Menuliskan, hanya itu yang bisa dilakukan kedua
tangannya, tatkala mulutnya terkunci rapat, pendapatnya dibungkam dengan
moncong senapan. Kepekaan logikanya ternyata dianggap begitu berbahaya oleh para
penguasa. Dilepasnya di tengah masyarakat buta, yang tak lagi peduli akan
sekitarnya, kecuali soal harta dan kuasa. Bagaikan domba yang keluar dari mulut
Buaya, lalu diburu oleh Segerombol Serigala, utusan Sang Penguasa. Lari dan
lari, hanya itu yang dia tahu selain kedua tangannya yang terus menyebar kata
di setiap jalanan kota.
---------------------------------------------------------------------------
Di negerinya, berbicara secara terbuka adalah hal
yang tak biasa. Lewat pintu belakang adalah hal yang biasa. Hukum hanyalah
formalitas semata, tiada lagi agama yang kebenarannya nyata, semua sudah
dicampur dengan segala hal yang beraneka rupa. Berbicara secara terbuka tak
lagi terbuka seperti jaman dahulu kala. Selalu saja ada makna dan maksud di
balik setiap ucapan yang keluar dari mulutnya. Entah itu demi kuasa, harta,
atau wanita, semua ada maksudnya. Sekiranya, kata-kata jujur tiada lagi
berharga, semua akan mengira bahwa itu semua pasti ada maksudnya.
Menurut dia, Ketika sebuah kalimat tanya dianggap
sebuah lelucon jenaka, pada saat itulah masa depan negeri itu dalam bahaya.
Tiada lagi sikap kritis, tiada lagi jiwa optimis, yang tersisa hanyalah sikap
sinis dan jiwa yang pesimis. “Apa gunanya
sebuah kalimat tanya jika semua sudah ada jawabannya?” Begitulah kata mereka.
Bagi mereka, sebuah pertanyaan hanyalah sebuah arti kiasan, kiasan yang
mencerminkan makna tersirat “Selama ini,
kamu kemana saja?”. Bagi mereka, semua sudah ada jawabannya, cukup ketikan
kata pada kolom mesin pencari data, niscaya semua akan tersedia segala
jawabannya. Ya, kemajuan teknologi telah menjawab semuanya. Dan sialnya, semua
pendapat mereka ada benarnya juga.
-----------------------------------------------------------------------
Kesalahan
biasa, yang sering dilakukan oleh setiap manusia adalah terlalu seringnya
melemparkan sebuah alasan. Alasan dalam setiap kesalahan, alasan yang berwujud sebuah
penyangkalan. Penyangkalan yang mengingatkan, bahwa manusia adalah tempatnya lupa.
Lupa bahwa kebenaran itu ada, lupa bahwa mengakui kesalahan adalah kebesaran
jiwa. Penyangkalan adalah sifat manusiawi, yang sudah menempel sedari dulu
bagaikan ari-ari. Penyangkalan sudah ada sejak dahulu kala, bahkan sejak
manusia belum mengenal aksara.
------------------------------------------------------------------------
Bagi seorang pendiam, berbicara secara terbuka
adalah sesuatu yang cukup sulit dilakukannya. Bukan karena tak tahu mau bicara
apa, tapi lebih pada ketidaktahuan tentang bagaimana untuk memulainya. Pada
suatu hari, Kahlil Gibran pernah berkata bahwa “Hakikat sifat manusia adalah diam, berbicara hanya sekedar tambahan.”
Dia menjelaskan bahwa diam hanyalah keinginan, keinginan untuk menemukan apa
yang diinginkan. Bagi seorang pendiam, menjadi diam adalah tentang bagaimana
cara untuk mendengarkan. Mendengarkan bahwa setiap manusia ternyata butuh pintu
pelarian, berupa penyangkalan. Dan ternyata dirinya pun sama, butuh penyangkalan
juga.
-----------------------------------------------------------------------
Kata mereka, membeli buku hanyalah buang-buang uang
semata. Kata dia, membeli buku hanya mengurangi jatah uang belanja. Kata anak
muda, membeli buku hanyalah sebatas buat gaya saja. Kata orang tua, membeli
buku hanya menghambur-hamburkan uang saja. Tapi bagiku, membeli buku adalah
sebuah kewajiban yang utama. Membeli buku bukan hanya sekedar membuang uang
semata, bukan juga hanya sebatas buat gaya, membeli buku bagiku adalah kebutuhan
utama. Entah itu kebutuhan untuk membaca atau sekedar kebutuhan penghilang
dahaga atas sebuah rasa, yang susah dijelaskan dengan kata-kata.
Membaca buku, bagiku adalah sebuah pelarian. Pelarian menuju dunia yang tak terlihat. Banyak orang menyebutnya surga kata, banyak orang menyebutnya semesta kata, bagiku semuanya sama saja, hampir tiada bedanya. Tiada lagi peduli, orang lain mau menganggapku apa, aku akan tetap membaca. Tak peduli mau kemana dan dengan siapa, buku pasti akan selalu ada dan menjadi teman diam yang setia. Teman diam yang lebih banyak berbicara dengan pikiran dibandingkan dengan mulut yang aku punya. Membaca buku layaknya sebuah pembunuhan, bukan pembunuhan manusia tapi pembunuhan waktu yang tak kasat mata. Dengan membaca, tanpa sadar waktu akan kehilangan eksistensinya.
------------------------------------------------------------------------
Hanya sekedar menuliskan saja, sebarisan kata-kata yang
terlihat tiada gunanya. Anggap saja sebagai persembahan pertama, yang terlupa
setelah sekian lama.
Saya kalau dikasih uang buat beli sepatu atau pakaian apa gitu, pulang-pulang malah belinya buku. Hahahaha
ReplyDeletehahhaa saya juga! saya juga!
Deleteinilah jaman 'katanya' dan 'tak peduli', aku ini apalah, hanya seseorang yang terlalu muak mendengar 'katanya', hingga memilih 'tak peduli', oh nyatanya aku tak berbeda dengan mereka yang sibuk dengan diri sendiri *edisi ngomong ngasal :D*
ReplyDeleteSampai pada akhirnya, ketiadaan jati diri seorang menjadi gaya hidup yang mewabah dan menjangkiti semuanya. Seolah-olah mereka pun sama saja, dengan mudahnya terbawa arus entah sampai kemana
DeleteAku pun seringkali dipelotitin karena rajin ke toko buku dan memborongnya. Ditegur udah kebanyakan buku. Tapi membaca adalah salah satu bentuk kenikmatan yang ga mungkin aku serahkan dan berhenti begitu saja.
ReplyDeletehahaha saya tahu rasanya apa yang kakak dian ravi rasakan :D
DeleteAku pun sering diomelin emak gegara sering bgt belanja buku hehe
Dan respek orang2 disekeliling mulai memudar. Terlebih di perkotaan, rasa saling mulai tergerus. Sekedar bertanya pun harus memakai alasan yang jelas. Tanpa solusi, hanya uang yang bicara *tidak semua memang*
ReplyDeleteiya betul mbak, yg saya takutkan adalah keadaan masyarakat indonesia yang semakin individualistis akan mencabut kesan para wisatawan asing akan keramahan masyarakat indonesia yang sudah mendunia
DeleteDan respek orang2 disekeliling mulai memudar. Terlebih di perkotaan, rasa saling mulai tergerus. Sekedar bertanya pun harus memakai alasan yang jelas. Tanpa solusi, hanya uang yang bicara *tidak semua memang*
ReplyDeleteBagi saya, membaca buku adalah salah satu cara utk menjauh diri dari masalah yang di dunia, membaca bisa membuat diri saya menjadi lebih tenang :)
ReplyDeletesaat kata tiada arti, saat kebenaran tak jelas dimana keberadaanya. Kebenaran yang dipertanyakan kebenarannya. Dan saat membeli buku adalah saat yang istimewa untuk seorang petualang
ReplyDeleteSerasa membaca puisi
ReplyDeleteKetika baca paragraf akhir terngiang suara petikangitar dari band Avenged Sevenfold. He-he. Kayak lagi nyimak Najwa Sihab. Keren!
ReplyDeleteFreedom of speech bagai jargon semata ya kak.
ReplyDeleteAku juga suka membaca Buku, seakan bisa menjelajah ke dunia yang lain, dan melupakan hal-hal yang tak menyenangkan. Membaca buku bagai pelipur lara.
Aku membeli buku jika memang lagi pengen baca dan mood mbak, soalnya mengingat aku beli doang tapi jarang dibaca :(
ReplyDeleteTulisan ini seperti sebuah renungan mbak ;)
Astaga ... Jadi ini sebenernya tentang "kenapa sih lu beli buku aja?" , gitu??
ReplyDeleteEhehhe, di paragraf awal gue sempet berpikir ini akan menceritakan orang lain yang "cuma bisa nulis"
Buku punya banyak cerita. Menyenangkan sekali memiliki banyak koleksi dan kemudian meletaknya dalam rak buku. Membaca setiap membutuhkan
ReplyDeleteBuku punya banyak cerita. Menyenangkan sekali memiliki banyak koleksi dan kemudian meletaknya dalam rak buku. Membaca setiap membutuhkan
ReplyDeleteSaya sekarang tidak pernah beli buku, kalau beli ya buku buat anak. Tapi Kebetulan sering dapat hadiah buku dan sering pinjam buku teman sih.
ReplyDeleteBisa jadi saya termasuk orang yang menganggap beli buku itu buang2 uang ya. :)
Saya sekarang tidak pernah beli buku, kalau beli ya buku buat anak. Tapi Kebetulan sering dapat hadiah buku dan sering pinjam buku teman sih.
ReplyDeleteBisa jadi saya termasuk orang yang menganggap beli buku itu buang2 uang ya. :)
Aku sering beli buku, tapi juga sering berakhir di rak buku dengan bungkus plastiknya (emak2 susah cari aktu baca #alesyaaan)
ReplyDeleteTapi gmn lagi, udah kecanduan beli buku :))
keluargahamsa(dot)com
Aku kalo dah serius baca nggak liat jam. Tau2 tengah malam. Kdg mikir, buat alarm apa ya
ReplyDeleteDengan menulis buku, pun kita bisa menciptakan dunia impian kita secara pribadi, yg mungkin aneh bagi orang2
ReplyDelete"Dengan membaca, waktu akan kehilangan eksistensinya."
ReplyDeleteBenar sekali. Waktu berhenti ketika aku membaca. Bukan karena terasa lama, bahkan sebaliknya. Waktu berhenti berjalan dengan normal, berlalu cepat, karena keasyikan membaca, membuatku lupa.
Diksinya mengerikan...
ReplyDeleteakan tetapi bukannya menulis harus membutuhkan banyak ide untuk menjadikan sebuah kalimat
ReplyDeleteYeaaah, baca buku. Ngomong-ngomong udah baca 1Q84 belum? *masih ngelanjutin obrolan Twitter*
ReplyDeleteBaca buku, biar pinteran dikit ya, kak. Terutama nggak pinter komentar doang tapi otak kosong. 😂
ReplyDeleteYeah kak fandhy memang kalau berkata-kata yaa.
ReplyDeleteTapi ya gimana ya, kalau aku sendiri, beli buku itu bukan hal yang sia-sia. Walaupun juga cuma ditumpuk di rak :')
Saya benar-benar menikmati tulisannya Mas. Setiap kalimat begitu bermakna. Bahkan ada yang saya baca hingga berulangkali. Itu yang saya lakukan jika menemukan kalimat yang bagus. Tulisan tentang keadaan yang benar-benar nyata hingga perlu direnungkan.
ReplyDeleteSuka sekali dengan tulisannya. :)
kamu rajin baca buku sih ya fan,
ReplyDeletejadi diksi2 di setiap tulisan mu itu bagus..
pertahankan ya!
tahun depan bikin buku fiksi :))
Freedom of speech bagai jargon semata ya kak.
ReplyDeleteAku juga Suka baca buku, apalagi ketika stres melanda. Hahaha, baca Buku bagai pelarian yang sempurna
Membaca ini rasanya ingin pulang. Kembali ke desa yang tenang. Dmana gotong royong dan tegur sapa masih dibanggakan. Terjebakkah ku dalam zona nyaman yang mungkin tak aman bagi masa depan? Jangan berhenti berjuang. Meski kita hanya sendiri. Ah, rasanya ini hanya ilusi.
ReplyDeleteHampir semua berrima a a a
ReplyDeleteBerasa baca puisi.
Bagiku membaca itu sebuah cara.
Cara asyik tuk menghilang semasa.
Melebur sendu bersamanya
Melabuh bersama bahagia.
Menarik sekali tulisan nya, keren. 👍
ReplyDeleteBuku itu ibarat nasi bagi keluarga kami. Tak heran semua anak saya berkaca-mata. Sebab mau tidur pun, tak mau lepas dari kitab/buku.
ReplyDelete@nuzululpunya
Aku jadi terdiam membaca kata per kata nya. Ku jadi bungkam seribu bahasa :')
ReplyDeletePertanyaan memang hanya kiasan dan basa-basi, tapi telah menjadi ritus.
ReplyDeleteAh, menikmati banget baca tulisan semacam ini, kak.
Budgetku untuk beli buku dalam sebulan bahkan jauh lebih besar dari budget untuk beli baju hahahaha miris memang mendapati kenyataan banyaknya orang yang tak acuh sama persoalan begitu. Ya, mau gimana lagi? Kita cuma bisa memulai dari diri sendiri dan mencoba memancarkan aura supaya mereka mengerti sendiri.
ReplyDeleteBtw, tulisanmu kayak rangkuman tulisan-tulisan di blog aku hahaha
punya duit, beli buku, baca bukunya, biar pinter.... plus pinter bikin tulisan yang beginian :')
ReplyDeleteAlhamdulillah kalau aku ada uang kusisihkan buat beli buku, selain kubaca juga kutaruh di TBM ku :)
ReplyDeleteSuka banget sama pendapat kalau setiap pertanyaan udah dianggap lelucon itu nggak bener. Hehehehe. *soalnya suka nanya aneh-aneh*
ReplyDeleteBisa juga sih, membeli buku itu buang² uang. Kalau tidak dibaca, n belinya impulsif. #ambilkaca #tatapdiri hehehe...
ReplyDeletedulu sempat jd maniak buku, insyaf saat harus beberapa kali pindahan dan buku-buku rusak, oh sayangnya
ReplyDeletebeli buku seneng, tp bacanya kadang blom tentu sempet waktunya ��
ReplyDelete*menatap nanar buku masih plastikan blom dibaca
*udah komen blom sih ya?
kayaknya kmrn udah, pardon me
Saat ini, saya sedang mencoba untuk menahan membeli buku.
ReplyDeletekarena beberapa buku sudah bisa di download.
Tapi membaca buku memang tidak bisa digantikan dengan membaca e-book.
.have a nice reading.