Sekiranya selalu ada akhir dari sebuah perjuangan.
Pada akhirnya, perjuangan menghadapi segala macam godaan hawa nafsu dan menahan
rasa lapar dahaga dengan berpuasa selama sebulan penuh berakhir sudah. Dengan
gema takbir sebagai penanda hari suci, hari kemenangan yang ditunggu, setelah
berjuang sebulan berpuasa menahan segala godaan nafsu.
Hari Raya Idul Fitri, Hari yang begitu dinanti, di
hari yang suci kita semua kembali fitri dengan dompet penuh dengan lembaran
uang yang warna-warni. Hari Raya Idul Fitri, hari dimana kita saling
bersilaturahmi dan sembari mencicipi segala makanan yang dikeluarkan dari
lemari. Entah itu nastar, kastengels, astor, sampai rengginang semuanya begitu
menarik hati. Seperti halnya dia, sosok wanita yang entah kenapa pas hari
lebaran semakin cakepan.
Rasanya baru kemaren merasakan hari pertama puasa, eh
sekarang sudah lebaran saja. Waktu terasa begitu cepat berlalu. Ah andai saja
proses melupakan secepat waktu berjalan, mungkin kehidupan akan lebih terasa
menyenangkan. Seperti halnya sebuah cerita, yang mulanya berawal dari beberapa
hal sederhana. Lebaran pun tiada yang berbeda. Selalu saja ada keunikan yang
menjadi dalang di belakangnya, terlepas dari beberapa elemen tambahan yang
mengejutkan. Dan berikut hal-hal apa saja yang banyak bermunculan di waktu
lebaran:
Terlalu Banyak
Jebakan
Jebakan pertama, dimulai dari pesan singkat dan broadcast
dari para mantan yang meminta pengampunan. Pengampunan seolah lupa akan luka
yang pernah ditorehkan dalam dada, yang dengan entengnya berkata “Selamat
Hari Raya Idul Fitri, Mohon Maaf Lahir dan Batin ya. Jangan Lupa, Hari kedua
lebaran datang ke rumah, aku Menikah.” Sekiranya luka yang lama
mengering seketika terkorek begitu saja, lalu perih seketika. Duh, dek!
Jebakan kedua, jebakan klasik yang selalu ada di
waktu lebaran tiba. Jebakan berupa beraneka macam kaleng-kaleng roti cap orang
tua ataupun bergambarkan keluarga yang ditinggal bapaknya, yang ternyata isinya
hanya rengginang dan emping saja. Terasa begitu klasik, namun tetap saja selalu
menarik. Eh siapa tahu, isinya sesuai dengan harapan, meskipun terlalu banyak
jadi korban harapan palsu.
Seperti halnya kisah nostalgia, tentang teman lama
yang ketemu hanya di waktu lebaran saja. Dulu, kulitnya penuh daki, sekarang
kulitnya mulus sekali. Dulu, bawaannya tas kresek biasa, sekarang bawaannya tas
bermerk luar biasa. Dari yang dulunya ngomongnya ndesa, sekarang ngomongnya bahasa
gaul ibukota. Tak terasa waktu sudah mengubah segalanya.
Terlalu Banyak
Harapan
Dimulai dari pojokan relung hati terdalam dari
seseorang yang berharap bisa balikan dengan mantannya di hari lebaran, sampai
dengan pengharapan dari seorang lelaki yang berharap lamarannya diterima oleh
kedua orang tuanya. Di hari lebaran, semua harapan bisa saja menjadi kenyataan.
Toh namanya juga berharap, kalau pun tak jadi ya sudah, apa salahnya mencoba,
begitu kilah mereka.
Harapan selanjutnya berasal dari hati para keponakan
yang berharap di hari lebaran mendapat “Salam Tempel” dari paman-paman yang
pulang ke kampung halaman. Mengharapkan amplop tebal, berisi lembaran uang
pecahan puluhan ribuan. Tak jauh beda dari mereka, dari kejauhan terlihat
ketegaran seseorang ketika menerima sebuah amplop. Bukan berisi uang, tetapi
berisi surat undangan pernikahan. Undangan pernikahan kekasihnya yang sudah
berjalan delapan tahun. Delapan tahun, waktu yang sangat lama untuk dihabiskan
dengan menjaga jodoh orang. Nelangsa, dan sekiranya air mata penyesalan pun
tiada berguna. Nasi telah menjadi bubur, kekasih hati dibawa kabur. Hati hancur
lebur.
Terlalu Banyak
Pertanyaan
Lebaran adalah momen tahunan, momen dimana seluruh
saudara jauh akan datang ke kampung halaman. Lebaran adalah momen ketemuan,
setelah lama hidup di perantauan. Tiada kabar terbaru, tiada tahu nomer telepon
yang baru, lalu tiba-tiba kumpul jadi satu. Tanpa komando, semuanya bergantian
bertanya, mulai dari pertanyaan basa-basi sampai pertanyaan yang membuat wajah
jadi pucat pasi. Sedih, nelangsa, dan sengsara.
Dimulai dengan pertanyaan “Kerja Dimana?”,
pertanyaan yang terlihat begitu sederhana. Namun bagi mereka yang sedang tuna
karya, pertanyaan “Kerja Dimana?” itu laksana menelan buah simalakama. Hanya
bisa menjawab “Belum Bekerja, doa’kan saja ya!!”. Rasa pahitnya begitu terasa,
dan hanya senyum getir yang jadi jawaban selanjutnya. Seperti halnya aku, entah
sudah berapa banyak mendapat pertanyaan seperti itu. Entah oleh sodara, atau
teman lama, semuanya tanya soal bekerja. Ah sudahlah.
Mungkin ada tambahan, bagi yang masih jadi mahasiswa, akan mendapat pertanyaan begini "Kapan Lulus?"
Selanjutnya, pertanyaan “Kapan Nikah?”, pertanyaan
yang begitu menohok, apalagi bagi mereka yang kebetulan sedang tuna asmara. Terasa
seperti mimpi buruk, benar-benar buruk. Di negeri ini, budayanya umur 21-27
tahun adalah umur yang sudah punya momongan. Bagi masyarakat desa, menikah muda
adalah hal yang biasa. Tapi bagaimana dengan perasaan mereka yang pacaran
bertahun-tahun tapi belum menikah juga? Pulang ke kampung halaman niatnya untuk
berbahagia, eh malah ditanya “Kapan Nikah?”. Masih baik jika
dijawab “Secepatnya, doakan saja.” Tapi
bagaimana dengan perasaan mereka yang sudah banyak mendapat pertanyaan yang
serupa? Nelangsa!
Dan, Pertanyaan terakhir, adalah “Pacar/Calonnya Mana?” Meskipun pertanyaan
basa-basi, tapi bagi mereka cukup membuat wajah pucat pasi. Terasa begitu
mengiris hati.
Hakekatnya
Hari Lebaran adalah hari perayaan. Perayaan bersama keluarga besar di kampung
halaman. Alangkah indahnya Hari Lebaran saling berbagi kebahagiaan, Berbagi
amplop penuh dengan lembaran uang. Hari Lebaran yang pada akhirnya akan menjadi
lebar beneran. Badan yang kembali melebar, penuh dengan ketupat yang saling
berdesakan. Sekiranya "Mohon maaf
lahir dan batin" jauh lebih Indah dibanding "Mohon maaf kita temenan aja ya!".
Dan
untuk mengakhiri tulisan ini, ijinkanlah saya untuk mengucapkan sedikit banyak
kata-kata hari raya:
Selamat Hari Raya Idul Fitri. Bila ada salah kata ataupun salah penulisan saya Mohon Maaf Lahir dan Batin. Dan sekiranya ada sponsor yang minat menjadi sponsor utama, saya persilahkan. Mohon Maaf Lahir dan batin ya. Mohon maaf tak bisa berbagi THR, kiriman dari Negara Api belum sampai. Selamat Hari Raya Idul Fitri.
Selamat Hari Raya Idul Fitri.
Purwokerto,
6 Juli 2016.
Hahahaha... Nikah jadi problem utama. Baca ini lo kayaknya ngenes amat. Hehe
ReplyDeletekawinnya kapan?
ReplyDeletegkgkkgkgkgkgkkgkkk...
ck ck ck,, sabar yaaaa,, jadi kapan nikahnya?
ReplyDeleteHahahaha shueee betul banget. Gue baru umur segini aja juga udah ditanya kapan nikah. Btw Selamat hari raya Idul Fitri ya :)
ReplyDeletewillynana.blogspot.com
Duuhh parah ayam opornya bikin ngilerrr😁
ReplyDeleteUntung pas natalan jarang ditanya kapan nikah, mana pacar. Paling ditanya kapan lulus dan mau kerja dmn doang :(
ReplyDelete"Kapan nikah?"
ReplyDeleteMbok ya situ bantu nyariin, gak cuman nanyain. Sebab kalo cuman dipikirin, itu hanya sekadar ingin.
Yha to?
Wkwkwk jebakan isi toples itu masih ada aja ya :D wkwkwk
ReplyDeleteYaah, pertanyaan kapan nikah :' aku kemarin langsung ditodong biar buru-buru nikah -_-
Ternyata saat lebaran itu menjadi hari yang menyeramkan juga ya untuk yang belum menikah, ahi hi hi.
ReplyDeletebahahaha, kasihan.. jebakan batmannya banyak ya. kalau di hari biasa sih jebakan batmannya botol coca-cola yang ternyata isinya adalah... cuka.
ReplyDeleteHahaha itu saya masih ngalamin lebaran ini jebakan batman yang merajalela di kaleng-kaleng kong guan ternyata berisi rengginang
ReplyDeleteHahaha, kebanyakan udah dilalui pas masa kecil. Sekarang, perlakuan ke gue dari sodara lebih dahsyat: "Sepupu kamu udah nikah. Nanti cari cewek yang ngertiin keluarga ya." Kampret. Sekolah aja belum kelar. :(
ReplyDelete