Aku sudah
disini, di seberang jalan sebelah kiri. Dari jauh, jalanan tampak begitu ramai
oleh makhluk berkaki besi. Saling menderu, saling menghentak bagaikan ajang
unjuk diri. Membuatku jeri, membuatku enggan untuk melangkahkan kaki. Tengok
kanan tengok kiri, hanya itu yang bisa dilakukan olehku saat ini. Menanti sepi,
mengharap sunyi.
Aku sudah
disini, tepat di samping penjual bakso yang baik hati. Menawarkan kerindangan
tendanya, meskipun barang sejenak saja. Aroma kuahnya, aroma isi baksonya
sungguh menggugah selera. Ah andai saja ada yang berbaik hati memberi sedikit
saja, akan aku simpan untuk bekal di rumah nanti. Ah indahnya mimpi siang ini.
Aku sudah
disini, masih menepi sendiri, menanti jalanan menjadi sepi. Tampaknya matahari
dan mahluk berkaki besi itu sudah saling berkonspirasi. Saling berkolaborasi
mengurungku sendiri, tanpa sejenak memberiku jarak yang tepat untuk sekedar
melangkahkan kaki. Kuurut dadaku sebelum aku memulai langkah kecilku ini. Hanya
satu yang aku takutkan saat ini, jadi korban tabrak lari. Betapa ngeri, begitu
ngeri, bulu kudukku seketika berdiri.
Aku masih
disini, tak sadar siang sudah berganti menjadi sore hari. Perutku berbunyi riuh
sekali. Aku lapar, aku lapar sekali. Wahai kakak cantik pejalan kaki berilah
aku lauk makanmu siang tadi. Itu tuh ayam goreng di saku tas sebelah kiri, meskipun
berbentuk kaki tapi siapa yang peduli. Perutku berisik sekali, aku lapar
sekali. Aduh perihnya tiada berperi.
Aku masih
disini, saling berbincang dengan kanan kiri dan hanya dibalas dengan tatapan tak
mengerti. Aku masih disini, saling menguatkan diri menabahkan hati. Ah
sekiranya aku takkan pulang malam ini. Tampaknya jalanan takkan pernah sepi.
Terpaksa aku tidur di tempat itu lagi, selasar mesjid tua di tengah kota yang
sepi.
Aku masih
disini, menanti jalanan sepi. Di malam hari jalanan jadi ramai sekali. Kerlap
kerlip lampu itu menipuku berkali-kali. Sekiranya itu matahari, ternyata itu mata
sang makhluk berkaki besi. Nyaris menabrakku tadi, nyaris merontokkan jiwaku
yang tinggal satu ini. Ah andai saja aku tak sebingung
ini.
Aku masih disini, menanti pemilikku datang sekadar mencari. Ah iya aku ingat, dia tak bakal sempat mencari, dia sendiri sudah mati tertabrak kereta api. Ah jadi begini rasanya menjadi anjing corgi yang ditinggal mati. Tiada yang peduli, tiada yang mengharapkanku lagi. Aku dibuang di jalanan sebelah kiri, sekiranya agar aku mati tertabrak makhluk berkaki besi itu.
Ah ternyata susah juga melatih diri menjadi seekor Anjing Corgi.
Hahaha, musti sabar melatiihnya kak. salam kenal
ReplyDeleteIzwar Zaidan
www.semesta-berbicara.com
salam kenal juga kak :)))
DeletePose anjing itu lucu banget sih, bikin gemezzz lah :))
ReplyDeletekamu juga lucu mbak :D
Deletei like it :D
ReplyDeletehaha panel!
DeleteAlinea ke lima, bagussss :D
ReplyDeleteterima kasih gadis lampung X)
DeleteKasian anjingnya kelaparan
ReplyDeleteUh uh uh sedih deh
iya tuh gak bisa pulang juga :')
Deletewah, aku kira pengemis, ternyata anying xD
ReplyDeleteanjing corgi itu lucu mbak :D
DeleteHuahaha aku kirain manusia gitu, musafir. Ternyata anjing Corgi. Seandainya nggak disebutin kalau itu anjing pas di tengah-tengah paragraf, pasti tambah keren, Mas ;D
ReplyDeletehaha ya udah deh, aku pindah tuh ke belakang :D
DeleteAku kira, 'aku' di tulisan ini pengemis atau musafir yang tengah kelaparan. Hahaaa tebakanku salah ternyata, bang.
ReplyDeleteTernyata anjing Corgi.
Sedih bener anjingnya bang, ditinggal mati sang tuan, hidupnya jadi kelaparan dan terlantar gitu.
hahha bukan lan, itu anjing corgi. dan dia lucu banget :')
DeleteHmm .. monolog
ReplyDeletemasih latihan kak hehe
DeleteGue ketipu. Ternyata anjing. Aaaahhhh! :(
ReplyDeleteBUAHAHAHAHAHA~
Deletekirain aku adalah penulis. hmh, anjing..
ReplyDeleteini monolog anjing kok hehe
Delete