Selalu ada rahasia yang tersimpan di balik rahasia.
Tiada yang tahu rahasia apa yang disembunyikan di balik rahasia, dari semua
yang tahu secara pasti kebenarannya adalah rahasia itu sendiri. Aku dan kamu
tidak pernah tahu, sekiranya jika aku mengaku tahu, maka itu hanyalah sebuah
tipu-tipu agar kamu terkesan kepadaku yang ternyata sok tahu. Namun, untungnya
kamu tidak tahu, jadi rahasia itu tetaplah menjadi rahasia antara aku dan kamu.
Jika saja lentera bisa diterbangkan di waktu terang,
niscaya apa gunanya menampilkan muka yang bersahaja jika pada akhirnya semua
tahu bahwa itu hanyalah kedok semata, hanya untuk menutupi belang yang sekarang
semakin bercorak, semakin semarak, namun entah kenapa membuat seluruh mulut
pengkritiknya berhenti menyalak.
Lucu memang, jika kembali mengingat betapa lugunya
untuk menyikapi bahwa dari sebuah balik kritik terkadang terselip rasa iri
dengki yang menyelip dan menggelitik sampai jauh ke ujung titik nurani si
tukang kritik. Segalanya tampak buruk di depan mata pengkritik, namun untungnya
Via Vallen selalu mengingatkan bahwa aku harus fokus pada satu titik. Titik
itu. Titik itu. Yaitu kamu.
Raut muka yang tampak biasa saja itu perlahan
memerah, merekah. Bibirmu yang merah seperti buah ara matang terbelah itu
perlahan mengulam senyum yang menggantung. Senyuman yang membuat waktu terasa
berhenti berdetak, namun membuat jantung terasa ingin meledak. Tanpa sadar kini
segalanya sudah berserak acak di lantai bermotif kotak. Tampak terlihat ada pakaianmu,
pakaianku, dan entah pakaian siapa lagi, yang perlahan dipakai secara acak
tatkala terdengar pintu perlahan berdetak, diketuk dari luar, yang ternyata
adalah bapak. Untungnya, beliau tidak membawa kampak, hanya sedang iseng saja
mengganggu anak gadisnya yang kini sudah dipersunting oleh pemuda yang
dicintainya.
Bapakmu jika diliat secara sekilas bukanlah tipikal
orang yang easy going. Orang yang
tidak paham akan bapakmu mungkin akan mengira bahwa beliau adalah orang yang
berpegang teguh pada tradisi, terlihat kaku, dingin, dan tak peduli. Seringkali
kesan pertamanya, membuat banyak orang gentar. Tapi bukankah, memang ada yang
membuat getar dan gentar dalam greget manusia? Percakapan tidak akan tercipta
tanpa adanya usaha salah satu pihak untuk memulainya. Sedangkan restu bapak tak
akan datang hanya dengan bermodal wacana untuk melamar anak gadisnya, namun
tanpa diiringi dengan tindakan yang nyata. Untuk itu, aku mencoba untuk
melakukannya.
Suatu waktu dalam sebuah obrolan singkat, sebelum
menjadi menantu beliau, Bapakmu pernah berkata bahwa “Tradisi dari semua generasi yang telah mati, memberat bagaikan mimpi
buruk di atas mereka yang hidup.”(*) Aku tidak mengerti apa
maksudnya bapak berkata seperti itu.
Masih dalam ketidakmengertianku, bapak menambahi
pula bahwa “Dunia telah dibangun oleh
manusia dengan kemampuan yang terbaik, yang maksimum. Adalah munafik
mengajarkan ketidakmampuan, kekecilannya, ketiada-artiannya...(**)
Salah satunya adalah ketiada-artiannya dalam memaksakan kehendak akan sebuah
resepsi pernikahan anaknya, yang mana sudah jelas butuh perjuangan keras dari
calon mantunnya untuk mewujudkannya.
Oleh sebab itu, kemudian bapakmu menjelaskan
kepadaku perihal kenapa dia mengutip kalimat pertama, yang mana merupakan salah
satu kalimatnya Karl Marx yang termahsyur. Beliau berpendapat bahwa sudah tidak
jamannya lagi untuk memaksa kehendak, dan memaksakan untuk mengikuti arus
budaya yang tidak sesuai dengan diri kita, termasuk tidak perlu mengikuti
budaya resepsi pernikahan yang mewah meriah namun hanya membuat anak dan
mantunya berdarah-darah dalam upayanya untuk mewujudkan semuanya.
Dan sebelum pamit ke belakang untuk Shalat Ashar,
sambil menepuk pundakku, bapakmu berkata bahwa “Yang indah memang bisa menghibur selamanya, namun bisa juga membubuhkan
luka selamanya.(***)” Dan sembari berlalu, beliau berkata untuk
terakhir kalinya bahwa “ada atau tidaknya
resepsi pernikahan, itu tidak jadi soal, yang pasti restuku sudah aku berikan
kepadamu.” Tatkala Beliau berlalu, logikaku beku.
Tiap doa mengandung ketegangan. Doa selalu bergerak
antara ekspresi yang berlimpah dan sikap diam, antara hasrat ingin mengerti dan
rasa takjub yang juga takzim.(****) Dan kini, aku mengerti bahwa
pada akhirnya di antara usaha keras, rasa lega, putus asa, doa dan air mata
semuanya akan berakhir juga. Pada akhirnya Tuhan akan berhenti menghitung, berbalik
mendukung, dan menjadikanku sebagai seorang lelaki yang beruntung.
Aku, Lelaki Yang Beruntung
Karawang, 2
Oktober 2018
(*) Dikutip dari Kalimatnya Karl Marx, dalam buku Tentang Tuhan dan Hal-hal yang Tak Selesai karya Goenawan Mohamad, hal 87.
(**) Dikutip dari pendapat Pramoedya Ananta Toer, dalam buku Tentang Tuhan dan Hal-hal yang Tak Selesai karya Goenawan Mohamad, hal 86
(***) Dikutip dari bukunya Goenawan Mohamad, dalam buku Tentang Tuhan dan Hal-hal yang Tak Selesai hal 57.
(**) Dikutip dari pendapat Pramoedya Ananta Toer, dalam buku Tentang Tuhan dan Hal-hal yang Tak Selesai karya Goenawan Mohamad, hal 86
(***) Dikutip dari bukunya Goenawan Mohamad, dalam buku Tentang Tuhan dan Hal-hal yang Tak Selesai hal 57.
(****) Dikutip dari bukunya Goenawan Mohamad, dalam buku Tentang Tuhan dan Hal-hal yang Tak Selesai hal 54.
longlast ya mas, semoga didilancarkan sampai tahap-tahap selanjutnya ��
ReplyDeleteSeneng bacanya, karna ku dapat banyak quotes daei sini, dan jaadi pingin baca bukunya goenawan muhammad
Aku harap Bapakku bisa begitu. Sejauh ini blm ada lelaki beruntung yg bisa menghadapi Bapak #curhat
ReplyDeleteHahaha semoga segera Ada yg berhasil ya jia
Deletelelaki beruntung itu bisa mengalahkan lelaki yang kaya, pintar...
ReplyDeleteberdoalah agar Tuhan selalu memberikan keberuntung kepada kita
aheyyyyy selamat sekali lagi, Fandy. Semoga selalu dilancarkan hubungan kalian sampai akhir hayat.
ReplyDeleteSenang dengan kalimat lelaki yang beruntung, artinya sangat mensyukuri keadaan, mantaplah itu. Semoga selalu beruntung, aamiin
ReplyDeleteEyaa, alhamdulillah. Lelaki beruntung biasanya juga akan mendapatkan wanita yang beruntung.
ReplyDeleteIndah sekali tulisan Fandhy.
ReplyDeleteMau ngomong "Yess...aku dapat restu" malah jadi maha karya luar biasa seperti ini.
Saluut sama Fandhy yang kaya literasi.
Selamat yaa...
Lancar untuk ke depannya.
wuah, yang ini tulisannya asli nih?
ReplyDeletegak kentara soalnya. Kukira fiksi, hahaha
Duh aku baper, happy ever after ya... Tetap fokus satu titik, titik itu
ReplyDeleteYeah selamaaaaaaat ya Fandy.. kamu emang beruntung.. kalau aku sih sih mengutip iklan obat masuk angin Aja... Orang pintar itu kalaj sama orang bejo
ReplyDeleteCerita yang filosofis dan menyentuh sekali dari sudut pandang pria yang mendapatkan restu :') kalau cerita nyata, selamat yoh bang wkwkwkwm ditunggu cerita lainnya
ReplyDelete