Segelas kopi hitam yang dipesan dibiarkannya menjadi
dingin. Hanya pahit yang tersisa ketika dia menyesapnya, menyesapnya perlahan,
dalam diam. Sejenak matanya terpejam, menerawang kembali kerlipan kenangan yang
perlahan datang terbayang. Tentang adegan-adegan terakhir penghabisan kisan
cintanya. Masih hangat di pipinya bekas tamparan, tampak semburat merah tersisa
di kulit putihnya. Semua terjadi begitu cepat, seperti halnya kilatan petir
yang datang mengagetkan, lalu kabur meninggalkan suara yang menggetarkan
langit.
Begitulah dia, sosok wanita yang tersisa dari
segelintir lelaki yang masih ada di tengah sepinya Kafe Senja di malam hari.
Entah kenapa, dia hanya diam mematung sendiri, mata menerawang ke awang-awang,
menatap langit malam yang sesekali menjadi terang oleh kilatan sang halilintar.
Dia masih saja diam, ketika kopi hitam kedua pesanannya datang. Membiarkannya,
dijejerkan di samping kopi lama yang masih tersisa. Selayaknya kisah cinta yang
tak pernah usai, selalu saja ada sisa. Meninggalkannya hanya sekedar untuk
mencari penghangat sementara.
Malam semakin larut, rokok terakhirnya akhirnya tersulut.
Terlihat bara merah menyala, lalu seketika terbit asap mengepul pekat.
Tiba-tiba mulutnya tercekat, terbatuk sembari mengumpat “Sialan, rokok terakhir kenapa terasa begitu berat!” Wajah putihnya
masih saja sama, hanya sekarang yang terlihat hanyalah gumpalan-gumpalan asap
rokoknya. Berulang kali dia terbatuk, pertanda dia tak terbiasa menikmati
beratnya sesapan rokok kretek. Entah apa yang dia pikirkan, matanya masih saja
menerawang jauh, melihat lampu neon yang berulang kali dihinggapi laron,
seketika sayapnya rontok berguguran. Namun tetap saja laron yang lain datang
menghinggapi sang lampu, merasakan panasnya, lalu sayapnya rontok kembali.
Melihat itu semua, dia teringat akan segala upayanya mencari kekasih yang
sekiranya tepat untuk hatinya dan orang tuanya. Tapi tetap saja, sekian banyak
dia mencoba dengan banyak calon, semakin banyak pula hubungannya rontok
selayaknya sayap laron.
Seperti kata Paulo Coelho, Cinta adalah perangkap. Ketika ia muncul, kita hanya melihat cahayanya,
bukan sisi gelapnya. Begitu pula dia menyambut satu cinta, dia selalu
terbuka dan terbiasa ramah menerimanya. Namun apa hasilnya, selalu saja
terjebak dalam sisi gelapnya. Sekiranya jika tak ditinggalkan karena selingkuhan,
maka dia akan meninggalkannya karena bosan tiada perubahan. Seperti halnya
hukuman mati, kalau tak ditembak ya digantung sampai mati. Pengalaman adalah guru yang kejam, terlebih dulu dia memberi ujian,
setelah itu baru pelajaran, begitulah katanya selalu, selalu, dan selalu.
Sejenak dia melihat jam di tangannya, kedua jarum
jam perlahan bergerak menuju bagian pertengahan. Jam sebelas lebih tiga puluh
menit, sudah hampir tengah malam, dan dia sekiranya masih enggan untuk beranjak
pulang. Pulang, sekiranya dia akan ingat akan perjalanan pulang. Perjalanan
pulang ke kampung halaman yang baginya seperti sebuah ujian kesiapan mental menerima
segala pertanyaan. Khususnya pertanyaan “Kapan
Nikah?” yang dia jawab dengan anggukan kecil dan senyuman, lalu umpatan
yang tertahan di balik senyuman. “Persetan!”
umpatan yang dengan pintar dia samarkan dengan senyuman.
Umurnya mungkin baru lewat tiga puluhan, tapi
wajahnya terlihat seperti anak umur belasan. Terlihat polos, wajah putihnya terlihat
dominan meskipun dia tak pernah memakai make up yang berlebihan. Dia tak suka
kepalsuan. Senyum palsu, wajah palsu, janji palsu, cinta palsu, sampai status
palsu, dia sudah bosan dengan segala sesuatu yang palsu.
Seketika tersadar ketika pelayan datang ke mejanya,
dan berkata sudah hampir tengah malam. Dia mengangguk sejenak lalu tersenyum.
Dia tahu, tak bijak rasanya memaksa untuk berdiam lebih lama, seperti halnya
kisah cinta takkan berjalan sempurna jika tercipta lewat sebuah cara paksa. Cinta
adalah sesuatu yang tercipta atas dasar sukarela. Sukarela yang menciptakan
rasa setia, dengan sukarela yang demi dia rela melakukan segalanya. Dan
seketika, dia teringat kembali akan kisah cintanya dengan seorang pemuda.
Seorang pemuda yang tulus mencintainya. Mencintai dengan cara yang tak biasa. Bukan
lewat kata-kata, bukan pula lewat harta, melainkan dengan tindakannya, totalitas
sukarela membagi waktu dan segalanya hanya untuk dirinya. Namun entah kenapa,
dia tinggalkan begitu saja.
Dan kini, dia begitu menyesalinya. Karma sedang
menyiksanya. Dalam perjalanan pulang, dia mengetik sebuah pesan singkat. Dengan
cepat dia tuliskan sebaris kata “Maafkan
aku, Sastra.” Terkirim, dan terbaca, begitulah keterangan terakhir yang dia
lihat, sebelum sorot cahaya putih mengagetkan matanya. Lalu gelap seketika.
Esok harinya,
tercetak jelas dalam headline majalah kota, tentang kecelakan hebat di tengah
kota antara Mobil Toyota Merah Muda dan Bus Kota, dengan korban meninggal seorang
wanita muda, Sang Pengendara Mobil Toyota Merah Muda.
kok sedih :(
ReplyDeleteiya sedih mbak :(
DeleteAish, berat banget dah bacaannya Paulo Coelho...
ReplyDeleteDuh ditanya kapan nikah itu agak agak bikin bete yak emangnya?
"Umurnya mungkin baru lewat tiga puluhan, tapi wajahnya terlihat seperti anak umur belasan."
Wuiidih, rahasianya apa? Masih keliatan seperti anak belasan tahun... wiiihhh... *_*
hehehe selain ditanya "kapan nikah?" ditanya "kapan lulus?" juga ngeselin #BagiMerekaYangBelumLulus -_-
Deleterahasianya gampang ran, perbanyak berwudhu haha eh enggak ding, banyakin aja minum air putih dan banyakin bahagia :D
Sedih. :(
ReplyDeletehaha iya endingnya sedih :))
Deleteada kalimat kalimat yang sangat menyentuh, sedih kali ini :(
ReplyDeletehaha sedih ya gil?
DeleteBang Fandhy... Mendingan bikin novel aja deh skalian.. Kalimatnya keren, enak, gampang dicernanya. Deskripsinyaa.. Mantep. Ajarin dong, suhuu :(
ReplyDeleteTdnya aku kira ini tuh cowok, absnya dia kena tampar. Kan yg sering ditampar biasanya cowok. Wkwk. Udh gtu ngerokok pula. Pas aku baca ulang lg trnyata aku bru ngeh di kalimat ini "Begitulah dia, sosok wanita yang tersisa dari segelintir lelaki yang masih ada di tengah sepinya Kafe Senja". Ternyata kelewatan td, ato akunya trlalu lola. :'D
Duhilaah, gatau pgn blg apaan dah. Keren. Pgn aku bikin quote2in ntr bleber komennya._.v
Dan setelah menulis pesan itu, dia pun mninggal. Ah, sad ending :'(( Huaaaa...
Tp keren, kena ama judul. Hehe. Yaudah, aku mau nyelawat dlu ya:( *lohh
Psti cewek itu bner2 mnyesal ya, dia yg ninggalin cowoknya kan? Selingkuh atau smcamnya? Mkanya dia mnta maaf? Krna klo cowoknya yg salah kan dia gak mgkin mnta maaf._.
Deleteduileeehhh dipanggil suhu, ya ampun kayaknya sebutan SUHU masih terlalu tinggi lu hahaha ini juga aku baru latihan nulis.
DeleteSoal bikin novel? haha bikin cerpen kayak gini aja pake mood-moodan X)
hhehe terima kasih
kentang hahahahaha kurang panjaaaaaaang
ReplyDeletehahaha ya ampun masih kurang panjang juga :l
DeleteCeritanya sadih tapi bagus banget. yah meninggal yah sedihhh :(
ReplyDeletewillynana.blogspot.com
Duh alah
ReplyDelete