Sudah sewajarnya sebagai manusia, kita pasti punya
imajinasi yang terkadang melebihi garis garis imajiner yang sudah ditentukan
sewajarnya. Namun, bukan manusia namanya jika terkadang kita memainkan
pengandaian dengan imajinasi melebihi batas pikiran mereka dan cenderung
melawan takdir. Mungkin kita sudah sering melakukannya, dan aku pun juga begitu.
Dan tanpa kita sadari pengandaian itu menjadi teman sehar-hari pikiran kita,
dan terkadang dari kita ada yang menjadikannya sebagai setting utama dalam pola
pikir kita. Akibatnya mereka hidup di dunia mimpi, di dunia khayal mereka
sendiri.
Pengandaian bukanlah sesuatu yang buruk, bukan pula
sesuatu yang baik. Pengandaian dalam hidup itu cenderung bernilai relatif, kalo
pun dinilai dengan sebuah harga ataupun rasa mungkin harganya tak lebih dari
“Seporsi Indomie goreng plus telor ceplok di kala waktu hujan tiba.” Ya memang
begitulah pengandaian, pengandaian itu ada karena pengaruh hukum kausalitas. Hukum Sebab-Akibat. Itu bisa dijadikan
pelecut semangat untuk progress yang lebih baik (sebab). Namun, di sisi lain
pengandaian bisa bersifat seperti penyesalan (akibat). Sudah sewajarnya memang
penyesalan datangnya itu di bagian akhir, kalo datangnya di awal itu bukan
penyesalan, tapi pendaftaran.
Terkadang setiap malam, masih saja sering tergelitik
dengan adanya pengandaian-pengandaian yang membuatku malu akan diri sendiri. Jika
saja, dulu saya bergerak lebih cepat dan mengerjakan skripsi lebih
cepat dari biasanya, mungkin saat ini saya sudah jadi seorang sarjana muda.
Tidak membuat kedua orang tuaku menunggu lebih lama lagi. Dan terkadang rasa
malu masih saja terlintas tatkala tersadar akan hal itu. Jika saja, aku hidup
dalam keluarga yang kaya raya mungkin saat ini tak perlu memiliki pikiran
seperti ini. Terkadang mimpi terlahir dalam keluarga yang kaya raya membuatku
gila, bukan karena aku menjadi individu yang tak tahu malu dan tak tahu diri
yang hanya bisa merutuki tanpa pernah mensyukuri. Tapi nyatanya pemikiran itu
sering menyelimuti sisi kalbu yang paling ujung sekalipun berulang kali ingin
aku habisi sampai tak bersisi. Namun semua hanya sebuah ilusi. Dan, Jika
saja aku menjadi seperti dia, memiliki segalanya tanpa usaha sekalipun
dia akan tetap begitu pintar dalam merangkai kata, begitu tampan, punya banyak
kolega, punya banyak kekasih, dan tentunya punya banyak harta. Tentunya itu hanya
ilusi semata. Ilusi dari pemikiran seorang anak kecil yang terjebak dalam sosok
lelaki yang mengaku sudah dewasa dan memiliki akal logika. Sekali lagi, itu
hanyalah sebuah ilusi.
Pada akhirnya, pemikiran Jika...Jika...Jika... lebih menguasai akal pikiran, selain rasa takutku juga. Tak ayal banyak orang yang menganggapku sebagai pemimpi ulung
yang hanya bisa bermimpi dan terus hidup dalam mimpi. Ibarat kata seorang kawan
lama yang pernah berkata “Jika saja dulu aku memilih dia, bukan
memilih apa yang jadi pilihanku kini. Mungkin hidupku tak akan seperti ini.
Mungkin negeri ini akan makmur selamanya laksana cerita dalam kisah cerita
lama.” Tapi itu hanyalah
sebuah “Jika” karena pada akhirnya
semua itu hanya jadi kisah Jika... Jika..
Jika.. semata. Sampai pada suatu aku
tersadar bahwa mimpi itu tak pernah menjadi nyata, dan hanya menjadi
sekelebatan kalimat pengandaian yang tanpa makna dan hanya menjadi cerita Jika... Jika.. Jika.. yang tak pernah
usai. Pada akhirnya, kisah akan pemikiran Jika... Jika... Jika... akan berakhir seperti kisahmu dengan dia, kisah yang tak pernah usai. Selalu begitu dan terus begitu sampai Metallica menciptakan album religi.
Tapi salahkah
aku, jika terkadang aku memiliki pemikiran seperti itu?
'What If' emang bikin kita mendadak baper -__-
ReplyDeletememang, terlalu banyak pengandaian malah bikin ragu -_-
Deletesaya rasa, "jika" adalah kata yang familiar untuk seorang emmm pengeluh, atau mungkin itu adalah kata wajibnya :p
ReplyDeletehahaha well well, bisa jadi saya salah satu pengeluh di dunia ini tapi bukankah itu wajar?
DeleteManusia dewasa dengan logika tinggi tanpa mimpi akan membosankan. Manusia dewasa dengan mimpi tinggi tanpa punya rencana juga kekanakan. Keep it balance :)
ReplyDeleteyeah bener mbak, semuanya memang butuh pemikiran dan perencanaan matang
DeleteKadang 'jika' bisa dipakai untuk menyemangati diri supaya lebih optimis, berusaha lbh keras meraih tujuan2 yg dimaksudkan dalam kalimat 'jika' itu sendiri.
ReplyDeleteiya bener tuh, semacam ajang intropeksi diri
DeleteJika. Sebuah pengandaian yg harus jadikan pelajaran kemudian diperbaiki ;)
ReplyDeletePengandaian itu semacam kaca evaluasi diri
DeleteTanpa memikirkan kata "jika"..
ReplyDeleteMari kita melakukan apa yang kita inginkan..
Kita harus menjadi diri kita sendiri..
Ketika tanpa memikirkan kata "jika"..
Kamu mampu berlaku jujur..
Kamu akan menjadi lebih kuat..
Daripada "Andai saja"mu itu..
*lirik lagu*
kalo boleh tau itu lirik lagunya siapa bang? -_-
DeleteJika teringat tentang dia jauhdimat dekat dihati.. *malah nyanyi*
ReplyDelete"Jika" sebuah pengandaian yang semestinya dijadikan pelecut diri untuk mencapai yang di-jika.in itu. Semestinya..
yeah jika itu jadi semacam cambuk diri
Delete"jika" bisa jadi penyesalan dan bisa juga mimpi
ReplyDeletehmm
If...
ReplyDeleteKok aku malahan inget sama rumus di Ms Excel yak? :3
hahaha iya emang ada tuh
DeleteIya sih dik, kadang gue juga mikir gitu. Gak salah sih, kayaknya manusiawi. Kurangi aja kalo bisa, bersyukurnya yang ditambah.
ReplyDeletebaik mbak, siap laksanakan
Deletejika saja aku dulu ngga trima cinta mantanku, hidupku mungkin akan lebih baik.. eh malah curhat saya ._.
ReplyDeletemikir jika kaya gitu sama dengan menyesal ngga sih :3
hahaha iya kok jadi curhat?
DeleteTrlalu berpikir "jika.. Dan jika" kadang membuat mengurangi rasa bersyukur
ReplyDeleteiya kadang banyak2in bersyukur
DeleteJika saja paket internetku habis, mungkin saya tidak meninggalkan komentar ini sekarang.
ReplyDeletehahaha tapi paketannya masih ada
Delete"Jika" waktu mau menjawab, maka aku akan diam.
ReplyDeleteHidup memang begitu, jadi jangan sering menggukan kata "jika" kalo lu ngerasa mampu.
Mempertibangkan itu perlu, tapi buka berarti pertimbangan itu over.
iya deh pangeran
DeleteJika begini maka begitu
ReplyDeleteJika begini terus maka bisa jadi nggak melaku2...
Boleh lah sekli2.. tp jgn sering2 karna waktu terus berputar. Begitulah kiranya dari tong sam cong *eapasih
hahaha lagi nggak kehilangan fokus kan ?
Deletehahaha lagi nggak kehilangan fokus kan ?
DeleteJika begini maka begitu
ReplyDeleteJika begini terus maka bisa jadi nggak melaku2...
Boleh lah sekli2.. tp jgn sering2 karna waktu terus berputar. Begitulah kiranya dari tong sam cong *eapasih
Butuh akua?
DeleteJika tak ada habisnya bang, seperti secara terus menerus :)
ReplyDeleteyeah benar
Deletekata guru matematika : hidup itu memang biimplikasi "jika dan hanya jika" p <=>q contoh : Ayah mendapat gaji jika dan hanya jika ayah bekerja :)
ReplyDeletewah benar juga
DeleteYang penting jangan larut berandai-andai.. Segera lakukan! Agar apa yang menyesaki pikiranmu perlahan terlepas :)
ReplyDeletehahaha iya harusnya segera lakukan
Deleteengga salah, tp jangan sering2 :D
ReplyDeletehahaha iya mbak
Deletekata "jika" biasanya dateng terlambat kayak polisi India, misalnya...
ReplyDeleteJika saja gw ganteng, pevita pearce udah gw pacarin dah
eh iya, blog gw ganti, blog yang lama di curi orang. Nih blog yang baru ----> ceritayandi.blogspot.com
gahahahaaha ngimpi lu pak
Deletekata jika seringkali di katakan ketika sedang mengkhayal ataupun penyesalan,,berandai-andai hal yang wajar selama di batas yang normal :)
ReplyDeletehahaha iya kak
DeleteTerlalu banyak "jika" juga gak baik, bang, itu bisa jadi salah satu pintu masuk setan,
ReplyDeleteBaca tulisan tulisan bang Sastra, ini berasa cerita pribadi gue, walaupun sekarang selama masa kuliah gw jd mulai ekstrovert gara gara temen kuliah gw, dll
Aseli, dr SD smpe Kuliah semester akhir, gw introvert abis, pemikiran lu bang di blog ini gak jauh beda,
Ohiya, bang Sastra tinggi banget, gw pengen punya tinggi kayak gitu, wkwk
Ini kalimat "jika" gw dr SMP "jika gw 2 meter"
Astagfirullah ^^
Salam kenal bang