Entah sudah
berapa lama aku berhenti untuk menulis? Entah sudah berapa lama aku tak
menyentuh lembar putih yang aku sebut kertas? Entah sudah berapa banyak waktu
yang aku habiskan untuk memikirkan sesuatu yang tak ada habisnya? Entah sudah
berapa banyak lembaran mimpi yang aku bakar dengan mimpi yang baru? Entah berapa
banyak umpatan yang aku keluarkan untuk mengenyahkan segala praduga-praduga
yang aku ciptakan sendiri? Entah sudah berapa lama mimpi kecilku tergantung
begitu saja di pojokan kamar tanpa aku sentuh, tanpa aku lirik, tanpa aku
kejar? Entah sudah berapa lama, aku pun tidak tahu.
Entah sudah
berapa lama aku berhenti untuk mengejar sosok perempuan yang memang pantas aku
kejar? Entah sudah berapa lama hatiku tak lagi berdegup kencang melihat sosok
perempuan yang aku anggap sebagai sebuah tanda suka, tanda cinta, tanda sayang?
Entah sudah berapa lama aku tak merasakan gelora cinta yang menggebu layaknya
cinta pertamaku dulu, entah karena hatiku yang mulai menjadi beku atau mataku
yang mulai enggan untuk melihatnya lagi? Entahlah aku tidak tahu. Entah sudah
berapa banyak aku melihat sosok perempuan yang lain namun kesannya biasa saja. Entah
kapan terakhir kalinya aku merasakan kepak kupu-kupu mengudara dalam tubuhku tatkala
aku melihat sosok perempuan? Entah kapan terakhir kalinya aku melihat sosok
perempuan bagaikan melihat kedatangan pesanan makanan di restoran favoritku? Entah
aku tak tahu. Pikiranku bergejolak saling beradu argumentasi untuk tidak
menyamakan sosok perempuan dengan makanan. Tapi apa daya, aku tak bisa
mencegahnya, semua terjadi begitu saja.
Entah sudah
berapa banyak buku yang aku baca untuk mengabaikannya? Mengabaikan rasa bingung
akan rasa yang sedang aku rasakan saat ini. Rasa penasaran akan pencarian atau
rasa pencarian dalam kepenasaran. Aku tak tahu. Semua menjadikanku bingung,
semua menjadikanku berpikir. Berpikir tentang apa yang aku cari. Sebenarnya apa
yang aku cari selama ini ? Sejujurnya jawabannya adalah aku tidak tahu. Tidak
tahu apa yang sedang aku cari selama ini. Banyak orang bilang aku sedang
mencari pekerjaan, tapi hati kecilku justru sebaliknya. Aku mencari alasan yang
tepat, alasan yang tepat untuk menjawab“ Untuk siapa aku mencari pekerjaan? Apakah aku
bahagia dengan pekerjaan itu?” Aku tidak tahu, dan aku tak bisa
menjawabnya sampai saat ini.
Entah sejak
kapan terakhir aku bahagia. Bahagia berjalan seorang diri tanpa beban yang
menggantung di kedua pundak. Menjadikan langkah terasa ringan layaknya anak TK
yang datang ke sekolah untuk kali pertama. Entah kapan terakhir aku merasa
bebas, bebas berkreasi dengan kedua sisi otakku yang saling bersatu dalam satu
rangka tengkorak yang sekarang terasa bagaikan sebuah kotak. Selalu saja
menyempit di tiap ujungnya, menjadikannya tercekik dan sukar untuk ditarik
kembali. Entah kapan terakhir aku merasa bahagia, bahagia bersama. Bahagia
memang menyenangkan, tapi apa gunanya kalau kebahagiaan yang aku rasakan itu cuma
seorang diri? Bagian yang paling menyakitkan dari sendirian itu adalah
kesepian. Namun tak ada kebahagiaan yang paling menyedihkan daripada
kebahagiaan seorang diri.
Entah sejak
kapan aku ingat bagaimana rasanya senang itu, rasa senang yang menyenangkan
sebagaimana caraku akan mengingat sesuatu. Mengingat sesuatu, mengingat
kebebasan tanpa takut akan penyiksaan terburuk sekalipun. Penyiksaan terburuk di
dunia ini adalah menanti, saat kau tahu tak ada yang bisa kau perbuat saat ini.
Namun begitulah adanya, yang tersisa cuma siksaan akan banyaknya
pikiran-pikiran yang aku ciptakan sendiri. Semuanya menuntut penjelasan, dan
parahnya lagi aku tak bisa menjelaskannya. Semakin keras dalam mencari, semakin
dalam pula aku terjebak di tengah pusaran pencarian yang tak kunjung usai.
Mungkin saat ini
yang aku butuhkan hanya satu alasan, alasan yang tepat untuk mengakhiri
pencarian yang tak masuk akal ini. Pencarian akan sesuatu hal yang sampai saat
ini aku tak mengerti. Entah itu siapa, entah itu apa, entah itu bagaimana
caranya? Yang pasti aku ingin segera mengakhirinya. Mencari sesuatu yang tak
tahu apa yang sedang dicari itu memuakkan, karena yang aku temui hanyalah tetesan
misteri alam semesta, yang hanya membuatku semakin keras berpikir untuk apa aku
mencari sesuatu yang aku sendiri tidak tahu. Ah entahlah aku tidak tahu.
Namun aku
percaya selalu ada jawaban dibalik sebuah pertanyaan. Akan ada akhir dari
setiap perjalanan. Dan aku percaya, Kelak
yang kita cari adalah sesuatu (orang) yang membuat kita berhenti mencari. ~
Sedimen Senja.
Dari entah bisa banjirvkata2 yg lain, mungkin ini puisi y
ReplyDeleteceritanya bagus mas :)
ReplyDeleteJika belajar dari para filsuf eksistensialis, maka kebanyakan dari mereka sampai pada kesimpulan bahwa tanpa kehadiran Tuhan sebagai mitra dialogis, manusia niscaya akan menghayati eksistensi yg hampa makna serta ketidakpastiaan dan kecemasan belaka.
ReplyDeleteMangats kak!
Sebuah kegelisahan emang bikin ngalir kalo nulis. Entah kenapa gue main ke blog ini. Entah kenapa gue memberi komentar ini. Entah kenapa gue suka sama kalimat terakhirnya. Asyek!
ReplyDeleteBerhenti mencari. Hmm, entah kapan waktunya. :(
entah kapan kali terakhir aku membaca tulisan di blog ini. entah..
ReplyDeleteIni kali pertama aku nongol di sini. Jadi tetalah menulis biar sering-sering aku kunjungi haaa
ReplyDeleteNikmat resah yang berbuah jadi mahakarya :)
ReplyDeleteIni namanya galau yang produktif hehhhe :)
Wah... dari kata 'entah', jadi begitu daleeem...
ReplyDeleteEntah, aku tertegun membaca ni.... Dalem...
ReplyDeleteDuh, Fandhy lagi kenapa? Please jangan jawab entah (lagi). Mata gue jereng baca entah berlipat ganda.
ReplyDeleteHm ... saya percaya bahagia ada di dalam hati. Saya mencari bahagia di dalam hati saya. Mudah2an semua tanya itu terjawabkan dengan bahagia ...
ReplyDeletedari dalam menjadi yg terdalam
ReplyDeleteentahlah
wuih... dalem...
ReplyDeleteentah kok bisa nemu blog ini
ReplyDeleteentah kok telat banget komen disini