Misterius, salah satu ungkapan yang bisa kita sebut
ketika membahas tentang cuaca. Iya misterius, karena di balik pekatnya awan
gelap ataupun di balik cerah awan yang menggantung kita tak ada yang tau apa
yang mau alam semesta berikan kepada kita berikutnya. Terkadang terasa
menjemukkan ketika membahas masalah cuaca, karena selalu saja diakhiri dengan
keluh kesah karenanya. Terkadang cuaca itu ada layaknya buah simalakama. Ada,
namun berdampak ganda. Di satu sisi tidak mau begitu, namun di satu sisi banyak
yang mau. Ibarat kata buah simalakama tadi, ada susah tak ada pun susah.
Misterius, cuaca begitu misterius. Tak ada yang bisa
menduga akan keluar seperti apa. Apakah keluar panas terik, hujan rintik, atau
badai angin yang berisik. Semua tak tau, namun yang pasti semua itu membuat
kita terusik. Dan terkadang kita lupa untuk bersyukur atas cuaca yang datang
bolak balik. Terkadang cuaca panas cerah, tiba-tiba dalam sekedipan mata
langsung datang hujan badai. Begitu pula ketika sedang hujan, ketika kita sudah
siap sedia dengan jas hujan biar terlepas dari nasib basah kuyup eh baru jalan
sepuluh meter tiba-tiba cuaca memerah, jadi panas cerah. Kadang di situ saya
merasa sedih. Sangat sedih. Sering kalinya dipermainkan oleh cuaca.
Sampai-sampai terkadang suka membandingkan antara gebetan dan cuaca, tak ada
bosannya mempermainkanku. Bedanya kalo gebetan, suka mempermainkan hatiku. Eh
kok jadi curhat?!
Manusia? Terkadang terdengar simpel. Sangat simpel.
Sebegitu simpelnya, sampai-sampai banyak orang yang dengan mudah menilai kita
dengan gampangnya. Tak perlu menelisik lebih jauh ataupun tak butuh penjelasan
ilmiah, mereka langsung saja men-jugde
yang bukan-bukan. Terkadang di situ saya merasa sedih. Lha gimana tidak sedih?
Ada moment dimana kita di-jugde
dengan sesuatu hal yang bukan aku banget.
Pikirkan lagi kisanak! Pikirkan lagi. Menjadi manusia penuh logika pun terkadang
ditertawakan layaknya sebongkah kaki boneka yang tak ada gunanya, selain jadi
bahan obrolan penuh jenaka. Terkadang mencoba menjadi manusia penuh nalar,
tetap saja mereka menganggapku seperti orang lapar. Orang lapar yang
menggunakan segala cara untuk berkata bahwa makan dengan kaki kiri itu termasuk
cara yang benar. Itu semua tidak benar. Mencoba menjadi manusia mistik? Ah kalo
itu sih memang benar. Terlihat dengan jelas di raut muka yang tampak nanar.
Terus apa
hubungannya Cuaca dengan Manusia?
Begini kisanak, seperti yang sudah saya jelaskan di
awal tadi, bahwa sesungguhnya cuaca itu misterius. Apa bedanya dengan manusia?
Sama-sama misterius. Misterius dalam memberikan patokan akan respon dari apa
yang tampak di permukaan saja, dan sedihnya itu semua sering berubah tergantung
dengan lingkungannya. Seperti cuaca yang suka berubah-ubah sesukanya, tak ada
hari yang pasti. Sekarang cerah, besok hujan badai, lusa gerimis mengundang,
dan berubah terus sampai Bill Gates bikin pondok pesantren.
Begitu pula manusia, terkadang perspektif mereka
akan kita dipengaruhi oleh lingkungannya. Kadang pro, kadang kontra,
sampai-sampai menjadi Pro-Kontra dalam waktu yang sama. Dan lucunya terkadang
demi mendapat sebuah dukungan akan fakta “kebenaran”
(yang belum tentu benar) mereka akan
dengan mudah merubah pendapat mereka sekepenak
wudel mereka. Terkadang masih banyak orang yang sok pintar, dan demi
mendapat nama mereka rela menukar ludah dan kemudian menjilat ludahnya sendiri.
Misalnya pada satu kasus KPK – Polri. Hari ini bilang Pro-KPK, besoknya gantian
Pro-Polri, pas lusa jadi pihak yang pro-kontra, menjadi sosok abu-abu yang
seperti debu terbang ke lain pihak sesuka hati. Semua tergantung pada satu
faktor lingkungan. Ada saatnya dimana nilai-nilai idealis menjadi sesuatu yang
temaram nilainya. Terlihat namun terlihat samar-samar. Layaknya teriakan
anak-anak pelosok negeri yang terdengar sayup-sayup. Perlahan terdengar,
perlahan pula menghilang. Tak ada maksud untuk menggurui ataupun mencari upeti,
karena menurut saya kalian jauh lebih ahli dalam hal begini. Anggap saja ini hanyalah
sebuah gurauan dari sang pengigau yang tak perlu diambil hati apalagi dilanjut
dengan demo-demo yang katanya pro pada anak negeri.
Terkadang menjadi batu lebih bernilai bagiku. Batu
yang hanya bisa diam, diam namun memperhatikan semuanya. Memperhatikan tiap perubahan,
perubahan cuaca dan perubahan pola pikir manusia. Batu yang akan dengan mudah
tenggelam dalam air yang dalam, namun cenderung kokoh tak bergetar tatkala
berada di jalur air yang bergerak liar. Terkadang batu pun ada saatnya untuk
kapan bergerak, dan kapan melunak. Menjadi batu bukan berarti tak acuh. Mending
bersikap tak acuh namun peduli, daripada bersikap sok peduli namun nyatanya hanya mengharap
upeti. Ingat ini kisanak!
Adiiiikkk. Acuh = peduli. Aduh salah kosa sata. Hayuk di edit. Ini tulisan tentang cuaca - manusia - politik. Semuanya memang dinamis. Setuju sekaliiiii :D
ReplyDeletehahaha iya aku lupa, udah diedit tuh mbak hehee
DeleteSatir banget kata-katanya,
ReplyDeletehaha iya
DeleteHmmm...betul sekali
ReplyDeletekereennn
ReplyDeleteterkadang menjadi batu lebih bernilai bagiku :)
Ini bawaan skripsi kayaknya. Penuh politik begini. xD
ReplyDeleteTapi bener juga sih, Bang. kadang jadi batu malah lebih bernilai. Apalagi saat ini. Yang jenis "badar besi" banyak dicari. *eng....
bahasa DPR nih bro? :)
ReplyDeleteterkadang, saya juga berpikir seperti itu tentang menjadi jadi batu...
bahasa DPR nih bro? :)
ReplyDeleteterkadang, saya juga berpikir seperti itu tentang menjadi jadi batu...
Mas fandi mau nyaleg kayaknya ni. Hahahah caleg misterius kayak cuaca
ReplyDeleteTJIEEEEE mau sidang ndadak jadi politis. hahahahaha *PLAK*
ReplyDeleteya saya juga lebih memilih batu di zaman batu ini,, soalnya batu lagi mahal, yang black angel berapa sih, puluhan juta ya?! #eh
ReplyDeleteMenjadi batu menurut ku baik, tapi orang yang idealis itu hebat menurutku, kagum aja liat orang yang mempertahakan pendiriannya, walaupun ada segelintir yg idealis kadang menurut ku dia berpihak kpd yg salah (walaupun kebenaran yang aku pahami jg belum tentu benar) :)
ReplyDeletesuka filosofi batunya^^
Save batu kisanak. :)
ReplyDeleteKata-kata tentang batunya kece sekali, saya suka.. saya suka.. :D
ReplyDeleteHahah.. Jadi batu cincin aja. Mahal soalnya :P
ReplyDeletekadang hati ini panas, kadang hati ini hujan, gitu ya analoginya, hehehhe
ReplyDeleteIsu sosial memang berubah-ubah layaknya cuaca. Bedanya, kalo isu sosial terkadang bisa disetir oleh yang berkuasa :3
ReplyDeletekalau mansia dianalogikan seperti cuaca memang ada kaitannya,,hehehe.jadi batu sekarang lagi laris ya :D
ReplyDelete