Menulislah, Seolah-olah Besok Kamu akan Melupakannya

Friday, July 31, 2015

Entah

Entah sudah berapa lama aku berhenti untuk menulis? Entah sudah berapa lama aku tak menyentuh lembar putih yang aku sebut kertas? Entah sudah berapa banyak waktu yang aku habiskan untuk memikirkan sesuatu yang tak ada habisnya? Entah sudah berapa banyak lembaran mimpi yang aku bakar dengan mimpi yang baru? Entah berapa banyak umpatan yang aku keluarkan untuk mengenyahkan segala praduga-praduga yang aku ciptakan sendiri? Entah sudah berapa lama mimpi kecilku tergantung begitu saja di pojokan kamar tanpa aku sentuh, tanpa aku lirik, tanpa aku kejar? Entah sudah berapa lama, aku pun tidak tahu.


Entah sudah berapa lama aku berhenti untuk mengejar sosok perempuan yang memang pantas aku kejar? Entah sudah berapa lama hatiku tak lagi berdegup kencang melihat sosok perempuan yang aku anggap sebagai sebuah tanda suka, tanda cinta, tanda sayang? Entah sudah berapa lama aku tak merasakan gelora cinta yang menggebu layaknya cinta pertamaku dulu, entah karena hatiku yang mulai menjadi beku atau mataku yang mulai enggan untuk melihatnya lagi? Entahlah aku tidak tahu. Entah sudah berapa banyak aku melihat sosok perempuan yang lain namun kesannya biasa saja. Entah kapan terakhir kalinya aku merasakan kepak kupu-kupu mengudara dalam tubuhku tatkala aku melihat sosok perempuan? Entah kapan terakhir kalinya aku melihat sosok perempuan bagaikan melihat kedatangan pesanan makanan di restoran favoritku? Entah aku tak tahu. Pikiranku bergejolak saling beradu argumentasi untuk tidak menyamakan sosok perempuan dengan makanan. Tapi apa daya, aku tak bisa mencegahnya, semua terjadi begitu saja.

Entah sudah berapa banyak buku yang aku baca untuk mengabaikannya? Mengabaikan rasa bingung akan rasa yang sedang aku rasakan saat ini. Rasa penasaran akan pencarian atau rasa pencarian dalam kepenasaran. Aku tak tahu. Semua menjadikanku bingung, semua menjadikanku berpikir. Berpikir tentang apa yang aku cari. Sebenarnya apa yang aku cari selama ini ? Sejujurnya jawabannya adalah aku tidak tahu. Tidak tahu apa yang sedang aku cari selama ini. Banyak orang bilang aku sedang mencari pekerjaan, tapi hati kecilku justru sebaliknya. Aku mencari alasan yang tepat, alasan yang tepat untuk menjawab“ Untuk siapa aku mencari pekerjaan? Apakah aku bahagia dengan pekerjaan itu?” Aku tidak tahu, dan aku tak bisa menjawabnya sampai saat ini.

Entah sejak kapan terakhir aku bahagia. Bahagia berjalan seorang diri tanpa beban yang menggantung di kedua pundak. Menjadikan langkah terasa ringan layaknya anak TK yang datang ke sekolah untuk kali pertama. Entah kapan terakhir aku merasa bebas, bebas berkreasi dengan kedua sisi otakku yang saling bersatu dalam satu rangka tengkorak yang sekarang terasa bagaikan sebuah kotak. Selalu saja menyempit di tiap ujungnya, menjadikannya tercekik dan sukar untuk ditarik kembali. Entah kapan terakhir aku merasa bahagia, bahagia bersama. Bahagia memang menyenangkan, tapi apa gunanya kalau kebahagiaan yang aku rasakan itu cuma seorang diri? Bagian yang paling menyakitkan dari sendirian itu adalah kesepian. Namun tak ada kebahagiaan yang paling menyedihkan daripada kebahagiaan seorang diri.

Entah sejak kapan aku ingat bagaimana rasanya senang itu, rasa senang yang menyenangkan sebagaimana caraku akan mengingat sesuatu. Mengingat sesuatu, mengingat kebebasan tanpa takut akan penyiksaan terburuk sekalipun. Penyiksaan terburuk di dunia ini adalah menanti, saat kau tahu tak ada yang bisa kau perbuat saat ini. Namun begitulah adanya, yang tersisa cuma siksaan akan banyaknya pikiran-pikiran yang aku ciptakan sendiri. Semuanya menuntut penjelasan, dan parahnya lagi aku tak bisa menjelaskannya. Semakin keras dalam mencari, semakin dalam pula aku terjebak di tengah pusaran pencarian yang tak kunjung usai.

Mungkin saat ini yang aku butuhkan hanya satu alasan, alasan yang tepat untuk mengakhiri pencarian yang tak masuk akal ini. Pencarian akan sesuatu hal yang sampai saat ini aku tak mengerti. Entah itu siapa, entah itu apa, entah itu bagaimana caranya? Yang pasti aku ingin segera mengakhirinya. Mencari sesuatu yang tak tahu apa yang sedang dicari itu memuakkan, karena yang aku temui hanyalah tetesan misteri alam semesta, yang hanya membuatku semakin keras berpikir untuk apa aku mencari sesuatu yang aku sendiri tidak tahu. Ah entahlah aku tidak tahu.


Namun aku percaya selalu ada jawaban dibalik sebuah pertanyaan. Akan ada akhir dari setiap perjalanan. Dan aku percaya, Kelak yang kita cari adalah sesuatu (orang) yang membuat kita berhenti mencari. ~ Sedimen Senja.

14 comments:

  1. Dari entah bisa banjirvkata2 yg lain, mungkin ini puisi y

    ReplyDelete
  2. Jika belajar dari para filsuf eksistensialis, maka kebanyakan dari mereka sampai pada kesimpulan bahwa tanpa kehadiran Tuhan sebagai mitra dialogis, manusia niscaya akan menghayati eksistensi yg hampa makna serta ketidakpastiaan dan kecemasan belaka.
    Mangats kak!

    ReplyDelete
  3. Sebuah kegelisahan emang bikin ngalir kalo nulis. Entah kenapa gue main ke blog ini. Entah kenapa gue memberi komentar ini. Entah kenapa gue suka sama kalimat terakhirnya. Asyek!

    Berhenti mencari. Hmm, entah kapan waktunya. :(

    ReplyDelete
  4. entah kapan kali terakhir aku membaca tulisan di blog ini. entah..

    ReplyDelete
  5. Ini kali pertama aku nongol di sini. Jadi tetalah menulis biar sering-sering aku kunjungi haaa

    ReplyDelete
  6. Nikmat resah yang berbuah jadi mahakarya :)
    Ini namanya galau yang produktif hehhhe :)

    ReplyDelete
  7. Wah... dari kata 'entah', jadi begitu daleeem...

    ReplyDelete
  8. Entah, aku tertegun membaca ni.... Dalem...

    ReplyDelete
  9. Duh, Fandhy lagi kenapa? Please jangan jawab entah (lagi). Mata gue jereng baca entah berlipat ganda.

    ReplyDelete
  10. Hm ... saya percaya bahagia ada di dalam hati. Saya mencari bahagia di dalam hati saya. Mudah2an semua tanya itu terjawabkan dengan bahagia ...

    ReplyDelete
  11. dari dalam menjadi yg terdalam
    entahlah

    ReplyDelete
  12. entah kok bisa nemu blog ini
    entah kok telat banget komen disini

    ReplyDelete