miliki hanya satu, terus melangkah maju. Dia percaya, bahwa ketika dihadapkan
pada penderitaan yang tak terelakan, dia dipaksa untuk mencoba menalarkannya,
sebagai cara untuk mengatasi rasa ketakutannya, dia lebih memilih untuk
menerima semuanya, apa adanya.
Tanpa terasa sudah berjam-jam dia mendaki namun yang
dia temukan barulah pos 7, puncak nampaknya masih jauh, meskipun terlihat langit
begitu jelas, nampak sudah membiru, angin gunung semakin menderu, menitipkan
dingin yang menyaru bersama rasa frustasi, yang terkadang mendatangkan kantuk
tanpa permisi. Begitulah yang terjadi padanya, sekitar beberapa jengkal dari
puncak, dia malah terlelap. Terlelap begitu saja, di dekat perapian salah satu
pendaki yang masih satu suku dengan dirinya.
Pangapuntene
nggih mas, kulo miki numpang turu teng mriki..., begitu kilahnya tatkala tersadar dari lelapnya. Lelap
yang lamanya tak seberapa, tapi cukup memberinya tenaga untuk melangkah lebih
jauh dari sebelumnya.
Kadangkala kita tak perlu berpura-pura tangguh, tak
ada gunanya membuktikan sepanjang waktu pendakian bahwa kita baik-baik saja.
Tak usahlah memikirkan apa kata orang, berhentilah, bila perlu pejamkanlah mata
sejenak, ambil nafas dalam-dalam, lalu pasang fokus ke depan, tatap tujuanmu,
karena hanya dengan cara itulah kita bisa melangkah lagi.
Pelan tapi pasti dia kerahkan segala tenaga yang
tersisa, dengan mulut yang terus merapal doa, dengan mata yang terus menatap ke
muka, disisingkannya carrier tinggi-tinggi,
tanpa peduli kedua kaki yang mulai hilang rasa, dia terus melangkah. Langkah demi
langkah, sampai akhirnya gunung pun menyerah, dan menampilkan puncak yang membuatnya
duduk pasrah. Hanya sejenak membongkar isi tasnya, sekedar untuk mendirikan
tenda, lalu direbahkan tubuh lelahnya dalam bilik tenda, tanpa suara, dia
terlelap begitu saja. Padahal waktu itu senja sedang indah-indahnya. Tapi khusus
hari itu, senja diabaikannya, itu pun tanpa sengaja.
Nampak malam itu ada yang lain dari salah satu
tenda. Dari balik tenda yang bergetar hebat tergoyang angin kencang pegunungan,
nampak di dalamnya ada seorang lelaki, meringkuk dalam sleeping bag-nya, berbalut jaket tebal, bergetar, menggigil
kedinginan, dan mengigau dengan suara parau. Dan orang itu adalah Aku.
-------------------------------------------------------------------------------------------
Ini hanyalah cerita sepanjang perjalanan awal saja, sepanjang hari pertama tanpa sempat lanjut hari kedua karena tubuhnya sudah begitu tak berdaya. Kelelahan memaksanya untuk berhenti meramu kata, dan membiarkan kantuk menjajah matanya, untuk kesekian kalinya.
Sekian...
Ini hanyalah cerita sepanjang perjalanan awal saja, sepanjang hari pertama tanpa sempat lanjut hari kedua karena tubuhnya sudah begitu tak berdaya. Kelelahan memaksanya untuk berhenti meramu kata, dan membiarkan kantuk menjajah matanya, untuk kesekian kalinya.
Sekian...
puncak cikuray indah banget ya , pasti rasanya puas bisa nyampai di sana
ReplyDeleteseumur-umur gue belom pernah naek gunung, ada niatan bulan november naik, tapi gak jadi. haha. btw, itu sampe bawa-bawa buku.. haha keren.
ReplyDeleteWahh.. jadi kangen nanjak ke Cikuray lagi dehh
ReplyDeleteLooks like a floating island! Breathtaking :)
ReplyDeleteWah pelanggaran nih...masa sudut pandangnya "aku"..coba "dia" (gober ) keren bang
ReplyDeleteOalaaahhh jadi seperti itu track cikuray yang udah lama gue kepoin karena katanya tracknya menantang terjal. Palak ketemu kaki, kaki ketemu palak huahaha. Pastinya seru, capek juga sih. Mantap gan. Banyakin share di gunung yaa biar saya senang bacanya huahahaha :p
ReplyDeletewillynana.blogspot.com
Wah, serunya mendaki Gunung Cikuray. Awalnya sayabkira background putih di kejauhan itu laut, ternyata awan ya. Subhanallah. Puncaknya sungguh memikat, sepadan dengan usah yang dikeluarkan untuk mencapainya.
ReplyDeleteBagus banget ya pemandangan di puncaknya. Eh, dari lerengnya juga udah indah banget, sih. Latar awan-awannya itu lho yang bikin takjub banget.
ReplyDeleteDuh, gimana rasanya ya berada di sana, setelah perjuangan mendakinya? Hemm.. pengen merasakan sendiri. Entahlah, someday.. someday... aamiin.. *merapal doa*
bagus ya, sampai ditutupin awan gitu gunungnya. jadi mirip lautan tapi lautan awan
ReplyDeleteWah, baca cerita pengalaman ini jadi kembali teringat pas dulu pertama kalinya muncak gunung juga. Bedanya, waktu itu sih aku ke gunung gede-pangrango.
ReplyDeleteDan perjuangan buat sampe ke puncak memang luar biasa ya wkwk, tapi setelahnya ada rasa syukur yang membuncah karena mencapai sesuatu yang memang sudah ditekadkan.
Btw, mendaki gunung awalnya bikin kapok karena cape, tapi setelahnya bikin kangen dan jadi nagih😂
Kujuga pengin kapan-kapan naik gunung lagi.
Terima kasih sudah menceritakan pengalaman mendaki gunung pertamanya dengan untaian kata-kata yang indah, Fan. Selamat sudah menaklukan gunung pertama.
ReplyDeleteSebagai orang yang sadar akan kemampuannya, aku memilih untuk menikmati mendaki gunung lewat cerita orang. Daripada nanti menyusahkan orang lain karena fisik yang tak terlatih, belum lagi hidung yang bermasalah dengan udara dingin.
Aku tunggu cerita penaklukan gunung-gunung berikutnya. Eh kalau naklukin perempuan kapan, Fan?
Wah baca buku ya?
ReplyDeleteKalau saya mungkin lebih memilih memotret atau menulis dengan tangan :D
Btw kebayang dinginnya udara gunung. Tapi seneng ya bisa menepi sejenak gtu dr keramaian kota :D
Puncak Cikuray. Puncak yang nggak terlampautinggitapimambelmampukufakidaki. Pengin deh kapan2 ke sana. Bawa buku juga ahhhhh.
ReplyDeleteLah ternyata aku ke sini belum komen toh
DeleteBerarti cuma dibaca doang, lupa gak komen wkwk
Ini nulisnya kayak fiksi yah. Padahal ya fandy sendiri yang nulis 😁
Berarti udah hebat banget menulis fiksi tentang diri sendiri tapi dijadikan sosok lain. Yaaa macam dilan gitulaaaaah
Keren aiiih, baca buku di gunung. Antimainstream daripada orang2 yang moto2.
Ditunggu lagi penaklukkan gunungnya bersama wanita yg udah ditaklukkan,hehe
Pengalaman pertama memang tampak istimewa dan menyebabkan kita ingin mengukir pengalaman-pengalaman berikutnya.
ReplyDeleteAku dulu pingin banget gabung sama anak pecinta alam. Tapi gak diijinkan Ibu.
Akhirnya,
Sekarang sudah gak sama orangtua lagi (tinggalnya) jadi mudah takut sama alam.
Hiikks~~
Aku belum pernah nanjak, dan lihat cikuray, seru bangeeett.
ReplyDeleteSemoga suatu saat berani nanjak. Hihi.
Subhanallah, ga boong cakepnya pemandangan dari puncak sikuray
pengalaman pertama mendaki gunung memang sepertinya menarik. ingin sih mencoba pengalaman seperti itu. Namun sayang, didikan orangtuaku padaku sepertinya belum cocok untuk aku bisa menjadi pendaki gunung or even pecinta alam. Kadang, aku pun sempat iri sama orang-orang yang berfoto di puncak gunung gitu. banteran ya bisanya aku ke pantai
ReplyDeleteLuar biasa sekali deskripsinya. Film 5 cm gue rasa kalah ceritanya sama deskripsi yang dibuat Fandhy. Di gunung meninggalkan senja? Sungguh aku tidak bisa berkata apa-apa. Pemandangannya indah banget ya.
ReplyDeleteBagus bangeeeettt..... ya Allah sampai pengen nangis jadinya.
ReplyDeleteMembaca ini jadi berasa ikut naik. Ah.. sudah lama saya tidak jalan2 ke gunung. Badan sudah tak mengizinkan. Harus banyak olah tubuh baru bisa lagi. Huhuhu....
terakhir naik gunung akhir 2 agustus tahun lalu. Tapi tidak kuat dan turun sendirian. hehehhe....
Cikurai. Setidaknya, walaupun meninggalkan senja, terbalaskan melalui mentari yang ingin menampakkan sinarnya dan tak ingin kalah dari cahaya rembulan juga bintang.
ReplyDeleteKeren bangettttt.... batas dunianya terpampang nyata. pasti bahagia banget bisa menikmati alam yang begini indah ya
ReplyDeleteSesuka-sukanya sama buku, aku gak bisa baca kalau lagi dolan-dolan ke alam kayak gitu. Sederhana saja sih, momen ngobrol bareng temen-temen dengan nuansa alami itu juarang sekali didapatkan. Kalau quality time dengan buku sih biasanya pas buat ngisi kesumpekan di kehidupan kota kalau aku mah. Hahaha.
ReplyDeleteEh tapi sakjane aku iki rung tau muncak. Dadi komenku ning nduwur iki ora usah diwaro ya, Bro. Pol-pole dolan yo nung teko pantai utawa grojogan. Hahaha. Ayo Fan main Solo.
Wihhh ada temen didaerah cikurai pemandangannya sangatlah indah ya kak.
ReplyDeleteWalaupun, perjalanan sampai puncaknya cukup dihadanh rintangan tidak pernah menyerah untuk sampai disana
Wah jadi kepengen naik gunung nih. Seru pastinya bareng temen-temen seperjuangan, sama-sama berjuang menakukkan jalanan nan terjal sembari mengagumi keindahan alam ciptaan-Nya.
ReplyDeletewow...foto2nya baguus apalagi yg puncak cikuray itu. keren banget deh.. jadi terkenang pengalaman camping saat masa remaja dulu, pengalaman indah yg sepertinya kini sulit terulang karena raga sdh tak mampu lagi berkegiatan ekstra..hehe.. terimakasih sdh berbagi kisah dan foto2 indah ini ya
ReplyDeleteMendaki itu sebenarnya bentuk pencapaian ya. Dan Subhanallah cantik banget pemandangannya
ReplyDeleteSaat mendaki gunung itu banyak hal yang harus diperhatikan. Seperti jangan pernah menganggu aktivitas alam dan berbuat jahil. Selalu perhatikan sopan santun. MashaAllah~
ReplyDeleteWahhh pendakian akhir-akhir ini sudah mulai dibuka yaa, walaupun masih terbatas untuk penaikannya. Aku baru tau banget nih gunung cikuray, dan boleh banget nih dicoba untuk sampe puncaknya hhi
ReplyDeletekagum banget saya sama para pecinta gunung ini soalnya untuk bisa mendaki gunung pastinya harus memiliki stamina yang oke. kalau saya jalan sebentar aja sudah capek. heu
ReplyDeletemasyaallah jadi bisa ikut lihat pemandangan menuju puncak gunung. aku belum pernah soalnya sampai beranak 2 ginnni. salut bisa mendeskripsikan di blogna juga jadi ikutmerasakan serunya
ReplyDelete